04. Ada yang aneh

347 48 4
                                    


.
.
.
.
.
Angkasa menatap tidak percaya pada layar ponselnya, ada pesan masuk dari sang ibu yang mengatakan ingin bertemu dengan nya. Angkasa jelas bahagia, karena sudah sangat lama dia tidak bertemu secara langsung dengan sang ibu, Angkasa hanya berani menatap sang ibu dari jauh.

Angkasa segera bersiap, karena dia tau sang ibu bisa saja berubah pikiran jika dia terlambat.

"Aku harus cepat, nanti mama marah kalau aku telat." Angkasa bersyukur karena Hongjoong sudah kembali ke rumah nya pagi-pagi sekali, karena harus membereskan barang nya.

Angkasa sudah siap berangkat, pemuda itu tampak manis dengan hoodie hitam nya, senyum tidak luntur dari bibir nya meskipun sebenarnya perasaannya sedikit was-was.

Angkasa berharap hari ini dia bisa bahagia sedikit, dan menghabiskan waktu dengan sang ibu, meskipun Angkasa tau jika sang ibu tidak akan membawa adik bungsu nya.

Angkasa melihat kearah ponselnya, menatap jam yang tertera disana, memastikan dia tidak akan terlambat.

"Masih jam tujuh, mama mau ketemu jam sembilan. Gak apa, berangkat sekarang aja." Angkasa bergegas keluar, memastikan pintu rumah sederhana peninggalan sang nenek sudah terkunci sebelum dia pergi.

"Aku pingin peluk mama, semoga mama nanti mau aku peluk."
.
.
.
.
.
"Lo mau sampai kapan sama sampah itu bang Bin?" Bintang yang baru saja memejamkan matanya langsung membuka matanya kembali.

"Terserah gue mau sampai kapan." Langit berdecak kesal.

"Jangan-jangan lo suka sama dia beneran ya bang?" Bintang langsung menatap tajam pada Fajar yang baru saja mengatakan hal itu.

"Gak usah ngomong aneh-aneh lo." Fajar hanya mengedikan bahunya acuh.

"Tapi ya lo emang kelihatan cinta banget sama sampah itu bang." Bintang mendengus, dia tidak suka ditanya soal perasaannya.

"Suka atau gak sama dia, itu urusan gue. Selama gue gak ganggu kegiatan kalian cukup diem aja." Samudera mendengus kesal.

"Ya terserah lo sih bang, tapi mending lo putusin si sampah itu dan dapetin mobil  yang jadi taruhan kita." Bintang tersenyum miring mendengar ucapan Samudera.

"Gue belum butuh mobil nya, dan lagi jangan lupa taruhan kita itu sebatas gue berhasil pacaran sama dia, gak ada ketentuan gue harus putusin dia." Ucapan Bintang membuat keempat remaja lainnya terdiam.

"Tapi udah dua tahun bang, lo gak bosen?" Kali ini Bumi ikut membuka suara.

"Kalau pertanyaan itu gue balik ke kalian gimana?" Kerutan bingung terlihat dari wajah keempatnya.

"Maksud lo bang?"

"Udah dua tahun kalian ngebully dia, kalian gak bosen?" Fajar dan Bumi di buat tidak bisa berkutik saat mendengar nya, berbeda dengan Langit dan Samudera.

"Lo sama kita itu beda cerita bang!" Bintang hanya melirik pada Samudera yang terlihat terpancing emosi.

"Apa bedanya? Kita sama-sama brengsek kok." Fajar dan Bumi langsung was-was saat melihat kepalan tangan Samudera.

"Lo gak tau apa yang buat gue benci banget sama sampah itu bang?!" Langit langsung mendekati adik kembarnya saat mendengar hal itu.

"Gue gak tau karena lo gak pernah bilang! Lo cuma bilang buat gak ikut campur urusan lo." Langit menggeleng saat melihat tatapan tajam Bintang pada adik kembarnya.

"Gue lihat sampah itu lagi jalan sama nyokap gue! Lo puas sekarang?" Bintang mendengus.

"Lo lihat, tapi lo gak tanya langsung ke dia atau ke nyokap lo? Itu tanda nya lo bego Samudera, harusnya lo tanya ke nyokap lo, bukan langsung ngebully dia." Bintang berani mengatakan hal itu karena dia tau Samudera tidak akan melayangkan pukulan padanya.

"Bang udah." Bintang tersenyum miring saat mendengar ucapan pelan Langit.

"Gue putusin dia, dan gue mau mobil hadiah gue udah ada di rumah gue besok. Tapi setelah itu jangan pernah ganggu urusan pribadi gue, dan jangan pernah bersikap seolah kalian berhak ngurusin kehidupan gue." Setelah mengatakan itu Bintang langsung meninggalkan kamar milik Langit, karena saat ini mereka sedang berada disana.

"Sialan, gara-gara sampah sialan itu bang Bintang jadi kayak gini."

"Lihat aja apa yang bakal gue lakuin ke sampah sialan itu."
.
.
.
.
.
Plak

Plak

Angkasa terdiam saat sang mama kembali menampar pipi nya, sudah satu jam sejak mereka bertemu dan entah sudah berapa tamparan dan pukulan yang di terima Angkasa dari kedua orang tua nya.

Angkasa sendiri tidak menyangka jika sang papa juga akan ikut menemuinya, angan-angan indah nya hilang begitu saja.

Sret

"Seharusnya kamu diam saja anak sialan, masih untung kamu kami biarkan sekolah disana." Angkasa memejamkan matanya saat sang mama menjambak rambut nya.

"A-am-pun ma." Satu-satunya yang bisa Angkasa lakukan adalah memohon ampun pada orang yang sudah melahirkannya itu.

"Jauhi anak-anak saya, saya tidak mau mereka tau soal kamu!" Angkasa rasanya ingin menangis, memang apa salahnya? Dia hanya ingin dekat dengan keluarga nya.

"A-Angkasa salah apa? K-kenapa mama sama.papa benci Angkasa?"

Brak

Angkasa menahan erangannya saat sang mama menyentak kepala nya.

"Kamu tanya kamu salah apa? Kamu sendiri adalah kesalahan!"

"Seharusnya saat itu saya menggugurkan kamu, dengan begitu mimpi saya tidak akan hancur!" Angkasa menggeleng, dia tidak ingin mendengar ucapan menyakitkan dari sang ibu.

"Jika bukan karena ibu saya, saat itu saya pasti sudah menggugurkan kamu. Kenapa kamu tidak mati saja?!"

"Kehadiran kamu itu menyusahkan semua orang! Kamu itu penyakitan, hingga menyusahkan ibu saya hingga beliau meninggal, seharusnya kamu mati saja!" Angkasa menatap kosong pada wanita yang berdiri dihadapan nya, sedangkan sang ayah berdiri tidak jauh dari tempatnya.

"Maafkan Angkasa ma."

Plak

Plak

Plak

"Saya bukan mama kamu, saya gak sudi jadi mama kamu!!" Lagi-lagi tamparan yang di dapat oleh Angkasa.

"Sudahlah, jangan membuang tenaga untuk menghajarnya, kamu bisa membunuhnya disini." Mendengar ucapan itu ibu Angkasa langsung menjauh.

"Pergilah, jangan sampai saya lihat kamu ada di sekitar anak-anak saya, atau kamu akan tau akibatnya." Angkasa tidak bisa mengatakan apapun saat sang ayah memberi perintah, Angkasa bangkit dengan sisa tenaga nya dan segera keluar dari ruangan vip semua restoran tempat mereka bertemu.

"Mati? Tunggu sebentar ma, tunggu tuhan jemput Angkasa lebih dulu, karena Angkasa gak mau mendahului takdir tuhan."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore
Home up nih
Ada yang nungguin?

Selamat membaca dan semoga suka

See ya

–Moon–

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang