09. Bertemu di Indonesia

197 40 6
                                    


.
.
.
.
.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan pemakaman, seorang laki-laki tampak membukakan pintu penumpang untuk pemuda di hadapannya.

"Sudah aku bilang gak usah bukain pintu om, aku bisa buka sendiri." Roni, sang pelaku yang membukakan pintu untuk tuan muda nya hanya tertawa pelan.

"Biarkan saja tuan muda, saat ini kita sedang mengunjungi tuan besar dan nyonya." Arka hanya merengut.

"Om ikut masuk kan?" Roni mengangguk.

"Tentu saja tuan muda, seperti biasa, nanti saya akan berikan waktu untuk tuan muda." Arka tersenyum, pemuda itu mengangguk sambil membenarkan jaket yang di gunakannya.

"Mari tuan muda." Arka mengikuti langkah Roni yang melangkah masuk ke pemakaman.

Keduanya berhenti di depan dua makam yang bersebelahan, tatapan Arka langsung berubah sendu setiap kali netranya menatap rumah abadi kedua orang tua nya.

"Tuan muda butuh waktu berapa lama?" Arka menggeleng.

"Aku gak tau, om tunggu di mobil aja." Roni tersenyum dan mengangguk.

"Segera ke mobil setelah selesai Ka, katanya kamu mau ke taman." Arka mengangguk.

Netranya kembali menatap gundukan tanah yang kini sudah bertabur bunga, setelah bertahun-tahun Arka belum juga bisa berdamai dengan duka nya setelah kehilangan kedua orang tuanya.

Arka tidak pernah menangis jika mengunjungi makam kedua orang tua nya, karena dia tau jika keduanya tidak pernah suka melihat Arka menangis.

"Mama, papa, Arka datang."

"Maaf kalau Arka cuma bisa datang sebulan sekali, Arka masih belum berani keluar bebas sendirian, Arka takut ketemu keluarga om Wira sama om Kafa."

"Mereka masih sering datang ke rumah buat ketemu Arka, tapi selalu Arka tolak. Arka ingat bagaimana mereka mengatakan jika warisan itu akan jadi milik mereka jika mereka mengasuh Arka, namun ternyata Arka di serahkan pada Roni selaku orang kepercayaan mendiang orang tuanya.

"Mama, papa, Arka pulang dulu ya." Arka segera bangkit dari posisi nya dan mengangkat kepalanya.

Deg

Netra kembarnya tanpa sengaja bertemu tatap dengan netra gelap milik seorang pemuda tinggi yang terlihat terkejut saat melihatnya.

Sebagai manusia Arka hanya mengangguk dan tersenyum kecil sebelum berpaling dan berlalu pergi.

Arka tidak mengenal pemuda itu, namun tatapan mata pemuda itu terlihat familiar dan hangat untuk Arka.

"Dia siapa? Kenapa rasanya familiar?" Arka menyentuh dadanya tanpa sadar.

"Arka ada apa?" Arka menatap Roni yang terlihat khawatir, sebelum akhirnya menggeleng.

"Aku gak apa om, ayo ke taman." Roni hanya bisa mengangguk, meskipun Arka sangat dekat dengannya, namun tuan muda nya itu tidak selalu terbuka padanya.

"Baik ayo ke taman, kamu mau makan sesuatu?" Arka menggeleng.

"Gak om, aku lagi gak mau makan sekarang, nanti saja."
.
.
.
.
.
Alder terpaku saat netra nya bertemu tatap dengan netra cantik yang selama ini dia rindukan, wajah yang sama dengan senyum yang sama.

Pemuda yang dia lihat tadi tersenyum tipis dan akhirnya beranjak dari pemakaman setelah memberikan anggukan kecil pada nya.

Alder menoleh pada makam Angkasa yang terdapat bouquet bunga matahari, lalu kembali menoleh pada punggung sempit yang semakin tidak terlihat itu.

"Ternyata kamu juga reinkarnasi ya, Angkasa." Alder tersenyum dan segera melangkah mendekati makam dimana Arka tadi berdiri.

"Keanu Kamajaya?" Senyum tipis kembali terlukis di wajah Alder.

"Ternyata kamu jadi pewaris Kama group ya? Kehidupan mu lebih baik dari segi ekonomi, tapi aku akan pastikan setelah ini kamu akan tetap aman dan bahagia." Setelah mengatakan itu Alder memilih melangkah pergi, meninggalkan area pemakaman, karena dirinya sudah cukup lama mengunjungi makam Angkasa.

Alder berhenti tepat di depan pintu masuk makam, saat netranya melihat beberapa mobil berhenti disana, disusul keluarnya wajah-wajah yang familiar untuk dirinya di masa lalu.

Deg

Deg

Deg

Kali ini Alder berhasil menyembunyikan keterkejutannya dan tetap memasang wajah datar, berbeda saat bertemu dengan reinkarnasi Angkasa tadi.

Berbeda dengan keenam pemuda yang juga terkejut saat melihat Alder, bahkan salah satu diantaranya terlihat ingin menangis.

Alder yang memang tidak pernah berpikir untuk berhubungan dengan orang-orang di masa lalu nya hanya memasang wajah datar dan segera berpaling.

"T-tunggu sebentar!!" Alder terpaksa berhenti saat tangannya di tahan oleh salah satu dari mereka.

"Ada apa?" Alder menatap datar pada wajah yang serupa dengan sahabat nya dahulu.

"K-kami Alder kan?" Alder hanya berdehem saat Adiran menahan tangannya.

"Kau mengenalku?" Adiran mengangguk kecil.

"A-aku Adiran, aku pernah menghubungi mu secara pribadi beberapa bulan lalu." Alis Alder terangkat.

"Oh itu kau, lalu ada apa?" Adiran menunduk, kemudian menggeleng.

"Ah maaf, aku hanya merasa jika kamu adalah sahabat ku." Alder melirik pemuda yang lain lewat ujung mata nya.

"Kalau pun itu benar, dan apa yang kau katakan waktu itu juga benar, apa yang mau kau lakukan?" Adiran cukup terkejut saat Alder membisikan hal itu.

"Hubungi aku lagi nanti, sekarang ada hal yang harus aku lakukan di banding bertemu dengan kalian." Adiran hanya bisa terpaku saat Alder meninggalkan nya.

Pemuda itu tidak menyangka jika Alder benar-benar reinkarnasi sahabatnya, selama ini dia memang menduga hal itu namun dia belum memberitahukannya pada yang lain, karena Alder sendiri tidak pernah memberi konfirmasi.

"Adiran ada apa?" Adiran menatap ke arah Gala dan menggeleng.

"Dia reinkarnasi dari Bayu kan?" Adiran kini beralih menatap Tara.

"Ya, dia reinkarnasi Bayu, suami mu di masa lalu." Setelah mengatakan hal itu Adiran melangkah masuk kedalam makam, meninggalkan yang lain yang hanya bisa menghela nafas panjang.

"Adiran masih aja dingin ke kita, emang kita salah apa sih?" Tara bergumam pelan, namun Arche hanya diam karena dia tau pasti alasan Adiran bersikap seperti itu.

"Sudah lah, ayo masuk. Kita disini mau ke makam Angkasa."
.
.
.
.
.
Alder menepikan mobil nya saat melihat punggung familiar yang tengah duduk di bangku taman, tidak jauh dari pemakaman.

Dilihat dari pakaiannya, Alder bisa yakin jika itu adalah pemuda yang merupakan reinkarnasi Angkasa.

Alder memutuskan turun dan menghampiri pemuda itu, berharap jika pemuda itu tidak mendapat ingatan dari masa lalu Angkasa, karena Alder tidak ingin dia kembali merasakan kesakitan sebagai Angkasa.

"Hai." Pemuda itu terkejut saat tiba-tiba Alder menyapanya.

"H-hai." Alder tersenyum.

"Boleh aku duduk disini?" Arka menatap bangku taman yang dia duduki dan segera mengangguk.

"Silakan, bangku ini milik umum." Alder tersenyum.

"Aku melihat mu di pemakaman tadi, boleh tau kau sedang mengunjungi siapa?" Arka menoleh, entah kenapa dia tidak merasa asing atau pun canggung pada Alder, padahal biasanya Arka tidak suka berbicara dengan orang asing.

"Orang tua ku." Alder mengangguk.

"Oh kenalkan, aku Alder Cavan, kamu bisa memanggilku Alder jika kita bertemu lagi." Arka tersenyum dan membalas uluran tangan Alder.

"Aku Arka, Arka Jela, semoga kita bertemu lagi Alder."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang