Chapter 12; Into The Plot

201 30 8
                                    

//Maksud dari Into The Plot ini adalah fanfict ini udh masuk ke alur yang sesuai di game-nya. Cuma nandain doang hehe. Happy reading!

"Hah? Apaan? G-gua ga nangis!" Boby mengusap air matanya pergi saat dia sudah kami undang masuk ke dalam kamar kost. "Ini kelilipan doang!"

Aku terkekeh mendengarnya. Lalu, pandanganku beralih ke ayahku yang sedang meneliti Boby dari atas sampai bawah.

Waduh, kira-kira apa yang ayahku pikirkan?

Karena merasa awkward, Boby buru-buru memperbaiki posturnya dan tersenyum ke ayahku. "Gua— aku Boby, kakak kelasnya (name)."

"Kakak kelas?" ulang ayahku bertanya-tanya.

"Iya, dia yang bantuin aku selama ini. Kita kenalan gara-gara dia lari dari—"

"Hush, (name)."

"Kenapa kamu rela nemenin (name) pagi-pagi begini?" tanya ayahku dengan nada tegas.

Kelihatannya nyali Boby jadi ciut gegara perawakan preman bapakku. "S-s-soalnya, aku denger (name) mau pindah sekolah. Dan aku gamau itu kejadian! Kita temenan udah cukup lama, udah kayak simbiosis mutualisme."

Raut tegas ayahku langsung luntur digantikan kekehan mendengar perkataan terakhir dari Boby. "Makasih ya udah selalu nemenin (name), tapi ingat, kalau sekalinya kamu bikin (name) nangis. Nanti ...." Ayahku mengarahkan jempolnya ke lehernya dan menariknya seolah membuat garis yang memenggal lehernya. Boby yang melihat itu langsung bergidik takut.

"Ih, ayah!" protesku.

Lagi-lagi, ayahku terkekeh. "Iya, iya. Pokoknya, kalian temenan yang baik ya. Tapi ... Ayah ga akan balik dengan tangan kosong."

Aku melihat ke arahnya dengan tatapan bertanya-tanya. "Maksudnya?"

"Kamu tetep harus berkemas, ya. Ayah bakal ajak kamu pulang ke Kampung Halaman kita."

Aku dan Boby memutuskan untuk berjalan ke taman terdekat. Melakukan perpisahan sebelum aku pergi, meskipun bukan pergi selamanya, sih.

"Jadiii...." Boby angkat bicara. "Ga seburuk yang lo kira, kan? Cuma butuh komunikasi."

Aku mengangguk setuju. "Makasih, ya. Buat kemarin dan hari ini."

"Masama."

"Serius, makasih." Aku menatapnya penuh arti. "Kakak baik banget sama aku. Kira-kira ... Ada ga yang bisa aku lakuin buat ngebales kebaikan Kak Boby?"

"Umm, apa ya?" Boby berujar tengil. "Kebaikan gua mah mana bisa ditandingi!"

"Hilihh." Aku membalasnya dengan tatapan jijik, sebelum akhirnya aku berubah pikiran. "Tapi bener juga sih."

"Ehh, canda, canda!" Boby terkekeh. "Sebenarnyaa... Ada satu hal."

"Apa itu? Melewati gunung pun bakal aku sanggupi."

Boby tersenyum. "Jangan putus kontak sama gue pas lu lagi di rumah lu, ya?"

Aku menatapnya bingung. "Gitu doang?"

"Iya. Kasih tau gimana keseharian kamu, update soal kerjaan kamu. Pokoknya komunikasi terus sama aku, ya!" jelas Boby.

"Kalau aku ga ada kuota gimana?"

"Cari sampai dapet."

"Kalau internetnya gangguan gimana?"

"Ah biasanya juga bentar yang kayak gituan."

"Kalau HP-ku lagi—"

"Yaudah, lu tinggal ambil kertas, terus tulis surat. Terus bebas mau dilipet jadi pesawat atau kapal, yang penting akhirnya bisa nyampe ke gua, deal?"

Cute Senpai! (Boby Troublemaker x reader) 𝙴𝙽𝙳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang