Evil conflict

3 0 0
                                    

Pada saat berdiri dari kursi restoran itu, dia menyalakan ponselnya dan tiba-tiba ada seseorang yang meneleponnya, Kriingg.. ternyata itu adalah mama nya. Bukan bermaksud aku menghinanya anak manja tetapi mamanya sangat khawatir akan kondisinya dimanapun dan kapanpun itu. Aku sempat menguping pembicaraan mereka dan mamanya sepertinya terdengar sangat marah dan membentak Kailo. Setelah dia selesai dan menutup panggilan dari mamanya, dia terus memainkan ponsel dan sibuk sendiri dengan urusan di dalam ponsel bejat itu. Ternyata dia sibuk merespon mamanya yang terus mengomel itu, selama perjalanan menuju Jalan Tunjungan aku berbicara banyak kepadanya, tetapi responnya hanya respon singkat dan membuatku jengkel lama-lama. Selain itu, yang membuatku jengkel adalah dia yang membuat perjanjian agar tidak membuka ponsel saat kami berdua berkencan.
Saat kami akan menyebrang, dia menggandengku di pundak. Tetapi, dia masih saja memainkan ponselnya itu. Lalu, aku mengatakan kepadanya agar berhenti memainkan ponsel itu.
“Bisa stop gak main hpnya? Ini di jalan loh, bahaya tau. Kamu itu katanya gak bakalan main ponsel malah kamu yang ngelanggar.” ujarku kesal, sambil menyingkirkan tangannya yang ada di pundakku.
“Eh iya, bentar ya, ini mamaku tanya mulu soalnya kan gak sopan juga kalau aku cuekin, namanya juga orang tua kan juga pasti khawatir ke anaknya.” dia berbicara seperti itu layaknya aku sedang dinasehati oleh orang dewasa. Dia pikir dia yang paling dewasa sok-sokan nasehatin orang lain.
Jalan Tunjungan itu terlihat sangat ramai, meskipun sudah malam tetapi riuhnya suasana dan lampu sorot masih terasa seperti jam tujuh malam. Saat menyusuri jalan, aku melihat ada orang yang menjual bunga. Lalu, aku ingin sekali membeli bunga. Tetapi, kata orangnya bunga tersebut tidak dapat dibeli secara satuan, membelinya harus satu paket.
“Silahkan, bunganya.” Terdengar suara tawaran dari penjual bunga itu sambil menata dagangannya.
“Mbak, aku mau beli bunga mawar merah satu paket, banyakin ya mbak bunganya.” aku membeli sambil sedikit melontarkan kata tawaran.
“Mawar mahal lho kak, gapapa ta?” penjual itu bertanya sambil tersenyum manis terlihat seperti bunga-bunganya yang sangat cantik.
“Gapapa deh mbak, langsung bungkus aja. Sayang aku beli ini ya, gapapa kan?” aku melihat Kailo yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya sampai-sampai aku dihiraukan begitu saja.
Setelah aku membayar bunga yang kubeli, kami berjalan kembali menuju pasar Tunjungan. Sebelum masuk hawa dari Pasar Tunjungan memanglah sangat pengap, Kailo mengeluh kepadaku dengan nada sedikit ngegas, mungkin dia terbawa emosi akibat mamanya yang khawatir sana-sini dan merepotkan orang lain saja.
“Pengap banget disini bangsat, padahal udah malem juga.” dia melontarkan kata ngegas itu, sembari menutup ponselnya. Aku yang baru pertama kali melihat dia berbicara kasar saat kita bertemu, membuatku terkejut dan hati kecilku langsung menangis tersedu-sedu. Aku langsung memukul dadanya dan ikutan ngegas.
“Apa sih anjir, bisa nggak gak pake toxic ke aku? orang aku dari tadi diem loh, kalau udah gak nyaman tuh bilang!” aku membalasnya dengan kesal, karena aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba kasar begitu saja, padahal sebelumnya dia juga terlihat baik-baik saja dan selalu bersikap lembut apabila didepanku.
“Lah, siapa yang toxic ke kamu sih? aku cuman males disini udah pengap capek lagi.” saat dia melontarkan kata-kata lelah atau capek aku jadi memiliki pikiran, dan berkata dalam hati kalau misal dia kelelahan karena terus berjalan bersamaku dan ingin cukup sampai sini saja dan dilanjutkan esok hari.
“Kalau capek tuh bilang, bukan malah aku didiemin terus daritadi main hp sibuk sendiri tau nggak! Males aku liatnya, kamu yang bikin kesepakatan malah kamu yang ngelanggar, at least inget janji sih kata gua mah.” ujarku dengan kesal kepadanya.
“Ya ini loh, kalau kamu gak percaya liat aja hpku, mamaku ini daritadi khawatir nanyain kabarku mulu daritadi.” ucapnya sambil menyodorkan hpnya kepadaku.
“Gak penting buat liatin hpmu itu, aku loh tau kamu balesin chat an temen-temenmu itu kan? lihat aku juga dong, aku daritadi gak buka hp loh? Gimana nih?”
“Ah bodo ah, emang selalu ribet sama kamu itu aku harus yang ini aku harus yang itu.”
Saat dia mengucapkan itu, aku kecewa dan langsung pergi keluar pasar Tunjungan. Dia memanggilku dan terus mengejarku, dia mendampingiku tapi kita berdua hanya diam seperti orang melakukan kesalahan dan tidak mau mengakui kesalahannya terlebih dahulu. Saat di jalan dia berusaha memanggilku yang sedang marah dan menarik tanganku agar aku berhenti.
“Sayang ey, dengerin aku dulu dong.” aku menghiraukan dia dan terus berjalan, dia lalu berhenti dan melontarkan kata-kata yang akan membujukku
“Kamu mau kemana? tungguin aku dong.” dia berbicara dengan terdengar sangat lelah sekali.
“Aku mau ke Indomaret beli jajan. Temenin.” sebenernya aku masih sedikit kesal, tetapi aku pengen sekali membeli es krim, aku berbicara dengan menyilakan tangan di atas pusarku.
“Nah gitudong, udahan ya ngambeknya.” Kailo membelai rambutku sambil berbicara dengan manis.
“Dih siapa yang ngambek.” Kami langsung terus berjalan mencari Indomaret terdekat.

Lantai Dansa dan Surabaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang