Yerim memberengut kesal melihat langit-langit ruangan yang saat ini sudah menjadi kamarnya sekaligus kamar kakaknya.
Bisa-bisanya, ia jatuh pingsan, lagi!
Ini Sudah berulang kali!
Yerim merasa seonggok daging yang lemah. Dalam hitungan bulan, sudah berapa kali ia harus bedrest.
Jika terus-terusan begini, Yerim tak akan bisa melakukan apapun agar Jisoo kembali lagi.
Dia sudah sangat merindukan kakaknya yang satu itu. Ini sudah masuk bulan ketiga Jisoo tidak sadarkan diri, Yerim tidak bisa menunggu lagi. Sudah cukup Jisoo terlelap begitu lama, tak apa jika nanti, setelah Jisoo sadar. Jisoo hanya akan mengabaikan dirinya. Ia sama sekali tak masalah asalkan mata Jisoo yang terpejam akan terbuka lagi.Ia benar-benar tidak sabar melakukan rencana yang telah ia susun dengan rapi selama dua bulan terakhir ini.
Tubuh Yerim terperanjat saat Wendy membuka pintu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi dentuman keras. Wendy melangkah menuju kearahnya dengan wajah datar dan tatapan mata yang bisa membuat siapa saja menjadi ketakutan.
"Kau!" jerit Wendy dengan tangannya menunjuk tepat pada wajah Yerim.
Wendy memejamkan matanya sebentar, mencoba menenangkan dirinya. nafasnya terengah-engah ntah karena terlalu marah atau karena hal yang lain. Wendy mengepalkan tangannya lalu menatap lagi mata Yerim dengan tajam, "Sudah kubilang, berhenti menyusahkan!"
"Arraseo, aku--"
"Jika kau pingsan sekali lagi," ucap Wendy sambil meremas ujung baju Yerim. "Aku... tidak akan memaafkanmu, jika kali ini kau tidak mendengarkan kata-kataku. Aku benar-benar akan membencimu, jangan buat rasa benciku terus bertambah. Mengerti kau?"
"Arraseo." Yerim tersenyum tipis, sangat tipis. Mungkin, tidak ada yang akan menyadari jika ia sedang tersenyum. Melihat Wendy yang marah-marah seperti ini, Yerim sangat menyukainya.
Karena, kakaknya hanya akan menatap matanya jika sedang marah. Selain itu, tidak pernah sama sekali.
"Wendy, apa janjimu pada Imo, tadi?" tanya sooyeon.
"Tidak ada keributan," jawab Wendy pelan. Ia melepaskan tangannya yang masih meremas ujung baju Yerim dengan perlahan. Yerim merasa kosong saat Wendy tak menatap matanya.
"Maafkan, aku." Wendy benar-benar merasa kesal melihat Yerim yang dalam beberapa bulan ini terlalu banyak jatuh pingsan.
Merepotkan, pikir Wendy.
"Lain kali, jangan diulangi," ucap Sooyeon yang hanya dibalas anggukan oleh Wendy.
"Yerima," panggil bibinya, "Apa ada yang sakit?"
Yerim menggeleng pelan, lalu tersenyum. Benar-benar tersenyum. "Tidak ada, Imo. Aku baik-baik saja."
"Baik apanya? Mana ada orang yang sehat, jatuh pingsan seperti itu."
"Wendy?" Sooyeon mendelik.
"Iya, iya." Wendy menjauh dari Imo nya dan menghampiri Sooyoung yang melihat Yerim dengan pandangan kosong. Rasanya begitu sesak, Sudah pernah dengar jika kelemahan Sooyoung adalah kakak dan adiknya yang berbaring lemah?
"Aku akan memukul kepalamu jika tatapan kau masih seperti itu."
ingatkan Sooyoung jika Wendy seperti pembunuh berdarah dingin. Lihatlah, dia sekarang menjambak pelan rambut Sooyoung. Sedangkan Sooyoung tergagap dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya.
"Terima kasih," ucapnya pada Wendy.
"Sekali lagi kau begitu, aku benar-benar akan menjambak rambutmu sampai ke akar-akarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗧𝗵𝗲 𝗧𝗿𝘂𝘁𝗵
Fanfiction𝐘𝐞𝐫𝐢𝐦 𝐤𝐢𝐫𝐚 𝐝𝐢𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐞𝐠𝐚, 𝐉𝐢𝐤𝐚 𝐢𝐚 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐤𝐞𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐦𝐛𝐮𝐧𝐲𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐢𝐧𝐢. 𝐓𝐚𝐩𝐢, 𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚𝐧𝐲...