Chapter 12 : War pt.2

22 16 0
                                    

Dentingan pedang yang bertemu bersahutan dengan teriakan setiap orang yang terluka dan gugur. Meski terdengar sangat bising, mereka tidak terganggu. Semua sibuk mengayun pedang dan berteriak berapi-api.

Tidak seperti Euric yang langsung maju di garis depan, Aiden tetap di atas kudanya. Dia adalah seorang jenderal. Bertarung adalah hal termudah baginya.

Aiden hanya memperhatikan Euric dari atas. Temannya sangat lihai dan lincah. Memakai sihir atau tidak, dia tetap yang terbaik. Tidak ada yang selamat dari pedangnya.

Ketika akhirnya Euric kehabisan lawan, Aiden pun turun dari kuda. Dia berjalan mendekat, lalu berhenti sekitar tiga meter dari Euric.

Euric yang menyadari hal itu pun menoleh, lalu mata mereka bertemu. Sorot mata Euric terlihat berapi-api. Dia sangat membenci keadaan ini. Sementara Aiden, dia memasang wajah datar dan diam saja.

"Aku penasaran, apa saja yang telah kaulakukan hingga gagal mencegah perang ini," tukas Euric dengan gigi saling menekan.

Aiden tampak tenang. "Aku hampir mati tiga kali karena berusaha untuk menghentikannya."

Euric tidak membalas.

"Aku juga penasaran, apa saja yang kautawarkan hingga negosiasinya tidak berhasil," lanjut Aiden.

"Kalian tidak akan mau menerima semua tawaran kami, jika itu bukan tanah Calicadebra itu sendiri," jawab Euric.

"Lalu kenapa tidak ditawarkan?"

"Lalu kenapa kau tidak mati saja?"

][

Posko pengobatan dan dapur umum untuk perang sedang sibuk sekaligus lengang. Mereka memiliki pekerjaan, tetapi bukan pasien atau orang yang butuh makanan.

Cara keluar dari salah satu posko pengobatan dengan wajah bingung. "Apakah aku harus berjaga sekarang? Perang bahkan baru dimulai. Mereka pasti berjuang sampai mati. Mana mungkin sempat ke sini?"

Cara baru saja mengikuti pembagian tugas, dan dia mendapat bagian untuk menghitung para prajurit yang tewas dan terluka parah, lalu mencatatnya di sebuah papan.

"Kau tidak akan pernah tahu," sahut Thasa yang berjalan di sampingnya.

Belum juga Thasa menutup mulut, seorang prajurit yang terluka parah datang dengan bantuan Darrell dan satu orang lainnya.

"Astaga!" pekik Cara.

Thasa pun membantu menuntun prajurit itu masuk ke dalam posko, menggantikan Darrell yang memang menyerahkannya. Seolah-olah tidak melihat Cara, Darrell melewatinya begitu saja menuju sisi posko, lalu kembali dengan sebilah pedang.

Cara mencegatnya. "Kau mau ke mana?"

"Aku akan ke sana."

"Kau sudah gila? Apa kau ingin mati?"

"Aku tidak akan mati. Aku adalah keturunan klanku yang terakhir dan satu-satunya. Aku harus menikah dan membuat keturunan dulu. Lagi pula aku tidak akan bertarung-"

"Lalu?"

"Prajurit itu bilang Euric bertarung dengan jenderal Oraderata. Itu berarti Aiden. Aku hanya akan memastikan mereka."

"Apa? Kalau begitu aku ikut!"

"Tidak perlu. Kau bahkan tidak bisa mengalahkanku. Bagaimana jika ada yang menyerangmu?"

"Pikirmu kau sudah cukup mahir?!"

"Sudahlah. Kau di sini saja. Ya?"

Darrell langsung berlari dan menaiki seekor kuda. Dia tidak mau berangkat dengan pasukan tambahan yang skan dikirim, karena sudah pasti dia akan dihentikan.

The Stupid WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang