| chapter 12

556 34 1
                                    

KAKASHI membuka pintu apartemen Sakura setelah mengambil kunci dari dalam tas ninja wanita itu. Ia berjalan lurus ke kamar Sakura seraya menggendongnya ala bridal style. Setelah sampai di kamar, Kakashi dengan pelan membaringkan tubuh Sakura. Ia merapikan anak rambut Sakura yang berantakan sebelum mendaratkan kecupan singkat di dahi wanita itu. Seraya berbisik pelan, Kakashi berkata,

"Tidurlah yang nyenyak, sayang."

Pria bermasker itu lantas bangkit dari posisinya dan beranjak keluar seraya menarik daun pintu kamar Sakura. Ia lantas berjalan ke arah pintu setelah meletakkan tas ransel di dalam kamar. Saat ini, ia harus menjemput Sasuke pulang karena tidak mau merepotkan Hinata terlalu lama mengingat tidak lama lagi Hinata dan Naruto akan melangsungkan pernikahan.

Hingga ketika Kakashi bertemu dengan Hinata di jalan menuju rumahnya, wanita itu membungkuk hormat sembari memeluk Sasuke, erat. "Guru Kakashi!"

"Yo, Hinata. Lama tak jumpa."

"Oh, ya." Hinata  menyerahkan Sasuke yang langsung disambut oleh tangan kekar Kakashi. "Anda pasti datang untuk menjemput Sasuke," tebak Hinata tepat sasaran. Kakashi membenarkan. "Sasuke juga pasti merindukan Guru Kakashi."

Namun, Kakashi tersenyum kecut. Ia memandang wajah lelap Sasuke seraya membalas, "Benarkah?"

"Ya, tentu saja. Kalau begitu, saya permisi dulu, Guru Kakashi."

"Ya, hati-hati di jalan, Hinata."

Kakashi kembali ke apartemen Sakura bersama dengan Sasuke. Sepanjang perjalanan, ia mengajak obrol Sasuke meski bayi laki-laki tersebut tidak menjawab karena telah larut dalam tidur. Kakashi memperhatikan wajah Sasuke—sekilas mengingat kembali saat di mana ia terakhir kali melihatnya sejak kembali dari misi.

"Kau tumbuh dengan baik, Sasuke." Memberi jeda, sebelum melanjutkan, "Apakah Ibumu pernah menangis sewaktu aku sedang tidak ada? Aku harap kau akan menjawab tidak." Kakashi berucap masih dengan memperhatikan wajah lelap Sasuke. Ia jelas tahu bahwa percuma bertanya kepada bayi yang sedang masuk ke alam mimpi tersebut. Toh, pada akhirnya ia tidak akan menjawab pertanyaan Kakashi.

Namun, sedikit saja bolehkah Kakashi berharap bahwa Sakura juga terkadang merindukan dirinya seperti ia merindukan wanita itu setiap waktu?

Ketika akan membuka pintu, Sakura ternyata juga melakukan hal yang sama. Sehingga, ketika Kakashi hendak menyentuh kenop pintu apartemen Sakura, wanita itu telah lebih dulu membuka pintu dan betapa terkejutnya ia melihat Kakashi bersama Sasuke. Mengedipkan mata, Sakura berusaha mengalihkan perhatian dari bayangan yang mungkin salah ia lihat. Namun, beberapa kali ia mengucek mata, bayangan Kakashi yang tengah menggendong Sasuke tidaklah hilang. Atau memang benar keberadaan Kakashi di depannya adalah nyata.

"Kakashi?"

"Sakura."

"Kau kembali ...."

Kakashi tersenyum kecut. "Aku pulang, Sakura."

Malam itu menjadi malam yang sangat panjang bagi kedua pasangan yang telah lama dipisahkan oleh jarak dan waktu. Melewati satu musim tanpa salah satu di antara keduanya telah membuat ruang rindu yang telah lama menjadi semakin luas. Hingga ketika Kakashi menjelaskan bagaimana ia begitu merindukan Sakura selama misi sejak mereka bertengkar—Sakura nyaris tak percaya. Namun, rasa rindu sepertinya telah meluap saking banyaknya di dalam tubuh Sakura hingga wanita itu tak kuasa menahan tangis. Bersama di dalam pelukan sang kekasih, Sakura membenamkan dirinya di sana. Menyerah pada akal sehat yang menyuruh membuang Kakashi dan memilih perkataan hati Sakura untuk memberikan kesempatan kedua kepada sang kekasih.

Pria itu semakin mengeratkan pelukan kepada Sakura. Kakashi berutang banyak kepada wanita itu. Ia yang telah banyak melakukan kesalahan telah diberi kesempatan kedua untuk membayar apa yang telah membuat wanitanya itu bersedih. Maka dari itu, Kakashi bertekad untuk tidak membuang kesempatan yang akan membuat Sakura menangis atau marah. Ia bahkan tak bisa membayangkan jika pertengkaran hari itu adalah akhir dari segalanya. Ia sungguh tak sanggup bila harus melepas Sakura apapun alasannya.

Tidak ketika ia masih sangat mencintai Haruno Sakura.

"Maafkan aku. Aku yang salah."

Penyesalan terbesar Hatake Kakashi adalah telah membuat wanitanya itu menangis setelah meninggalkannya tanpa kabar. Sebuah permintaan maaf yang hanya ditulis di atas kertas juga Kakashi tahu bahwa hal itu telah menyayat hati Sakura pada malam saat ia mendapati Sakura yang berpura-pura tertidur. Sungguh ia tak berani menghadapi Sakura pada saat itu. Ia tak bisa untuk menatap matanya yang kosong. Ingatan hari itu benar-benar mimpi buruk bagi Kakashi. Namun, malam ini—di saat angin bertiup lumayan kencang, mereka telah berbaikan dan saling terbuka satu  sama lain. Di bawah lampu yang padam dan hanya diterangi oleh sinar rembulan yang remang-remang, kedua sejoli tersebut saling menautkan bibir—melepas kerinduan yang telah lama tidak tersalurkan.

"Aku mencintaimu, Sakura."

Malam itu, Kakashi telah berjanji untuk selalu berada di samping Sakura apapun alasannya. Ia tidak akan pernah meninggalkan Sakura tanpa penjelasan ataupun keterangan. Pun ia tidak akan dan tak ingin mengkhianati perasaan Sakura meski hanya dengan rumor seperti yang kemarin-kemarin. Kakashi sungguh berniat atas janji ini dan telah melekat di dalam dada pria itu. Baginya yang seorang pria matang—Sakura adalah anugerah yang tak ingin ia lepas namun tak ingin menggenggamnya terlalu erat. Sebab Kakashi tahu bahwa Sakura adalah seorang yang bebas dan tahu akan posisinya.

Maka dari itu, Kakashi tidak bisa melepaskan Sakura.

"Kita harus itirahat," pinta Sakura, manja. Ia masih tidak melepas pelukan Kakashi sementara matanya telah membengkak akibat menangis dengan keras. "Aku mengantuk," lanjutnya lagi. Kakashi yang tanpa memberikan aba-aba lantas membopong Sakura seperti mengangkat sekarung beras untuk kemudian di antar ke kamarnya. Ia meletakkan Sakura dengan sangat lembut bersama dengan Sasuke yang tidak terbangun meski dengan keributan tadi. Tak lupa, Kakashi mengambil selimut lantas menyelimuti tubuh Sakura hingga sampai di dada.

"Tidurlah, aku akan duduk di sini untuk sementara waktu," katanya seraya mengambil posisi di tepi tempat tidur.

"Kau pasti lelah, tidurlah dulu."

"Aku harus melihat wajahmu dulu sebelum tidur." Kakashi membelai pucuk kepala Sakura. "Sudah dua bulan aku tidak melihatmu."

"Kalau begitu tidurlah di sampingku," cicit Sakura seraya menolak memandang Kakashi. Pria itu lantas tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan Sakura kepadanya. Maka Kakashi pun mengambil tempat tepat di samping Sasuke. Sekarang posisi mereka adalah Sakura-Sasuke-Kakashi yang seakan seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia. Hal tersebut tidak salah mengingat bagaimana ia mencintai Sakura dan berencana untuk menikahi wanita muda itu.

"Sakura, maukah kau menjadi Nyonya Hatake?" Perkataan tiba-tiba Kakashi kepada Sakura tentu saja membuat wanita itu memerah. Ia mengerjapkan mata beberapa kali mencoba menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia sedang tidak berhalusinasi atau menghayal karena alkohol. "Aku tahu ini adalah pernyataan yang tiba-tiba, jadi, kau tak perlu langsung menjawabnya, Sakura."

"Apakah kau bersungguh-sungguh?"

Kakashi membalikkan tubuhnya menjadi berhadapan dengan Sakura. Tanpa melepas pandangan dari wanita itu, ia menjawab, "Lebih dari kata serius." Memberi jeda sebelum melanjutkan, Kakashi berkata, "Sakura aku sungguh jatuh hati padamu. Sekali lagi, maukah kau menjadi bagian dari hidupku?"

Sakura tidak menjawab melainkan mengangguk dengan air mata yang tertahan di sudut mata. Di detik berikutnya, air mata tersebut lepas kendali dan jatuh membasahi pipi Sakura. Kakashi kemudian mengulurkan tangan untuk mengelap air mata Sakura menggunakan ibu jarinya. Pria itu mengerti meski tanpa Sakura balas, jawaban akan pertanyaannya  barusan adalah sebuah bentuk persetujuan.

"Aku mau."[]

What's Wrong With Kakashi?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang