| epilogue

677 37 1
                                    

"SASUKE, Satoru. Bisakah kalian membangunkan Ayah? Nanti dia bisa telat ke kantor Hokage."

Sakura berbicara kepada dua bocah yang sedang bermain di ruang tengah. Hatake Sasuke yang berusia enam tahun dan Hatake Satoru yang berusia empat tahun. Kedua bocah yang berbeda warna rambut tersebut lantas menghentikan gerakan mereka dan menoleh kepada Sakura yang sedang mencuci piring di wastafel.

"Baik, Bu."

Lantas keduanya berlari ke arah kamar orang tua mereka. Setelah berjinjit untuk meraih kenop pintu dan menariknya ke bawah, pria berambut perak yang terbaring nyenyak di tempat tidur dengan selimut yang hanya menutupi bagian perut saja akhirnya menyambut mereka. Seraya Satoru yang mengikuti langkah sang kakak di belakang, Sasuke tiba di samping Ayahnya. Meski tinggi Sasuke yang sekarang tidak dapat mencapai tubuh Kakashi tetapi dia dan Satoru berhasil beringsut menaiki tempat tidur orang tua mereka. Di saat yang bersamaan, keduanya melompat-lompat di atas tempat tidur yang lumayan besar itu hingga tubuh Kakashi ikut berguncang.

"Ayah, bangun! Bangun! Nanti kau bisa telat!"

"Angun!"

Keduanya berteriak tidak bersamaan namun berhasil membuat Kakashi refleks menggerakkan tubuh. Tetapi, bukan namanya Hatake Kakashi jika dirinya bisa bangun dengan mudah seperti ini. Maka dari itu, keduanya berteriak lebih keras lagi seraya bermain bersama sang Ayah. Pada akhirnya, teriakan itu membuat Kakashi membuka mata.

"Ayah!"

Melihat sang Ayah yang akhirnya membuka mata, Satoru segera berlari ke dalam pelukan Kakashi. Selanjutnya, diikuti oleh Sasuke yang juga bergeser memeluk tubuh pria yang bertelanjang dada tersebut. Kakashi tersenyum melihat kedua anaknya yang nampak akur dan dekat seperti ini. Makanya, begitu Kakashi memutuskan untuk segera bangkit dari posisinya, anak-anak sudah memanjat di atas tubuh kekar Kakashi yang menurut mereka kokoh seperti sebuah pohon. Bisa dikatakan bahwa Sasuke dan Satoru telah menjadikan Ayah mereka sebagai mainan hidup yang bisa dipanjat kapan saja.

"Astaga!" Sakura hendak meraih anak-anak namun segera ditahan oleh Kakashi. "Mereka pasti merepotkanmu lagi."

"Tidak apa. Lagipula aku senang dengan keharmonisan ini," katanya seraya mendekati wajah Sakura yang tentu saja sudah semerah tomat sejak Kakashi mengatakan kalimat tersebut. Bibir Kakashi yang terbungkus masker akhirnya mendarat di bibir Sakura. Ciuman yang sangat singkat tersebut membuat pipi Sakura memanas sehingga ia menjadi salah tingkah. Meski pernikahan mereka telah berlangsung selama lima tahun, tetap saja Sakura masih begitu mudah untuk dirayu seorang Kakashi.

"Silakan sarapan, Sayang."

Cemberut menghiasi wajah Satoru saat harus melepas Sasuke dan Kakashi untuk berangkat ke akademi dan kantor hokage. Meski demikian, ia harus mengerti bahwa sang kakak dan Ayahnya punya kegiatan masing-masing sehingga tidak bisa terus bermain bersama. Walaupun dalam hati ia sangat menginginkan bahwa kakaknya atau Ayahnya bisa menemaninya lebih lama di rumah. Namun, ia harus berpuas diri ketika hari libur tiba saat di mana Ayah dan kakaknya dapat tinggal di rumah lebih lama. Tentu saja ketika mereka juga sedang tidak ditugaskan dalam misi.

Melihat fenomena tersebut, Sakura segera menenangkan Satoru. Pipi gembul dan perut buncit tersebut sangat menarik perhatian Sakura untuk menguyel-uyelnya saking gemasnya. "Satoru bisa ikut Ibu ke rumah sakit dan bermain bersama, ya!"

Satoru yang awalnya cemberut seketika berubah senang. Diajak ke rumah sakit berarti ia akan ketemu dengan wanita cantik berambut kuning yang sering memberinya makanan. Meski gampang tersulut emosi, ia tidak pernah memarahi Satoru sehingga membuat anak kecil tersebut merasa gembira.

"Ung!"

Lady Tsunade dan Tuan Jiraiya baru berberes setelah melakukan kegiatan rutin mereka setiap pekan. Hari ini adalah hari masuknya putra sulung mereka, Senju Hatoru setelah melahirkannya lima tahun lalu. Sebab sekelas dengan Sasuke yang merupakan putra angkat Sakura dan Kakashi, Lady Tsunade sedikit merasa tenang karena paling tidak ada yang mengawasi dan menemani anaknya di akademi Konoha. Tentu saja, ia tidak ingin jika sang anak menjadi mesum seperti Ayahnya. Namun, jika dipikir kembali Sakura juga mempunyai nasib yang sama. Hanya saja, situasi Sakura sedikit lebih baik daripada Lady Tsunade.

Tetapi, mengapa pria yang mereka sukai harus menyukai hal-hal yang mesum sih?

"Shisou bisa meninju Tuan Jiraiya jika beliau kembali berbuat ulah sebelum berpacaran dan menikah dengan Anda." Sakura mengatakannya dengan berapi-api. Biar bagaimana pun, perselingkuhan tetaplah perselingkuhan dan termasuk perbuatan sampah. "Tendang itunya agar dia impoten."

Lady Tsunade mengangguk setuju. "Bagaimana pun, kondisimu juga sama. Jagalah Kakashi dan beritahu aku jika dia mulai macam-macam seperti terakhir kali bersama Hanare. Aku juga harus mendisiplinkannya bersama Jiraiya kalau mereka tidak bisa tegas pada satu wanita."

"Saya setuju, Shisou."

Begitulah hari-hari Sakura berlalu di rumah sakit dengan bertukar cerita bersama Lady Tsunade atau dengan teman-temannya. Sakura juga terkadang bertukar pengalaman khususnya dalam merawat anak kepada Hinata dan Ino ketika ia diberitahu bahwa mereka hamil saat itu. Sekarang, keduanya telah memiliki seorang putri dan putra yang sangat lucu dan imut. Tentu saja, penurut dan tidak nakal seperti anak-anak yang tidak terdidik sama sekali.

Sakura memang menyukai anak-anak. Akan tetapi, jika anak-anak tersebut nakal dan tidak patuh, ia tidak segan-segan akan menghukum dan memberi mereka pelajaran. Sayangnya, beberapa orang tua terlalu menyayangi anaknya sehingga melakukan pembiaran ketika anak mereka berbuat kesalahan dengan dalih "dia masih anak-anak."

"Ibu."

"Em?" Pikiran kusut Sakura teralihkan kepada Satoru yang tengah berjalan di sampingnya seraya menggenggam tangan Sakura. "Ada apa, Satoru?"

"Bolehkah aku mam pelmen?"

"Tapi, tidak boleh berlebihan, ya?"

"Baik!"

Ya, segini saja Sakura sudah cukup bersyukur dengan kehidupannya. Hidup bersama pria yang ia cintai dan mencintai dirinya serta dikarunia seorang anak yang merupakan perpaduan di antara Kakashi dan Sakura. Satoru yang berambut perak namun memiliki mata emerald milik sang Ibu. Ditambah lagi dengan kehadiran Sasuke. Meski anak tersebut bukan berasal dari rahimnya sendiri, Sakura sudah menganggap Sasuke sebagai anaknya sejak saat pertama kali mereka mendapatkan tugas duo. Ah, berbicara tentang misi lima tahun yang ia dan Kakashi jalani mengingatkannya pada masa lalu.

Sungguh ingatan yang penuh dengan kenangan. Bagaimana misi jangka panjang berubah menjadi misi seumur hidup pada saat itu.

"Ibu mengapa aku berbeda dengan kalian?" Sasuke bertanya setelah Sakura dan Satoru tiba di rumah. Anak kecil tersebut hanya memandang kedua kakinya—tidak berani menatap mata Sakura yang sedang memandangnya intens seperti sedang meneliti. Sasuke sama sekali tidak bisa menebak apa yang Ibunya kini pikir akibat pertanyaannya barusan. Namun, ia tidak bisa berhenti sampai di sini saja karena menurutnya semuanya harus jelas. "Teman-teman bilang aku bukan anak kandung kalian."

"Dengarkan Ibu, Sayang." Sakura berkata lembut seraya menyesuaikan tingginya dengan tinggi Sasuke. "Sasuke memang bukan anak kandung Ibu dan Ayah. Tetapi, ingatlah bahwa kami memperlakukanmu dan menyayangimu sama seperti anak kandung kami. Jadi, jangan dengarkan perkataan orang lain yang jahat. Kamu mengerti, Sasuke."

Tetapi, Sasuke hanya terdiam saja membuat Sakura mendekap Sasuke ke dalam pelukannya. "Sasuke anak Ibu yang paling baik, pintar, dan ganteng. Kelak, kamu akan tumbuh sehebat Ayahmu, Kakashi. Jadi, jangan dengarkan kalimat orang yang ingin menjatuhkanmu."

"Benal." Satoru tiba-tiba ikut memeluk Sasuke. "Akak adalah Akak Catolu. Akak kandung."

Baju Sakura di bagian dada akhirnya basah akibat air mata Sasuke yang tengah menangis di dalam pelukannya. Hal tersebut membuat Sakura lantas mengelus pelan rambut Sasuke seraya menepuk-nepuk punggungnya. Setelah dirasa Sasuke telah mulai tenang, Sakura mendorong pelan tubuh Sasuke seraya memegang pundaknya. Dengan lembut, ia berkata,

"Ayahmu pasti khawatir kalau melihat kedua matamu yang bengkak. Jadi, berhentilah menangis, ya?"

"Baik, Ibu."

Dan, begitulah permasalahan yang ingin mengguncangkan rumah tangga Sakura berakhir dengan kedamaian seperti sedia kala. Hingga ketika Kakashi mengetahui apa yang terjadi kepada Sasuke, pria tersebut berubah menjadi lebih ketat lagi dalam memperlakukan anak-anak dengan kasih sayangnya yang berlimpah. Tanpa terkecuali dan tanpa melewatkan sesuatu. Tentu saja, anak-anak nakal yang telah mengganggu Sasuke telah Kakashi beri hukum sesuai dengan kenakalan mereka.[]

What's Wrong With Kakashi?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang