EPISODE 2 - MEET AGAIN

2.9K 230 29
                                    

Gerry

Gramedia, 2023

Sorakan penuh semangat terdengar memenuhi aula Gramedia Matraman ketika gue dan para tokoh lain hadir. Kamera juga flash yang menyala langsung menyorot ke arah kami yang masih berjalan membelah padatnya pengunjung yang hadir hari ini. Mereka terlihat begitu antusias menyambut kami, bahkan ketika gue sengaja melambaikan tangan ke arah mereka yang sudah memenuhi kursi pengunjung, sudah ada banyak tangan yang melambai dengan totebag maupun paperbag yang mereka acungkan tinggi-tinggi. Itu... untuk kami, kah?

Bukannya gue terlalu merasa tinggi dan percaya diri, tetapi lonjakan antusias itu memang sudah terasa sejak pertama kali kami diperkenalkan sebagai lakon dari tokoh sebuah cerita ternama. Beruntung, memang. Keputusan gue untuk menjadi bagian dari cerita yang memang sudah dicintai dan digemari banyak orang tidak pernah membuat gue menyesal. Orang-orang yang dengan tulus menyayangi gue sebagai Gerry maupun tokoh yang gue perankan, semuanya nyata dan terasa begitu besar. Sampai-sampai, gue pun kebingungan untuk merespons dan membalas kebaikan yang mereka berikan. Tapi, gue memantapkan diri untuk sepenuhnya menghibur mereka yang telah susah payah hadir hanya untuk bertemu dengan kami.

"KAK GERRY!"

"KAK, DADAH KE SINI, KAK!"

Itu suara-suara yang masih gue dengar bahkan ketika gue sudah berada di backstage. Acara sebentar lagi dimulai, jadi kami akan melakukan briefing terakhir sebelum acara Meet and Greet ini dimulai. Beberapa tokoh lainnya belum berada di backstage sebab masih terjebak di dalam ratusan penggemar yang berada di aula. Hal itu membuat gue memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh gue ke sandaran sofa yang tersedia.

Satu tangan gue meraih ponsel yang sedari tadi gue abaikan di dalam kantung jaket bomber berwarna hitam yang tengah gue kenakan. Tidak ada yang menarik awalnya, sampai ketika gue membuka aplikasi WhatsApp dan melihat beberapa pesan yang dikirim oleh dua orang berbeda, saat itu pula mood gue turun dan fokus gue berantakan.

Gue memutuskan untuk membuka pesan pertama yang isinya tidak pernah berubah sejak gue memiliki pekerjaan di Jakarta. Itu... Mama. Pesannya memang selalu sama, tetapi alasannya saja yang selalu berbeda-beda.

Mama

Ger, ada uang? Hari ini tagihan rumah sakit Papa udah masuk jatuh tempo.

Tagihannya 600ribu. Kalau ada, Mama minta tolong kirim, ya. Makasih banyak, Nak.

Gue mengembuskan napas yang terasa sesak di dada pasca membaca pesan tersebut. Tidak, gue sama sekali tidak keberatan setiap kali orangtua mempertanyakan finansial ke gue. Mereka hanya orangtua yang polos dan berpikir jika anaknya hidup nyaman dan baik-baik saja di kota orang. Hanya saja... itu yang berada di pikiran mereka. Namun kenyataannya, ketika gue membuka rekening digital yang ada di ponsel gue, nominal yang ada dengan jumlah yang dibutuhkan oleh Mama terlampau jauh berbeda. Apalagi, gue harus memikirkan cara bagaimana bertahan hidup sampai tanggal gajian yang masih menghitung beberapa hari lagi.

Me

Ada 500, Ma. 100-nya lagi nyusul kalau Gerry dapet bonus, ya?

Udah Gerry transfer

(SS bukti tf)

Gerry masih kerja, ya. Nanti Gerry hubungi pas lagi senggang. Doain Gerry lancar ya hari ini

Mama

Ok

Kalau udah ada kabarin Mama ya

Pesan itu pun gue biarkan dalam mode sudah terbaca tanpa ada niat untuk kembali membalasnya. Melihat bagaimana topik yang ada di dalam ruang pesan itu hanya tentang uang tanpa adanya kekhawatiran kabar anaknya, gue jadi mempertanyakan fungsi gue dalam keluarga. Tapi, tidak apa. Cukup mereka berpikir gue baik-baik saja, itu sudah meringankan lebih dari apa pun.

Kemudian, gue kembali mengirup napas dalam-dalam, mempersiapkan mental membaca dan menanggapi pesan selanjutnya. Pesan dari seseorang yang beberapa waktu belakangan ini benar-benar membuat fokus gue terganggu. Itu dari... Jess, kekasih gue yang entah mengapa menjadi lebih protektif dan penuh curiga setelah gue mengambil peran untuk projek tokoh fiksi ini. Bukannya tidak sayang, hanya saja dia tidak dapat mendukung gue ketika karir gue sedang dalam kondisi yang baik dan stabil. Padahal, cewek itu tahu perjuangan gue beberapa waktu ke belakang untuk mencapai titik ini, tapi... mengapa dia benar-benar tidak mengerti?

Mine

Sesibuk apa sih kamu?

Chat aku dari tadi nggak dibalas

Wkwk, udah sukses pasti lupa aku, kan?

Udah lah, Ger. Aku capek. Kamu maunya cuma dingertiin.

Aku tau, aku cewek yang nggak bisa apa-apa, yang sama sekali nggak pantes buat bersanding sama kamu

Mending sekarang, kita udahin aja.

Gue muak.

Selain tidak mengerti dengan kondisi gue, Jess adalah cewek penuh rasa insecure. Dia tampak tidak senang ketika gue sibuk di saat dia sedang struggle mencari pekerjaan. Dia selalu merasa rendah, padahal gue sama sekali tidak pernah menuntut dia untuk menjadi apa pun.

Apa gue selesaikan aja hubungan ini sama dia?

GAVRIELL "Tell the old you, I'm back"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang