2. Our Future Dream

775 43 10
                                    

Berbeda dgn Khaotung yg sekarang berada di tahun terakhir sebagai mahasiswa interior design di fakultas seni dan desain, First justru memilih berhenti dari kuliahnya di tahun keduanya.

First tidak terlalu baik dalam bidang pendidikan atau apapun itu yg mengharuskannya banyak menggunakan otaknya. Setelah memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya, First mengutarakan rencana masa depannya pada kedua orang tuanya. Yaitu impiannya untuk membangun dan memiliki cafenya sendiri.

Sudah sejak lama sekali First mengatakan ingin membangun bisnis miliknya sendiri. Bahkan sejak sebelum dirinya lulus dari sekolah menengah pertama. Melihat bagaimana keseriusan anaknya tentang hal itu, ayah First tidak berpikir dua kali untuk mendukung anaknya.

Selain dukungan dari kedua orang tuanya, First juga mendapatkan dukungan penuh dari seseorang yg akhirnya bisa dia kencani selama hampir empat tahun sekarang.

Khaotung, setelah berbagai macam rayuan yg First berikan padanya, akhirnya teman kecilnya itu berhasil dia dapatkan juga hatinya. Awalnya Khaotung tidak ingin menerima First karena keduanya yg sedang terpisahkan. First berada di Chonburi sementara Khaotung berada di Bangkok saat itu.

Tapi bukan First namanya jika dia menyerah begitu saja. Buktinya, meskipun selama hampir empat tahun menjalin hubungan jarak jauh, mereka masih baik baik saja sampai sekarang.

Khaotung bahkan berakhir kembali ke Chonburi dan melanjutkan kuliahnya dgn sistem daring. Khaotung hanya akan kembali ke Bangkok saat ada ujian. Dan itu semua dia lakukan hanya agar bisa bersama dgn First tanpa ada jarak yg memisahkan mereka lagi.

"Tidak tidak, itu terlalu mencolok, First."

Khaotung kembali menggeser layar ipad milik First. Sejak pagi tadi keduanya disibukkan dgn memilih furniture untuk cafe milik First. Pembukaan akan di lakukan beberapa hari lagi, tapi First maupun Khaotung belum juga memutuskan kursi dan meja mana yg cocok untuk para pelanggan nantinya.

"Tapi kau menyukai warna oranye, kan?"

Tidak salah tapi tidak juga bisa di benarkan. Konsep warna cafe milik First adalah monokrom, akan sangat aneh jika warna seterang itu berada di antara hitam dan putih di dalam sana.

"Bagaimana dengan yg ini?"

Kali ini sofa berwarna hitam di tunjukkan oleh First. Warnanya memang sudah cocok, tapi modelnya seperti sofa tua yg ketinggalam jaman.

"First, kau sedang memilih kursi untuk cafe mu atau rumah nenekmu hah?"

Lagi-lagi Khaotung tidak setuju membuat First menggaruk kepalanya frustasi. Sudah begitu banyak gambar yg mereka lihat tapi sama sekali tidak ada yg cocok di mata Khaotung. Maklum saja, Khaotung adalah mahasiswa desain interior tentu saja pandangannya berbeda dgn First. Dia harus memikirkan keindahan ruangan tersebut bukan hanya sekedar terlihat bagus seperti kata First.

"Sudahlah kau saja yg memutuskan sendiri, pilih saja apa yg menurutmu bagus. Lagipula aku juga akan menyetujui apapun pilihanmu."

First menyerahkan benda elektronik itu pada Khaotung. Matanya juga sudah mulai lelah karena memandangi layar ipad terlalu lama. Otot otot punggungnya juga mulai terasa pegal, ternyata menata cafe kecil miliknya itu cukup melelahkan juga.

First membaringkan tubuhnya di samping Khaotung dgn menggunakan paha Khaotung sebagai bantalnya, membuat sang empunya ikut menegakkan punggungnya agar First lebih nyaman berbaring di pangkuannya.

"Kenapa aku yg memutuskan? Kau kan pemiliknya."

Khaotung terlihat serius tapi menggemaskan di saat yg bersamaan. First yg memandangi wajahnya dari bawah pun hanya bisa tersenyum karenanya.

The Way To Love You (FirstKhaotung) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang