"kenapa tidak datang bersama Khaotung, ibu merindukannya."
Benar,
Setelah pertengkaran hebat mereka, First memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya meninggalkan Khaotung sendirian. Mereka memerlukan waktu sendirian untuk sama sama berpikir dan mendinginkan kepala."Aku akan membawanya nanti. Khao masih sibuk dgn tugas tugasnya, Bu."
Sang ibu hanya mengangguk paham, sudah lama memang dia tidak bertemu dgn calon menantunya itu. Setiap kali ibunya meminta First pulang bersama Khaotung, anaknya itu slalu beralasan sibuk dan sebagainya.
"Kapan kau datang?"
Ayah First yg baru keluar dari dalam kamar pun segera bergabung dgn anak dan juga istrinya yg sedang menikmati sarapan mereka.
"Beberapa saat yg lalu."
First memang datang ketika menjelang pagi tepat ketika mengakhiri pertengkarannya dgn Khaotung yg tidak menemukan penyelesaiannya. First sampai di rumahnya dan langaung masuk begitu saja tanpa menyapa kedua orang tuanya lebih dulu. Ibu First juga terkejut awalnya ketika melihat anaknya keluar dari dalam kamar tidur lamanya tadi.
"Kau bertengkar dgn Khaotung? Tidak biasanya kau pulang kemari."
Pertanyaan dari ayahnya sontak saja membuat First tersedak nasi yg sudah hampir ditelan. First sudah berusaha membuat ekspresi wajah sebiasa mungkin agar orang tuanya tidak curiga, tapi sang ayah justru melemparkan pertanyaan itu.
"Apa aku harus bertengkar dgn kekasihku dulu baru boleh pulang?" First menjawab setelah meneguk habis air dalam gelasnya.
"Ayah hanya bertanya. Biasanya kau tidak pernah mau pulang apalagi saat ibu mu meminta untuk membawa Khaotung. Kau takut kekasihmu di ambil alih ibu mu atau bagaimana?"
Ayah dan ibu First tertawa setelahnya, sementara First hanya tertawa pelan sebentar sebelum kembali terdiam. Matanya tertuju pada sepiring nasi lengkap dgn lauk pauknya. First tidak lagi menyuapnya dan hanya memainkan sendok di atasnya.
"Apa Khaotung sudah makan?"
"Apa dia sudah bangun? Atau mungkin dia belum tidur setelah bertengkar dengannya?"
First mengingat dgn jelas bagaimana Khaotung menatapnya sebelum dia pergi. Wajahnya yg di penuhi dgn air mata kini mulai mengganggu pikiran First.
"Aku ingin menelfon Khaotung sebentar."
First meraih ponsel di sampingnya lalu kemudian pergi meninggalkan kedua orang tuanya. First juga mendengar ibunya yg berteriak meninta First menyampaikan salamnya pada Khaotung.
First tidak langsung menghubungi Khaotung seperti yg dia katakan tadi. Ponsel di tangannya hanya dia putar putar sembari menatap kosong jalanan depan rumahnya.
Haruskah dia menelpon Khaotung?
Tapi mereka masih dalam situasi yg tidak menyenangkan.Atau lebih baik menunggu Khaotung yg mencarinya lebih dulu?
Ya, First tidak akan melembutkan hatinya pada Khaotung kali ini. Setidaknya Khaotung harus mengerti jika dalam setiap permasalahan bukan hanya First yg harus menurunkan egonya, tapi mereka berdua harus melakukannya.Pada akhirnya First mengurungkan niatnya untuk menghubungi Khaotung. Kakinya bergerak masuk kembali ke dalam rumah. Namun baru beberapa langkah ponselnya berdering cukup nyaring. Awalnya First pikir itu adalah Khaotung, dgn semangat First memperhatikan layar ponselnya. Tapi ternyata,
"Ada apa, Mark?"
Senyum First menghilang ketika tau ternyata Mark yg menghubunginya. Mark mengatakan kalau dirinya tidak bisa datang ke cafe hari ini. Padahal First sudah berniat untuk beristirahat seharian di rumah orang tuanya, biar Mark saja yg berada di cafe. Semua harus di urungkan dan First harus pergi membuka cafe sendiri hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way To Love You (FirstKhaotung) ✔️
Fanfic"... Pada akhirnya, aku masih bersamamu bukan lagi karena cinta melainkan karena terbiasa." - First Kanaphan - "apakah hidupmu akan lebih baik tanpa aku?" - Khaotung Thanawat - "aku kehilangan dirimu yang artinya aku juga kehilangan hidupku." - Fir...