I

5.3K 187 3
                                    

Maka begitulah cinta, ketika diharapkan untuk datang, entah dimana keberadaannya. Namun ketika semua dipasrahkan, ia muncul dengan penuh keterkejutan.

Haechan sudah lama memendam perasaannya pada seseorang yang disebut sebagai teman lama. Terlalu sering menghabiskan waktu bersama membuat ia lupa untuk tetap menempatkan perasaannya pada tempat yang seharusnya, sebagai seorang sahabat.

Ia tak bisa lari, tak bisa pula menghindarinya. Hingga ia akhirnya pasrah, entah kemana takdir akan membawa cintanya. Apakah akan bertemu pada muara yang sama, atau berpisah pada aliran yang berlawanan.

Itu dia, Jaemin. Cinta-nya Haechan. Jaemin yang selalu berusaha untuk menjadi penolong nomor satu Haechan. Selalu ada saat dibutuhkan, dalam kesedihan ataupun kebahagiaan. Pria itu terlampau menyayangi Haechan-nya. Sahabatnya. Atau mungkin cintanya, namun ia tak kunjung menyadarinya?

"Lo pernah suka sama orang ga sih, Chan?" tanya pria itu tanpa melihat lawan bicaranya. Ia sibuk menatap langit malam penuh bintang di atas sana.

"Ga kebalik? Harusnya gue yang nanya begitu ke lo, Na" jawab Haechan menatap tak percaya atas pertanyaan sang lawan bicara.

"Apa lo tiba-tiba ilang ingatan? Gue kurang sering apa coba nyeritain orang yang gue suka ke lo?" lanjutnya.

"Maksud gue tuh suka yang beneran suka. Yang lo sering ceritain ke gue cuma sekedar kagum doang kan? Gue tau lo ga bener-bener suka sama mereka". Jaemin menatap Haechan sambil mengangkat tangannya ke arah rambut Haechan lalu menyampirkan rambut yang sudah mulai memanjang  itu ke telinga sahabatnya.

Mata saling beradu, menyelam jauh pada masing-masing lawan bicara. Mencari entah apa yang ingin mereka cari, berusaha memberi entah apa yang ingin mereka beri. Berharap bisa tersampaikan walau tanpa terucap kata.

Haechan tersadar, memutus tatapan keduanya yang mulai membuat hatinya bergemuruh tak karuan. "Lo gimana? Banyak yang ngantri kok masih betah sendiri" 

Kekehan kecil Jaemin keluarkan. Lalu, ia berucap, "Masih belum nemu yang pas aja. Lagian kalo gue punya pacar, terus lo gimana? cukup sekali ya, dulu gue pacaran tapi malah disuruh jaga jarak sama lo. Gak bisa gue, Chan."

"Iya juga ya, dulu pacar lo nyuruh lo jauhin gue. Gak tau aja dia kalo Jaemin yang duduk disamping gue ini gak bisa jauh dari gue" Haechan tersenyum miring menatap penuh percaya diri ke arah Jaemin.

Jaemin menangguk setuju, ia memang tak bisa jauh dari sahabatnya. Haechan itu nomor satu. Tidak bisa digantikan sekalipun pacarnya --yang sekarang mantan pacar.

"Tapi kalo nanti gue ninggalin lo, gimana?" 

Jaemin bingung, sampai satu alisnya terangkat penuh tanya. "Lo mau kemana emang? Gak usah ngaco kalo ngomong Chan, gue gak suka".

"Kan  gak ada yang tau, Na. People come and go, kita gak akan selalu bisa bareng terus."

Kesalnya tak bisa dihindari. Apa-apaan Haechan ini, tiba-tiba berkata seperti benar-benar akan meninggalkannya. Jaemin tahu, akan ada saat dimana orang-orang akan saling meninggalkan, namun tidak untuk dirinya dan Haechan. Jaemin tidak pernah berpikir seperti apa yang barusan diucapkan sahabatnya. 

Pelukan dirasakan, Jaemin memeluknya erat. "Gue gak akan ninggalin lo, dan lo gak akan ninggalin gue." ucap Jaemin tepat di ceruk leher Haechan yang terasa dingin itu.

Balasan Jaemin dapatkan, Haechan memeluk sama eratnya. "Tapi kita gak bisa selalu bareng, Na. Emang lo ga mau ketemu jodoh lo? Lo ga mau nikah?"

Jaemin tak menjawab, ia diam memikirkan yang baru saja diucapkan si manis dalam pelukannya. Rasanya terlalu jauh untuk memikirkan jodoh dan pernikahan. Mereka masih terlalu muda untuk itu semua, pikirnya.

Nahyuck OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang