Tenang, damai. Salah dua dari banyaknya alasan mengapa banyak orang sukai satu waktu yang sering disebut malam.
Ada bulan, juga ada bintang. Ketika gelap malam, langit jadi lebih ramai. Bahkan awan tetap terlihat walau tidak sejelas saat matahari ada. Sedang siang, warna-warni bintang masih kalah sinarnya dengan sang surya.
Haechan suka siang. Terang, dia dapat lihat makhluk hidup bumi dengan jelas.
Haechan suka siang. Matahari adalah arti dari namanya.
Dan Haechan suka siang, manis senyumnya lebih jelas kentara.
Begitu, sebelum ia bertemu sosok yang hanya bisa ditemui saat matahari terbenam. Ketika baskara diganti rembulan, ditemani warna-warni kecil yang jumlahnya ribuan bahkan seksatriliunan.
Haechan jadi suka malam, karena sosok indah yang dicipta ketika Tuhan tersenyum bahagia bisa ditemuinya saat gelap dunia diterangi bulan.
Dia di sana, duduk bersandar di bawah pohon. Tersenyum ingat bagaimana pertemuannya dengan sosok manis yang ditemuinya saat lelaki itu lindungi seekor rusa yang diserang dua kawanan harimau.
"Jaemin!"
Di bawah terangnya bulan dalam fase purnama, cahayanya sempurna ketika dapat tampakkan senyum manis sosok yang ditunggunya sejak beberapa menit lalu.
Si tampan dengan senyum menawan segera berdiri. Tepuk atasan pakaian yang bersentuhan langsung dengan rerumputan dan tanah, kemudian berjalan hampiri si manis yang senantiasa umbar senyum manis tunggui Jaemin mendekatinya.
"Sudah lama menunggu?"
Jaemin menggeleng. Sekalipun harus dia tunggui 30 menit bahkan beberapa jam, ia tetap akan gelengkan kepalanya. Baginya, menunggu dengan waktu selama itu sepadan dengan apa yang akan dilihatnya ketika pertemuan itu tiba.
"Tidak terasa waktu yang habis terpakai, selama anda yang saya tunggui."
Haechan tersenyum malu, ia palingkan wajah sebagai reflek kalau dia tersipu.
Dua orang yang begitu kontras perbedaan pakaiannya ayunkan kaki melangkah. Kemanapun, selama mereka berjalan bersisian.
Jaemin pakai hanbok polos, atasannya berwarna biru dengan putih pada bagian kerahnya, dan baji—celana berwarna merah muda pucat. Dia juga pakai topi—gat yang bagian bawah pinggirannya lebar membentuk lingkaran dengan tali yang dia ikatkan di bawah dagu.
Sedang Haechan pakai chiton polos warna putih belak, yaitu kain bahan linen yang dililitkan pada tubuh dengan bagian bawah hanya sebatas lutut. Pada kedua tangan lengan bawah dan kaki terdapat pelindung berbahan kulit. Di belakangnya menggantung busur dan kantong berisi anak panah.