Dia, sang pelebur ragu.

578 59 10
                                    

Denting bunyi dari hitam dan putih tuts piano mengalun indah mengisi ruang kosong dalam rumah, menjangkau semua sisi yang di mampunya. Menyusun nada-nada yang menyatu menjadi sebuah melodi syahdu, siap manjakan sesiapa yang mendengar. Tangan lentik itu terus tekan bilah piano dengan pejaman mata. Menghayati setiap melodi yang dia cipta dari kerja keras otaknya.

Dalam bangunan megah itu, hanya dia seorang diri. Sedang pasangannya masih dalam perjalanan pulang ke sini. Begitu yang dia dapatkan dari sebuah pesan singkat setengah jam lalu.

Sejujurnya, kepalanya ribut. Berbagai pikiran menyesak dada terus kuasai isi kepalanya sejak berapa jam lalu.

Itu, tentang pasangannya.

Na Jaemin. Seseorang yang jabat kepala rumah tangga dalam status hubungan mereka. Seseorang yang miliki gelar pasangan hidupnya.

Na Jaemin. Suaminya.

Ketika pikiran tentang hubungan perkenalan mereka yang tak berlangsung lama lalu segera ucapkan janji suci pernikahan, seakan menjadi bencana tak kasat mata yang Haechan rasakan.

Dia, meragu. Tentang perasaan Jaemin yang bisa saja, belum sepenuh hati mencintainya.

Dia meragu, mungkin saja dirinya jadi pilihan untuk gantikan si 'yang tercinta' dari masa lalu suaminya.

Entah. Haechan selalu berusaha pendam semuanya agar tak memancing pertengkaran dalam rumah tangga. Tapi sayangnya, bagai hanahaki yang tumbuh halangi jalan napas hingga terasa sesak, Haechan semakin merasa tak tenang. Gelisah yang mengganjal menjelma jadi sesak yang nyata.

Buah pikirannya menyiksa secara perlahan.

Demikian itu, jadi alasan Haechan duduk di depan piano dengan jemari yang terus ciptakan melodi baru. Berharap suasana hatinya bisa jadi lebih baik seiring indahnya ritme itu mengalun apik masuk rungunya.

Samar terdengar derap langkah seseorang yang semakin mendekat ke arahnya, sedikit berlari, pria itu hampiri si manis dengan senyum menawan menghias wajah sebagai pelengkap sempurnanya ciptaan Tuhan yang satu itu.

Tangan besarnya mengalung teratur pada leher jenjang si manis suami kecilnya, rekah senyumnya masih tertinggal di sana. Yang sayangnya, Haechan tak bisa lihat sebab matanya masih terus dipejam.

Tak ada kaget sejak awal lengan suaminya melingkar di perpotongan lehernya, pun dia tak perlu repot menoleh karena tahu itu pasti Jaemin. Wangi parfum yang menyatu dengan keringat pria itu terlampau dikenalnya. Menjadi candu yang selalu ingin direngkuh indra penciumnya. Berhasil mencipta senyum tak tertahan, ribut dalam kepala menghilang. Seketika ragu menjauhinya begitu Jaemin ada di dekatnya.

"Miss me already?"

"I miss you every second when I'm not with you."

Nyatanya Haechan masih tersipu setiap dengar kalimat itu, padahal usia pernikahan mereka sudah menginjak 5 tahun. Memang hanya sebuah kalimat rindu, tapi percayalah, Haechan merasa berarti ketika Jaemin ucapkan rindu.

Ada kecup yang mendarat beberapa kali di pucuk kepalanya. Dan selalunya memang begitu. Jika Haechan menggemari aroma parfum bercampur keringat milik suaminya, maka Jaemin menyukai aroma sampo yang diserap rambut ikal milik si cinta.

"Aku baru denger melodinya. Kamu barusan buat?" bahwasanya, Jaemin  selalu ingat setiap melodi yang Haechan ciptakan dari otak brilian yang tersalur melalui jemari lentik nan ajaib itu.

"Hmm." Haechan mengangguk dengan netra yang sekarang perhatikan gerak tangannya pada setiap bilah piano di hadapan. Beri pertunjukan gratis pada seorang penonton istimewa di belakangnya. Sukses undang anggukan lain dari Jaemin yang berdiri di belakangnya.

Nahyuck OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang