Aleyna berjalan di belakang Steven. Sudah 3 kali mereka mengelilingi daerah ini. Entah apa yang dicari Steven sebenarnya karena Aleyna tidak begitu penasaran dan tidak ingin tahu. Dia hanya mengikuti kemara arah langkah laki-laki yang seminggu ini dia kenal.
Hubungan aleyna dan Steven berjalan lancar seperti yang diinginkan oleh Steven. Bahkan kini mereka menjadi sangat dekat. Steven setiap hari menemani Aleyna berbelanja dan juga berjualan bahkan dia juga beberapa kali menemani Aleyna mengantar pesanan yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal Aleyna. Dan kini berganti Aleyna yang menemani Steven berjalan-jalan menikmati kota Baghdad. Namun ini sudah ketiga kalinya mereka mengitari daerah Baghdad Governorate tanpa mampir ke dalam Museum.
"Kamu lapar?" tanya Steven yang tiba-tiba berhenti dan membalikkan badannya. Sontak hal itu membuat Aleyna ikut berhenti mendadak agar tidak menabrak tubuh bidang Steven.
"Kenapa harus tiba-tiba begitu berhentinya." Keluh Aleyna dengan memanyunkan bibirnya.
Steven terkekeh pelan. Dia terlihat bahagia sudah berhasil membuat Aleyna sebal. "Ayo makan. Sedari tadi kita hanya berjalan saja." Kata Steven kemudian.
"Syukurlah," Kata Aleyna singkat.
Aleyna kini berjalan lebih dulu, dia yang akan memilihkan tempat untuk mereka makan siang ini. Tidak jauh dari tempat mereka berada sekarang sekitar 200 meter ada kedai sederhana milik mahasiswa Indonesia yang menjual beberapa macam makanan khas Indonesia seperti Soto Lamongan, Lontong Balap Surabaya, Bakso Solo, Mi Ayam Pangsit Jakarta, dan Pecel Ayam. Pastinya untuk orang yang sedang merantau dan sedang rindu dengan makanan Indonesia kedai itu cocok dijadikan tempat berkunjung. Dan harga yang pas di kantong mahasiswa membuat Aleyna sering mampir di kedai tersebut.
"Kamu tidak gerah mengenakan jilbab panjang seperti itu?" tanya Steven. Namun ini menggunakan kata-kata yang cukup halus.
"Tidak." Jawab Aleyna sambil menggelengkan kepalanya.
"Sudah lama pakai jilbab?" tanya Steven lagi. Kini setelah meneguk air putih yang telah dihidangkan.
"Sejak kecil. Orang tuaku selalu mengajarkan aku untuk menutup aurat. Aku juga dulu hidup di pondok pesantren jadi sudah terbiasa memakai seperti ini." Kata Aleyna menjelaskan.
"Kamu tidak risih dengan agamaku?" tanya Steven pelan. Pasalnya mereka berbeda agama namun Steven ingin memiliki hubungan yang lebih dari teman.
"Selama kamu tidak mengganggu agamaku." Jawab Aleyna singkat.
Steven hanya mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Dia berpikir akan susah mendapatkan Aleyna mengingat Aleyna yang begitu taat dengan agamanya.
"Kenapa kamu tidak fokus sama kuliahmu saja? Kenapa kamu sambil berjualan?" tanya Steven lagi yang kini mulai ingin masuk ke masalah pribadi Aleyna.
Aleyna menghentikan makannya. Dia tidak suka setiap kali orang bertanya hal itu kepadanya karena itu sama saja mengingatkannya kepada keluarganya yang ada di Indonesia. Memang benar dia berjualan karena memang ada alasan yang kuat. Dan dia tidak bisa apa-apa di negeri orang jika dia tidak menyambi dengan berjualan.
Steven yang melihat perubahan raut wajah Aleyna memilih untuk meminta maaf dan tidak melanjutkan pertanyaannya lagi. Dia tahu jika pertanyaannya cukup sensitif hingga membuat sikap Aleyna berubah.***
Aleyna berdiri di depan masjid Tujuh Belas Ramadhan. Ini pertama kalinya dia mengunjungi masjid yang besar dan cukup bersejarah di Kota Baghdad. Matanya berbinar ketika dia melihat bangunan di depannya, bahkan ia sampai tidak mengedipkan kedua matanya. Tidak bisa di pungkiri jika ia begitu takjub dengan apa yang dia lihat. Arsitekur khas Timur Tengah dengan kubah masjid yang megah berwarna biru menambah masjid terlihat begitu gagah.
Perlahan, langkah demi langkah Aleyna mendekati gerbang masjid. Dia berjalan semakin ke dalam. Tujuannya datang ke Masjid tersebut untuk sebuah penelitian dan juga dia akan menjalankan sholat Dhuhur sekalian. Setelah pulang dari kuliah tadi dia langsung berbelanja sambil menunggu para laki-laki selesai sholat jumat.
Aleyna menuju tempat wudhu. Dia menyibakkan sedikit jilbabnya dan mulai membasuh kedua tangannya dengan air. Setelah itu dia kembali membenarkan jilbabnya dan melangkah masuk ke dalam masjid. Mengeluarkan mukena yang selalu dia bawa dan mulai mendirikan sholat. Aleyna khusu' dalam sholatnya hingga dia tidak sadar jika ada yang memperhatikannya.
Aleyna membereskan mukenanya. Sejenak dia membuka buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Buku yang berisi tentang riwayat Khalifah Harun Ar-Rasyid. Dahulu dia sangat senang membaca atau mendengarkan kisah-kisah para Khalifah ataupun sahabat Rasullullah. Dari cerita-cerita yang dia dengar dan dia baca, dia mengidolakan beberapa sahabat Rasul bahkan dia juga mengidolakan Khalifah Harun bahkan dia juga meneledani dan mengamalkan sikap para orang-orang mukmin.. Seharusnya tugasnya kali ini tidak begitu sulit untuk dia namun karena beberapa bulan ini dia lebih sibuk mencari penghasilan membuat dia melupakan sikap mulia yang pernah dia pelajari.
"Jika Khalifah sering membagikan hartanya untuk rakyat, mengapa aku tidak hidup di zaman Khalifah saja jadi aku tidak perlu susah mencari penghasilan seperti ini." Gumam Aleyna pelan.
Ya, Khalifah Harun Ar-Rasyid memang seorang Khalifah yang mulia. Dia tegas dan dermawan. Tidak ada kemiskinan di masa pemerintahannya. Semua rakyatnya hidup makmur dan terjamin. Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sering menyamar di malam hari untuk melihat kondisi rakyatnya. Dia ingin tahu secara langsung bagaimana kehidupan rakyatnya. Apakah masih ada rakyatnya yang hidup dalam kekurangan.
Aleyna menjadi iri. Dia menganggap hidupnya sekarang berantakan. Dia harus mencari makan sendiri. Sebenarnya bisa saja dia pulang ke Indonesia seperti yang di minta oleh orang tuanya namun dia merasa akan sia-sia jika dia pulang begitu saja sebelum dia menuntaskan pendidikannya. Perjuangannya selama 3 tahun ini tidak menjadi apa-apa jika dia pulang terlebih dahulu. Jadi dia memutuskan untuk tetap melanjutkan pendidikannya waluapun dia harus bekerja.
Dia berjalan menyusuri setiap sudut masjid. Setiap ada celah atau ruangan dia berusaha untuk melihat. Dia berpikir siapa tau bisa menemukan informasi yang bisa dia gunakan untuk mengerjakan tugas kuliahnya.
Baru dia berjalan ke samping masjid dia sudah mendengar seorang perempuan berambut ikal sedang adu argumen dengan perempuan berhijab yang mungkin adalah temannya. Aleyna menghela napas dia ingin pergi saja daripada mendengarkan perdebatan yang dia tidak tahu awal permasalahannya. Namun dari yang dia dengar, sepertinya mereka berdebat masalah Khalifah Harun Ar-Rasyid. Aleyna kembali memperhatikan mereka dengan seksama dan benar saja Aleyna mengenal mereka semua karena mereka satu kampus dan mendapatkan tugas yang sama.
"Bukankah mereka Anzilla dan Mahin?" gumam Aleyna bertanya pada dirinya sendiri. Dia lantas mendekati kedua temannya itu. Dia berpikir jika dia bergabung dengan teman-temannya akan membuatnya mengerjakan tugas lebih ringan. Namun nyatanya dia tambah pusing mendengar keduanya sedang adu argumentasi.
"Lalu kamu tahu Harun baik itu dari siapa? Adakah kamu, atau semua umat muslim di dunia ini sudah membuktikan sendiri? Atau sama sepertiku yang hanya mendengar cerita dari satu mulut ke mulut?"
Mendengar pertanyaan keras dari Anzilla membuat Mahin memilih untuk diam. Gadis itu tidak lagi menanggapi ucapan-ucapan Anzilla yang menyangkal kebaikan Khalifah.
"Sama sepertimu yang tidak percaya kebenaran berdasarkan dongeng, aku pun begitu. Kecuali aku bisa bertemu Raja mesum dan kejam secara langsung untuk membuktikan ucapanmu. Itu pun kalau ada portal ajaib yang mampu membawaku ke zaman kerajaan." Lanjut Anzilla yang terus berceloteh.
Kali ini Mahin seperti ingin menanggapi namun sebelum gadis itu membuka mulutnya datang seorang gadis muda yang tidak asing bagi mereka. Gadis itu ada Zura.
"Ngomong-ngomong soal Khalifah Harun, berdasarkan rumor yang pernah aku dengar, masjid ini diduga sebagai titik pusat Baitul Hikmah, lho. Kenapa kita tidak mencoba keliling masjid saja?" Zura menghela napas. "Siapa tahu kita bisa menemukan portal ajaib yang dimaksud Anzilla." Lanjut Zura.
Aleyna mendengarkan pembicaraan mereka bertiga dan dia jadi ikut penasaran. Namun ketika berpikir secara logika portal ajaib yang dibicarakan oleh Anzilla tadi adalah hal yang mustahil. Bagaimana mungkin di abad 21 masih ada portal ajaib yang bisa membawa mereka kembali ke zaman Khalifah Harun.
Namun Aleyna berpikir tidak ada salahnya jika dia ikut teman-temannya mencari portal ajaib itu.
Akhirnya Mahin, Anzilla, Zura dan beberapa teman lainnya mengelilingi masjid 17 Ramadhan itu. Mereka memasuki setiap lorong yang ada di masjid, naik ke lantai atas dan mereka tidak menemukan apapun. Kemudian mereka kembali turun berada di lantai sebelumnya hingga akhirnya Zura menemukan sebuah ruangan di bagian belakang masjid dengan pintu sedikit terbuka. Gadis itu iseng masuk ke dalam ruangan itu dengan mengajak seluruh teman-temannya.
Seluruh mahasiswa masuk ke dalam ruangan rahasia itu namun didalamnya sangat gelap hingga mereka harus mengeluarkan ponsel masing-masing untuk membantu mereka melihat isi ruangan. Banyak lukisan yang tergantung di dinding lorong. Aleyna memperhatikan setiap lukisan yang dia lihat. Di otak Aleyna membayangkan lukisan-lukisan itu. Hingga akhirnya Mahin menemukan lukisan seorang pria berjubah sedang memberikan sebuah jam pada orang lain. Aleyna ikut memperhatikan lukisan yang ditunjukkan oleh Mahin itu. Dia mengingat-ingat kembali buku-buku yang pernah dia baca. Dia jadi teringat tentang Khalifah Harun yang memberikan hadiah kepada Charlemagne.
Sebenarnya jam air bukan satu-satunya hadiah yang diberikan Khalifah Harun untuk Charlemagne, namun hadiah itu yang paling sering dibicarakan.
Sayangnya, keberadaan jam air itu tidak bertahan lama karena dihancurkan oleh bangsa eropa yang menganggap jam air itu berisi jin.
Mahin mengeluarkan lukisannya dari dalam tas. Dia berkata memberikan informasi tentang jam air kepada teman-temannya namun Anzilla yang enggan mendengar pembicaraan Mahin dan lainnya memilih menyusuri lorong. Hingga dia menemukan sebuah sebuah cekungan layaknya tempat imam. Namun cekungan itu terhalang papan atau pintu.
"Waahhh.. apakah ini jam air yang dibahas Mahin tadi?" tanya Zura.
"Bisa jadi." Jawab Mahin sambil mengangguk.
Mereka kembali berdebat karena pembicaraan sebelumnya yang mengatakan jam itu sudah dihancurkan. Tak lama setelah itu alarm jam itu berbunyi dengan nyaring. Semua mahasiswa terlihat begitu panik namun sebelum mereka keluar dari ruangan itu kaki mereka seakan tidak bisa menopang tubuh mereka lagi. Satu persatu mahasiswa tumbang tak sadarkan diri. Begitu juga dengan Aleyna yang sudah tergeletak dilantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Iman di hati Aleyna
SpiritualBagai perahu kayu yang mulai rapuh ditengah gelombang dan menabrak batu karang. Mungkin itu adalah perumpamaan yang tepat untuk Aleyna. Gadis muda yang keimanannya mulai pudar. Dikhianati oleh keluarganya sendiri dan di temani oleh kekasihnya yang b...