Suara muadzin yang menggema membangunkan seluruh umat. Tak terkecuali Aleyna yang semula masih terlelap. Terlempar ke Dinasti Abbasiyah membuat dia mulai menerima takdirnya. Melakukan aktivitasnya sehari-hari sebagai Habibah, Umma Hayfa yang sehari-hari berdagang di pasar.
Aleyna bangkit, dia berjalan pelan keluar rumah. Suasana masih sangat gelap namun beberapa orang sudah berseliweran. Mereka menuju masjid yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Sebenarnya ada banyak masjid yang telah dibangun oleh Khalifah jadi rakyat tidak perlu berjalan jauh untuk ke tempat peribadatan.
"Umma, ayo kita berangkat." Kata Hayfa mengajak Aleyna pergi ke tempat peribadatan.
"Iya." Jawab Aleyna singkat. Dia mengikuti Hayfa dari belakang dan saling bertegur sapa dengan warga lainnya.
Di sepanjang perjalanan Aleyna memperhatikan sekitar. Bangunan-bangunan yang kokoh berdiri dengan garang. Di lihat dari arsitekturnya, Aleyna yakin jika ini di kerjakan oleh orang-orang yang profesional dan sangat teliti hingga tidak terlihat kekurangannya.
Sama halnya dengan masjid yang saat ini dia pijak. Memang masjid ini tidak semewah masjid yang biasa dia lihat pada abad ke-21 namun untuk masa Dinasti Abbasiyah, masjid ini sudah bagus dan megah dengan arsitektur yang berwarna cream pada umumnya.
Seorang imam masjid datang lengkap dengan sorbannya. Terlihat begitu berwibawa. Melihat Sang Imam semua makmum langsung berdiri dan merapatkan shafnya. Begitu juga dengan Aleyna yang mengambil posisi sholat di sebelah Hayfa. Dia menunaikan kewajibannya itu namun dengan suasana hati yang gelisah.
Bohong jika Aleyna tidak gelisah dan takut. Walaupun dia sudah bisa menerima keberadaannya namun tetap saja dia ingin kembali ke tempat asalnya. Hanya saja saat ini dia belum punya cara untuk kembali.
"Hayfa apa kamu tau tentang jam raksasa yang dihadiahkan Khalifah untuk Charlemagne?" tanya Aleyna pada Hayfa.
Hayfa mengerutkan keningnya. Dia memang pernah mendengar jam itu namun dia tidak yakin dengan keberadaan jam tersebut. "Hayfa kurang tau, Umma." Jawab Hayfa pelan.
Aleyna hanya bisa menghela napas. Pupus sudah harapannya untuk mengetahui tentang jam itu. Karena dalam pikiran Aleyna dia bisa saja kembali lagi jika dia mendengar bunyi alarm jam itu. Tetapi kini keberadaannya saja dia tidak tahu bagaimana mungkin dia bisa mendengar alarm jam itu.
"Ya sudah ayo lebih cepat jalanmu biar kita bisa segera sampai di rumah." Kata Aleyna dengan ketus.
"Umma.." Panggil Hayfa pelan.
"Apa?" jawab Aleyna masih dengan nada ketusnya.
"Seingat, Hayfa, Hayfa pernah mendengar tentang jam itu." Lanjut Hayfa.
Seperti mendapatkan sedikit angin segar. Aleyna menghentikan langkahnya. Dia kembali mendekati
Hayfa dan berharap mendapatkan jawaban yang lebih bagus.
"Dimana letaknya?" tanya Aleyna dengan cepat. Dia bahkan memajukan wajahnya berdekatan dengan wajah Hayfa.
"Umma kenapa tiba-tiba tertarik dengan barang-barang Khalifah Harun? Bukannya kemarin Umma tidak mempercayai Khalifah?" Protes Hayfa kepada Aleyna. Dia masih ingat bagaimana Aleyna kemarin menjelek-jelekkan Khalifah dan seakan-akan menganggap Khalifah adalah seseorang bermuka dua.
Aleyna memutar bola matanya sembari berpikir. "Saya tanya tidak percaya dengan Khalifah tapi saya percaya keberadaan jam raksasa itu." Jawab Aleyna berkelit.
"Sama aja itu barang milik Khalifah. Jika Umma tidak percaya dengan Khalifah pasti jam raksasa itu juga hanya barang sihir." Jawab Hayfa tidak mau kalah dari Aleyna.
Aleyna terkejut dengan kata terakhir Hayfa. Ya, mungkin saja jam itu ada sihirnya hingga membuat dia dan mungkin teman-temannya terdampar di zaman Khalifah. Entah apa tujuan jam itu menarik dia ke zaman ini namun yang diinginkan oleh Aleyna hanyalah bisa kembali ke tempat asalnya.
"Ayo, Umma kenapa malah bengong." Ajak Hayfa sambil menarik tangan Aleyna.
"Tunjukkan keberadaan jam itu." Kata Hayfa lagi yang masih tidak mau menyerah.
Hayfa menghela napasnya. Dia tidak mengerti mengapa Ibunya ini begitu terobsesi dengan jam raksasa milik Khalifah tersebut.
"Kamu tidak bisa menentang permintaan ibumu sendiri, Hayfa. Atau kamu ingin menjadi anak durhaka saja." Kata Aleyna lagi. Kini dia memanfaatkan dirinya yang masuk ke dalam tubuh seorang ibu paruh baya yang sedang meminta sesuatu kepada anaknya.
"Apa yang harus Hayfa tunjukkan, Umma? Hayfa benar-benar tidak tahu keberadaan jam raksasa itu." Jawab Hayfa yang hampir putus asa karena Aleyna terus memaksanya.
“Kamu bekerja di Baitul Hikmah yang pastinya disana kamu sering bertemu orang-orang kerajaan bahkan bertemu dengan Khalifah masak kamu tidak bisa mencari informasi keberadaan tentang jam raksasa itu.” Kata Aleyna yang terus mendesak Hayfa untuk memberitahu tengan jam raksasa milik Khalifah Harun.
“Demi Allah Umma, Hayfa benar-benar tidak tahu keberadaan jam itu.” Jawab Hayfa terus meyakinkan Aleyna. “Lagipula untuk apa, Umma ingin melihat jam itu?” tanya Hayfa karena penasaran.
“Untuk membuktikan kebenaran tentang kehebatan Khalifah yang setiap hari kamu ceritakan.” Jawab Aleyna tanpa berpikir lagi. Tidak mungkin dia bercerita jika dia ingin mendengar alarm jam itu agar dia bisa kembali ke abad 21. Karena setiap orang yang mendengar hal itu akan menganggapnya orang gila. Bagaimana mungkin seseorang dari masa depan bisa terjebak di zaman lampau seperti ini. Walaupun zaman Khalifah mungkin ada yang namanya sihir namun hal yang menimpa Aleyna ini adalah hal yang mustahil.
“Astagfirullah, Umma kenapa Umma terus tidak percaya tentang Khalifah?”
“Makanya bawa jam raksasa itu kemari agar Umma mu ini percaya tentang Khalifah.” Jawab Aleyna yang langsung pergi dari hadapan Hayfa. Tingkahnya seperti anak kecil yang marah karena tidak dibelikah es krim oleh orang tuanya saja. Ya, perilakunya ketika di abad ke 21 terbawa semuanya di zaman Khalifah.
Hayfa yang melihat tingkah Ummanya itu hanya bisa beristigfar dan menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak mengerti dengan alasan Ummanya. Perilakunya terkadang menjelekkan Khalifah namun terkadang juga menganggungkan Khalifah. Entahlah.
***
“Ya, Habibah mengapa kamu termenung?” sapa seorang wanita yang mungkin usianya tidak jauh berbeda dengan Habibah, seseorang yang tubuhnya dimasuki oleh Aleyna.
Aleyna yang melihat wanita berpakaian lusuh itu mengernyitkan keningnya sambil bertanya dalam hati. Pasalnya dia tidak pernah melihat dan bertemu wanita itu sebelumnya. Dan tidak mungkin jika dia bertanya siapa wanita itu karena dia merasa wanita itu mengenalnya.
“Apakah kamu tidak berdagang?” tanya wanita itu lagi. Bahkan kini wanita itu mengambil tempat duduk di samping Aleyna.
Aleyna sontak menjauhkan tubuhnya dari wanita itu. Dia menjaga dirinya karena dia tidak mengenal wanita itu. Bagaimana jika wanita itu berniat jahat kepadanya? Bagaimana jika dia sampai di bunuh oleh wanita itu. Memikirkan cara untuk kembali saja belum berhasil jangan sampai dia mati di zaman Khalifah.
“Mengapa kamu menjauh?” lagi-lagi wanita itu bertanya. Tidak biasanya saudara perempuannya itu menjauhinya seperti ini. Ya, walaupun mereka sering berdebat karena berbeda pendapat namun saudara perempuannya itu selalu menanggapinya ketika dia datang kemari.
“Tak apa.” Jawab Aleyna singkat. Dia tidak mungkin mengajak wanita itu berkenalan.
“Ya, Habibah apakah, Hayfa belum pulang bekerja?” tanya wanita itu sambil celingukan melihat ke dalam rumah.
“Belum.” Jawab Aleyna singkat. Dia sudah memutuskan jika dia hanya akan menjawab seperlunya ketika berbicara dengan wanita itu.
“Ya, Habibah, apakah kamu sudah mendengar jika Khalifah mempunyai selir baru?” tanya wanita yang bernama Uzza itu.
Aleyna mengernyitkan dahinya. “Lah, ini orang kesini mau ngajak ghibah?” dalam hati Aleyna bertanya-tanya.
“Aku tidak tahu. Lagipula itu bukan urusanku.” Jawab Aleyna ketus.
“Apakah kamu tidak berpikir jika Khalifah hanya memperbanyak selir saja?” kata Uzza lagi.
Aleyna terdiam. Dia sudah tidak terkejut dengan ucapan Uzza. Karena semua raja yang dia tahu tidak hanya memiliki satu istri bahkan selirnya juga tidak sedikit. Jadi itu bukan hal rahasia lagi bagi Aleyna.
“Ketika dia menambah selir dan pastinya dia juga akan menambah budak untuk menjaga selir barunya, itu artinya pengeluaran kerajaan akan semakin banyak. Apa kamu tidak berpikir jika pengeluaran kerajaan semakin banyak maka hak untuk rakyat akan berkurang.” Kata Uzza lagi yang terus mencoba untuk meracuni pikiran Habibah.
Aleyna masih terdiam. Dia kembali teringat percakapannya dengan Steven tentang poligami dalam islam. Karena islam memperbolehkan poligami bahkan ada beberapa orang yang memilih istri lebih dari 2.Aleyna melepas sepatunya karena merasa kerepotan berjalan diatas pasir. Di sampingnya ada Steven dengan kamera yang selalu bergantung dilehernya. Tidak lupa sebelah matanya memicing dan tangannya memegang kamera mengarah ke objek yang menarik menurutnya.
“Bagaimana menurutmu tentang poligami?” tanya Steven tiba-tiba.
Aleyna yang terkejut dengan pertanyaan Steven langsung menoleh. Matanya mengikuti sorot mata Steven yang melihat sebuah keluarga seorang suami dengan dua perempuan yang diyakini adalah istrinya dan 3 orang anak laki-laki sedang duduk bersantai di pasir. Aleyna berpikir mungkin hal itu yang membuat Steven tiba-tiba bertanya tentang poligami.
“Ada apa tiba-tiba bertanya hal itu?” tanya Aleyna yang penasaran. Pasalnya itu adalah pembahasan yang sensitif untuk Aleyna. Apalagi mereka kini sedang menjalin hubungan ya walaupun mereka belum tahu kemana arah hubungan mereka berakhir.
“Penasaran saja. Kamu kan muslim dan bukan menjadi rahasia lagi jika orang muslim poligami.” Jawab Steven tanpa berpikir mungkin itu bisa menyinggung perasaan Aleyna dan muslim lainnya.
“Islam memang memperbolehkan poligami namun harus sesuai syariat.” Jawab Aleyna pelan. Dia mencoba untuk menjelaskan hal itu dengan hati-hati karena dia tidak ingin lawan bicaranya ini salah mengerti.
Steven menghentikan kegiatan memotretnya. Dia kini memperhatikan Aleyna yang mulai menjawab pertanyaannya.
“Islam memperbolehkan seorang laki-laki memiliki lebih dari 1 istri asalkan dia bisa adil. Dan setelah dia poligami pun dia juga harus lebih taat pada Tuhannya dan agamanya. Namun seorang laki-laki bisa menikah lagi dengan izin istrinya. Jika istri pertamanya tidak ridha maka pernikahan kedua juga tidak bisa dilaksanakan.” Jawab Aleyna yang mulai menjelaskan. Dia menjelaskan itu berdasarkan pengetahuannya.
“Lalu untuk apa seorang laki-laki menikah lagi ketika dia sudah memiliki istri. Apalagi ketika istrinya itu sudah sempurna.” tanya Steven lagi.
“Stev, tidak ada manusia yang sempurna. Mungkin dimata orang lain istrinya itu sudah lengkap, katakan saja dia wanita yang cantik, dia pandai mengurus rumah, dia pintar mendidik anak dan menyenangkan suami, bahkan bisa jadi dia memiliki penghasilan sendiri itu memang yang dilihat oleh orang lain tetapi bisa saja suaminya merasa kurang. Namun itu juga tidak bisa dijadikan alasan oleh seorang suami untuk menikah lagi.” Kata Aleyna. Dia melihat memang zaman sekarang banyak sekali rumah tangga yang goyah karena kehadiran orang ketiga. Bahkan ada yang suaminya mendapatkan izin dari istri untuk poligami namun rumah tangganya tetap hancur karena si istri merasa suaminya tidak adil dalam bersikap. Sayang sekali memang jika hal itu terjadi.
“Jika kamu bertanya apa alasannya aku juga tidak bisa menjawab dengan yakin. Aku akan menjawab dari sudut pandangku. Hasrat seorang laki-laki itu kan tinggi jadi untuk menghindari yang namanya perzinahan dan perselingkuhan lebih baik dia menikah lagi. Perselingkuhan itu menyakiti semua pihak lho, Stev. Pertama dia menyakini hati istrinya dan melunturkan kepercayaan anaknya, jika perselingkuhan itu terbongkar dia juga akan menyakiti hati keluarganya dan keluarga istrinya, dan ketika akhir dari perselingkuhan itu dia harus memilih dan memilih untuk kembali ke keluarganya maka dia juga menyakiti hati selingkuhannya. Belum lagi hukum sosial dari masyarakat yang pastinya akan mencibir mereka.” Jawab Aleyna panjang lebar.
Steven mendengar jawaban Aleyna itu dengan seksama. Dia tidak percaya jika wanitanya ini memiliki pemikiran yang luas. Dia mengira jika Aleyna adalah gadis pendiam yang tidak akan asik untuk diajak berdiskusi.
“Lalu apakah kamu mau memiliki madu, Aleyna?” tanya Steven tiba-tiba.
Aleyna tersenyum. Dia sudah menduga jika Steven akan bertanya hal ini. “Menurutmu apakah ada seorang wanita yang ingin dimadu?” kini Aleyna balik bertanya.
Steven menggelengkan kepalanya dengan ragu. “Maybe.”
“Tidak, Stev. Ketika aku masih sanggup mengurus suamiku, aku masih bisa menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri maka aku akan menolak suamiku untuk menikah lagi. Namun jika dia tetap memaksa maka dia harus kehilangan aku.” Jawab Aleyna sambil tersenyum.
“Menurutku hanya laki-laki bodoh yang sudah berhasil mendapatkan kamu namun dia memilih untuk menduakan kamu.” Jawab Steven dengan yakin. Entah apa yang menjadi ukuran untuk dirinya sehingga dia bisa berpikir hal demikian.
Aleyna hanya menanggapinya dengan tersenyum dan melanjutkan jalannya meninggalkan Steven yang masih terdiam.“Ya, Habibah mengapa kamu malah diam saja?” protes Uzza karena sejak tadi dia tidak direspon oleh Habibah.
“Gapapa.” Jawab Aleyna singkat.
Uzza terus melontarkan hasutan demi hasutan untuk membuat saudara perempuannya itu membenci Khalifah. Karena dia tahu selama ini Habibah dan keluarganya adalah seorang muslim yang taat dan selalu menghormati Khalifah, tidak seperti dirinya yang sangat tidak menyukai Khalifah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Iman di hati Aleyna
SpiritualBagai perahu kayu yang mulai rapuh ditengah gelombang dan menabrak batu karang. Mungkin itu adalah perumpamaan yang tepat untuk Aleyna. Gadis muda yang keimanannya mulai pudar. Dikhianati oleh keluarganya sendiri dan di temani oleh kekasihnya yang b...