Langit berwarna oranye dan matahari pulang ke singgasana. Burung mulai kembali ke sarangnya dan pedagang mulai masuk ke dalam rumahnya. Hari sudah mulai sore dan aktivitas sudah mulai terhenti. Namun tidak dengan Uzza yang semakin bersemangat menghasut Aleyna. Ucapan demi ucapan buruk keluar dengan mudah dari bibir tipis wanita yang memakai kerudung hitam tersebut.
"Lihatlah, Habibah wanita cantik yang berjalan anggun itu aku yakin sebentar lagi akan menjadi selir Khalifah." Kata Uzza sambil menunjuk gadis muda yang berjalan melewati mereka.
Aleyna yang mendengar hal itu ikut melihat ke arah tangan yang ditunjuk oleh Uzza. Dia memang melihat gadis muda berparas cantik. Jalan berlenggak-lenggok seperti menggoda para pria muda untuk menerkamnya. Aleyna tidak terlalu kaget karena di zaman dia hidup sebelumnya banyak menjumpai gadis seperti itu.
"Kau tau, 'kan jika Khalifah sangat menyukai gadis muda dan cantik?" tanya Uzza lagi.
Aleyna hanya menganggukkan kepalanya. Dia sedari tadi memang tidak banyak bicara namun otaknya memproses semua yang keluar dari mulut Uzza. Dia mencocokkan dengan beberapa buku yang telah dia baca.
"Apakah kamu ingat, Habibah jika beberapa bulan yang lalu Khalifah sempat menaikkan pajak untuk rakyat?" tanya Uzza lagi.
Aleyna hanya mengerutkan keningnya. Dia baru seminggu terdampar di tubuh Habibah mana mungkin dia ingat. Tapi dia tidak bisa mengatakan hal itu pada Uzza. Dia harus bisa menutupi dan bersikap jika dia memang Habibah asli.
"Iya ingat." Jawab Aleyna singkat.
"Nah aku yakin pasti pajak yang dipungut itu untuk membeli selir baru itu." Jawab Uzza dengan yakin.
Aleyna hanya mengangguk saja. Dia berpikir jika apa yang dikatakan oleh Uzza itu masuk akal.
"Ya mungkin saja." Jawab Aleyna kembali singkat. Aleyna sama sekali tidak berusaha mematahkan argumen Uzza.
"Apa yang akan terjadi dengan negeri ini jika dipimpin oleh Khalifah tidak benar seperti itu." Kata Uzza dengan keras hingga membuat gadis muda di belakangnya tidak setuju.
"Ya, Bibi mengapa engkau terus menerus berkata buruk tentang Khalifah?" tanya Hayfa yang baru pulang dari tempatnya bekerja.
Uzza yang mendengar suara keponakannya itu terperanjat. Ini bukan pertama kalinya dia ketahuan menghasut Ibunya untuk membenci Khalifah.
Uzza terlihat malu ketahuan oleh Hayfa namun dia berusaha untuk bersikap tidak terjadi apa-apa.
"Memang benar begitu, 'kan, Hayfa." Kata Uzza dengan sinis.
"Apa yang Bibi ucapkan itu semua tidak benar. Khalifah bukan orang yang suka memungut pajak untuk kepentingan pribadinya. Bahkan Khalifah sering mengeluarkan harta pribadinya untuk membantu rakyatnya yang sedang membutuhkan pertolongannya." Jawab Hayfa yang berusaha mematahkan semua ucapan Uzza dan membuat Ibunya kembali mempercayai tentang kebaikan Khalifah. Karena yang dia tahu Ibunya juga sudah mulai terhasut ucapan Bibinya.
"Lalu apa kamu bisa menjelaskan pajak yang tinggi itu digunakan untuk apa?" tanya Uzza dengan cepat. Dia masih tidak mau mengalah. Jika dia mendapatkan jawaban yang masuk akal pun dia tidak akan berhenti untuk menjelekkan Khalifah.
Hayfa yang mendapatkan pertanyaan itu hanya menggelengkan kepalanya. Lagipula bagaimana bisa dia menjelaskan kemana uang pajak itu pergi jika dia bukan bagian dari orang istana. Pun jika dia bekerja di istana juga tidak akan tahu kemana uang itu pergi karena bukan urusan dia.
"Kamu tidak bisa menjawab, 'bukan?" tanya Uzza meremehkan. "Ya, Hayfa jika memang kamu tidak tahu tentang istana dan Khalifah lebih baik kamu jangan terlalu mengagungkan Khalifah karena dia juga manusia sama seperti kita jadi tidak patut untuk di sembah." Kata Uzza lagi.
"Ya, Bibi siapa yang menyembah Khalifah. Aku, Bibi, Umma dan kita semua sudah sepatutnya menghormati Khalifah pemimpin kita. Tidak seperti Bibi yang selalu berpikir buruk tentang Khalifah.
"Untuk apa kamu mengaturku?" ucap Uzza yang sudah emosi. Dia tidak pernah menyukai keponakannya itu karena keponakannya itu selalu mematahkan setiap ucapannya dan mengacaukan usahanya untuk menghasut Habibah.
"Hayfa tidak mengatur Bibi, Hayfa hanya mengingatkan Bibi jika semua ucapan Bibi tidak benar." Jawab Hayfa yang masih bersabar agar emosinya tidak tersulut.
"Bibi juga mengingatkan kamu dan Ibumu agar tidak salah jalan menyembah manusia." Balas Uzza dengan lantang.
Hayfa hanya bisa beristighfar sedangkan Aleyna hanya mendengarkan pertengkaran putrinya dan wanita yang sedari tadi menghasutnya. Kini dia tahu hubungan dia dengan wanita itu adalah saudaranya. Pantas saja wanita itu nampak akrab dengan dia. Orang mereka adalah saudara kandung. Namun yang membuat Aleyna bingung adalah mengapa saudarinya itu terlihat begitu dendam dengan Khalifah.
"Bibi, lagipula Hayfa hanya bekerja di perpustakaan bukan bagian dari istana jadi maaf Hayfa tidak bisa menjelaskan alasan pajak yang naik beberapa bulan yang lalu dan kemana uang pajak tersebut. Lagipula pajak sekarang juga sudah normal lagi." Kata Hayfa dengan halus. Dia berusaha menjelaskan pada Bibinya mengenai pajak itu.
Uzza terus bersikap sinis. Dia merasa menang karena keponakannya itu tidak bisa menjawab pertanyaannya. Dan dia ingat jika ini adalah pertama kalinya dia menang dari Hayfa. Karena biasanya dia selalu dibuat malu oleh keponakannya itu di depan Habibah.
"Ternyata gadis cerdas yang bekerja di perpustakaan dan pusat ilmu Baghdad tidak bisa menjawab pertanyaan dari rakyat jelata ini." Kata Uzza dengan sinis sambil meninggalkan Aleyna yang masih bengong dan Hayfa yang terus berdiri di depannya.
Hayfa menghela napasnya. Itu yang selalu dia lakukan ketika berhasil mengusir Bibinya yang jahat itu. Namun setelah itu dia pasti dihibur oleh Ibunya tetapi kini Ibunya nampak tidak peduli dengannya. Ibunya itu terlihat hanya diam dan Hayfa yakin jika didalam pikiran Ibunya mencerna setiap ucapan Uzza. Sayangnya Hayfa tidak bisa membaca pikirannya Ibunya dan dia juga tidak tahu ucapan apa saja yang keluar dari bibir Bibinya.
"Umma, bolehkah, Hayfa meminta sesuatu?" tanya Hayfa pelan.
"Apa?" Jawab Aleyna singkat. Dia tidak mengerti apa yang akan diminta oleh Hayfa. Lagipula dia bukan Umma asli Hayfa.
"Bisakah, Umma jangan temui Bibi Uzza?" tanya Hayfa dengan pelan. Dia tidak ingin menyinggung perasaan Ummanya. Dia juga tidak ingin membuat Ummanya berpikir jika dia ingin menjauhkan Ummanya dari saudari satu-satunya itu.
Aleyna yang mendengar permintaan Hayfa itu hanya diam saja. Aleyna berpikir jika sedari tadi dia hanya diam saja dan tidak meminta Uzza untuk datang namun mengapa dia yang diminta untuk menghindar.
"Hayfa, bukan Umma yang meminta Bibi Uzza kemari tapi memang Bibi Uzza yang datang kemari dengan sendirinya." Jawab Aleyna menjelaskan.
"Hayfa mengerti karena memang setiap kali Umma terlihat tidak sibuk pasti Bibi Uzza akan kemari dan menghasut Umma." Jawab Hayfa menjelaskan namun itu seperti bumerang untuk dia.
"Jadi kamu meminta Umma sibuk agar Bibi Uzza tidak datang?" tanya Aleyna terlihat sekali jika dia tidak suka dengan ucapan putrinya tadi.
Hayfa yang mendengar itu hanya bisa gelagapan. Padahal dia sudah hati-hati dalam berkata namun tetap saja dia menyinggung perasaan Ummanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Iman di hati Aleyna
SpiritualBagai perahu kayu yang mulai rapuh ditengah gelombang dan menabrak batu karang. Mungkin itu adalah perumpamaan yang tepat untuk Aleyna. Gadis muda yang keimanannya mulai pudar. Dikhianati oleh keluarganya sendiri dan di temani oleh kekasihnya yang b...