Salah Paham

14 8 27
                                    

Aleyna masuk ke dalam rumah dengan buru-buru. Setelah dia mengeluarkan suara yang cukup tinggi kepada Hayfa dia memilih untuk pergi. Ada rasa bersalah dalam hatinya namun dia gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu. Lagi pula Aleyna berpikir jika dia adalah Ibu Hayfa yang artinya tidak perlu meminta maaf kepada Hayfa.
"Lancang sekali dia menyuruhku dan melarangku bersantai." Keluh Aleyna yang masih terbawa emosi. Memang di abad ke 21 dia memang mencari penghasilan sendiri namun dia ingin bersantai ketika berada di zaman Khalifah. Aleyna ingin selalu merasa nyaman tanpa beban agar dia bisa mencari solusi untuk kembali dengan tenang. Tetapi Hayfa malah menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.
"Umma.. Umma, Hayfa minta maaf jika Hayfa menyinggung hati Umma. Bukan maksud Hayfa menyuruh Umma bekerja tetapi Hayfa hanya mengingatkan Umma jangan terlalu dekat dengan Bibi Uzza." Kata Hayfa dengan suara yang terdengar takut. Dia tahu jika Ummanya saat ini sedang marah dengannya. Mungkin itu juga kesalahannya karena dia tidak bisa mengontrol ucapannya sendiri hingga membuat Ummanya marah.
Ini adalah pertama kalinya Hayfa membuat Ummanya marah. Biasanya dia tidak pernah membantah atau berkata buruk kepada Ummanya. Karena biasanya Ummanya selalu menganggap ucapan Bibi Uzza angin lalu atau bahkan Ummanya lebih sering menasehati Bibi Uzza. Tetapi hari ini dia melihat Ummanya seperti mulai terhasut dengan ucapan Bibi Uzza membuat Hayfa tidak bisa lagi mengontrol ucapannya.
"Kenapa kamu melarang Umma ngobrol dengan adik Umma sendiri?" tanya Aleyna ketus. Kini dia tahu jika wanita yang sedari tadi bicara dengannya adalah adik kandungnya sendiri. Namun dia masih tidak mengerti mengapa adiknya itu membenci Khalifah dan bahkan juga tidak menyukai Islam.
Hayfa menghela napas. Sepertinya Ummanya ini salah paham dengannya. Bukan maksud dia melarang Ummanya ngobrol dengan adiknya sendiri namun dia tidak ingin Ummanya sampai terhasut.
"Bukan maksud Hayfa seperti itu, Umma. Umma kan tahu sendiri bagaimana Bibi Uzza. Hayfa tidak ingin Umma terhasut." Jawab Hayfa akhirnya. Dia tidak bisa lagi berbohong dengan Ummanya.
Aleyna yang mendengar itu semakin panas. Dia merasa disepelekan oleh Hayfa. Aleyna merasa dia adalah anak labil yang bisa termakan omongan sana-sini.
Aleyna bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamar dengan cukup keras. "Kamu kira Umma anak kecil yang bisa gampang terhasut." Ucap Aleyna yang semakin marah. Hal itu membuat Hayfa semakin ketakutan.
"Umma.." Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Hayfa. Karena dia takut jika dia mengatakan sesuatu lagi akan membuat Ummanya semakin marah.
"Jangan pernah kamu melarang-larang Umma lagi. Umma bukan anak kecil yang pantas kamu nasehati." Kata Aleyna masih dengan mata memerah dan dahi berkerut.
"Maaf, Umma. Hayfa hanya mengingatkan." Jawab Hayfa dengan tertunduk.
"Sana ke dapur. Umma belum makan." Kata Aleyna dengan ketus. Sejak dia berada di zaman yang berbeda, Aleyna merasa seperti tuan yang dilayani. Karena posisinya saat ini adalah seorang ibu dan dia memiliki anak yang Sholehah tentunya tahu apa saja yang dia lakukan untuk membantu orang tuanya.
"Baik, Umma." Jawab Hayfa dengan patuh. Sekarang yang bisa dia lakukan hanya menuruti semua permintaan Ummanya. Dia tidak ingin membuat amarah Ummanya semakin tinggi.
Aleyna melihat gadis yang usianya 2 tahun dibawahnya itu dari belakang. Tubuh gadis itu bagus. Tinggi dan berisi. Gamis panjang yang membalut badannya cukup mampu menyembunyikan setiap lekuk tubuhnya. Dan juga jangan lupakan hijab panjang yang menutupi semua bagian punggungnya.
Aleyna kembali masuk ke dalam kamar. Dia mondar-mandir kesana-kemari untuk memikirkan cara agar dia bisa kembali ke zamannya yang asli.
"Bagaimana jika aku tidak menemukan jam itu? Aku tidak mau selamanya dan mati di zaman ini. Aku ingin kembali." Kata Aleyna pada dirinya sendiri. Air matanya mulai mengalir. Tiba-tiba saja dia teringat kembali dengan keluarganya di Indonesia. Sejak kepergiannya untuk menuntut ilmu di Baghdad dia belum pernah pulang sama sekali. Hanya sekali dia bertemu dengan orang tuanya ketika orang tuanya mengunjungi dia di Baghdad.
Aleyna masih terus menangis hingga dia terduduk lemas di lantai yang masih tanah. Memikirkan hal itu membuat Aleyna lelah.
***
Aleyna keluar dari rumahnya. Dia membawa keranjang berisi sayuran. Setelah ucapannya Hayfa tempo hari dia berpikir mungkin dia bisa mencari jalan keluar sembari dia berjualan. Atau mungkin dia juga bisa menemukan salah satu temannya yang terhempas juga di zaman ini.
"Semoga bukan hanya aku yang terdampar di sini." Ucap Aleyna berharap menemukan titik terang.
"Umma mau berjualan hari ini?" tanya Hayfa yang heran melihat Ummanya sudah siap dengan baju dinasnya. Baju yang biasa dipakai untuk berjualan di pasar.
"Iya. Kan kamu sendiri yang nyuruh Umma buat cari kesibukan." Jawab Aleyna yang masih saja ketus.
Hayfa hanya menundukkan kepalanya. Sudah 2 hari berlalu namun Ummanya masih sering mengungkit hal itu.
"Maaf, Umma." Kata Hayfa sedih.
"Sudahlah. Umma mau pergi dulu, panas hati Umma sama kamu lama-lama." Jawab Aleyna.
"Hati-hati, Umma." Kata Hayfa lirih sambil melihat punggung Ummanya dengan nanar.

Kembalinya Iman di hati AleynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang