15

5.2K 524 13
                                    

8 Desember
1181 Words
.
.
.

Umumnya, seseorang yang sedang hamil itu pasti ngidam.

Dari mulai yang normal-normal saja ngidamnya, sampai yang di luar nalar. Kalau tidak di turuti nanti anaknya ileran.

Tapi tidak bagi Wei Wuxian. Dirinya sendiri pun bingung, pasalnya ia merasa ini bukan kepribadian miliknya.

Bagaimana tidak, jika sedari pertama Wei Wuxian mengandung sampai sekarang di bulan ke lima nya dirinya menjadi lebih tenang. Adem ayem. Berbanding terbalik dengan kepribadian aslinya yang berisik, ceria dan tidak mau diam. Rasanya ia seperti meniru sang suami.

Lan Wangji pun begitu, ia sedikit murung sebenarnya karena merasa kehilangan sifat ceria sang istri. Malah dirinya sendiri ngeri melihat istrinya yang tenang-tenang saja seperti ini.

Lan Wangji mengadu kepada kakaknya, dan Lan Xichen pun hanya bisa tersenyum dan menyemangati adiknya itu. Kata dokter Xiao sih bawaan si jabang baby, kemungkinan besar nanti si baby itu tiruan ayahnya.

Sementara itu Lan Qiren yang mengetahui kabar itu tidak rela. Sudah cukup satu Lan Wangji yang membuatnya batuk darah setiap hari, jangan ada Lan Wangji satu lagi. Bisa-bisa bukan darah lagi yang ia keluarkan, tapi organ dalamnya.

Ngeri.

Seperti saat ini. Wei Wuxian tengah bersantai di sofa ruang tengah dengan buku tebal di pangkuannya. Buku berisi sutra-sutra keluarga Lan.

"Ah aku lapar". Ujar Wei Wuxian kemudian menutup buku tersebut dan berjalan ke dapur.

Ini siang hari dan Lan Wangji masih di kantornya.

"Apa aku sekalian memasak untuk Lan Zhan? Tapi dia bilang mau makan siang dengan kakak ipar". Gumam Wei Wuxian di depan kulkas yang terbuka.

"Kalau begitu, aku ikut saja sekalian. Hehe".

Tanpa mengabari suaminya, Wei Wuxian bersiap dan meminta supir pribadinya mengantarkan dirinya ke tempat kerja suaminya.

.
.
.

(忘羡)

.
.
.

"Wangji bagaimana kabar adik Wei dan kandungannya sekarang?". Tanya Lan Xichen.

Mereka bertiga– Lan Wangji, Lan Xichen dan Jiang Cheng –tengah berjalan menuju lobi untuk pergi ke restoran dan makan siang.

"Hn, baik". Jawab Lan Wangji.

Lan Xichen tersenyum lebar.

"Syukurlah, kakak tidak sabar menantikan kelahiran baobao". Ujar Lan Xichen.

"Hn".

"Apa Wangji sudah memeriksa jenis kelaminnya?". Tanya Lan Xichen lagi.

"...". Lan Wangji menggeleng.

"Kenapa belum?".

Lan Wangji tidak menjawab, hanya menatap lurus ke arah kakaknya itu.

"Aah.. jadi begitu. Adik Wei ingin itu menjadi kejutan untuk kalian nanti?".

Lan Wangji mengangguk dengan tatapan masih datar, Lan Xichen tersenyum lembut.

"Semoga adik Wei dan baobao sehat-sehat saja".

"Hn!".

Sementara itu, yang berjalan di belakang mereka alias Jiang Cheng si sekretaris sulung Lan bengong. Mulutnya mangap-mangap, istilah lainnya mode ngang-ngong. Ibarat orang sunda denger orang jawa ngomong.

Sungguh ia tidak bisa mengerti bagaimana kakak beradik itu saling memahami satu sama lain. Yaah.. namanya ikatan batin itu kuat.

Padahal di lihat dari segi manapun hanya Lan Xichen yang bisa nyambung ngobrol dengan Lan Wangji, ah istrinya pengecualian.

Me To You [WangXian] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang