[1] Amerta

72 6 1
                                    

Tentangmu akan selalu kurangkai dalam bait-bait aksaraku. Walaupun kita terlalu lengkara untuk amerta bersama.

***

"WOY, DIN!"

Dineshcara mengerjap kaget. Temannya itu benar-benar hobi sekali mengageti orang lain. Namanya Lavanya Maina, tapi panggil saja Vanya agar tidak terlalu panjang.

"Tengok kanan, pelan-pelan aja," ujar Vanya memberi instruksi.

Dineshcara mengikuti apa yang Vanya katakan. Matanya terbelalak sempurna. Sudah lama sekali ia tidak melihat pemandangan seindah ini dan dalam jarak sedekat ini.

"Mata gue gak salah liat?" tanya Dineshcara memastikan.

"Nggak lah! Buktinya gue liat juga kok. Kak Ishara, crush lo dari jaman Majapahit," celetuk Vanya dengan entengnya.

Sekarang Dineshcara akan segera lulus SMP. Rasanya masa-masa SMP ini berjalan begitu cepat. Hari-harinya selama satu tahun diiringi dengan bahagia lantaran masih bisa melihat sosok Ishara yang ia kagum-kagumi dari sejak MPLS. Namun, saat ia naik ke kelas VIII, Ishara sudah lulus. Selama dua tahun itu rasanya berbeda, bahkan ia pun hanya mengikuti alurnya saja.

"Masih suka?" tanya Vanya memelankan suaranya.

"Ya kali yang modelan begini gue gak suka."

Vanya merotasikan kedua bola matanya. Malas menanggapi orang yang bodoh hanya karena menyukai seseorang dan bahkan tidak pernah dimilikinya.

"Betah amat sih lo suka sama Kak Ishara. Oleng dikit napa ke yang lain." Vanya berdecak sebal saat menyadari bahwa Dineshcara—teman baiknya sedari kecil—tidak ada bosan-bosannya mengagumi Ishara yang menurutnya tidak seberapa itu.

"Kan gue udah sering oleng, tapi balik lagi terus. Lo sendiri tau 'kan, gue juga sering cerita sama lo," balas Dineshcara santai.

Vanya menghela napas kasar. Memang benar apa yang Dineshcara katakan, tapi selalu saja temannya itu menyebut-nyebut nama Ishara di sela-sela pembicaraan walaupun keduanya sedang membicarakan laki-laki lain.

"Tapi, nih ya, Va, pegang kata-kata gue deh," ucap Dineshcara serius. Kedua netranya menatap tepat mata milik Vanya.

Vanya membalas tatapan Dineshcara dengan tidak kalah serius. "Apa?"

"Setelah gue lulus SMP nih, gue bakalan bener-bener suka ke Ishara. No oleng-oleng!"

***

Tanpa Dineshcara sadari, percakapannya dengan Vanya yang membicarakan tentang Ishara sudah hampir enam bulan yang lalu. Ia terdiam berusaha memahami dirinya sendiri.

Saat ini, ia sudah duduk di bangku kelas sepuluh di SMA yang diinginkannya. Satu sekolah dengan Ishara, laki-laki itu saat ini tengah duduk di bangku kelas dua belas. Tepatnya ialah XII IPS 4.

Dineshcara mengedipkan kedua matanya saat ada lambaian tangan di depan wajahnya. Itu tangan salah satu teman dekatnya saat ini, Minara Naladhipa.

"Kenapa?" tanya Minara. "Pasti lagi kepikiran orang yang lo suka, ya? Lo lagi suka sama siapa sih, Din? Kasih tau gue dong, gak seru ah main rahasia-rahasiaan. Kita 'kan udah temenan dari awal SMP."

"Ngarang lo, Nar. Gue lagi gak mikirin apa-apa," balas Dineshcara berbohong.

"Mata lo bilang bohong tau, Din. Barusan bisikin ke gue." Minara menyangkal dan memberikan sedikit candaan, berharap Dineshcara mau sedikit bercerita dengannya.

Prolog Tanpa EpilogWhere stories live. Discover now