Sial! Gara-gara kamu, jatuh cinta dengan orang lain jadi tidak menarik lagi. Meski aku sadar, kita bahkan tak memiliki status apapun.
***
Dineshcara dan Shazana telah selesai berbicara berdua. Walaupun lebih banyak diganggu oleh Ishara karena apapun yang menurut laki-laki itu terasa mengganjal atau tidak pas untuk ia dengar, ia akan memprotes. Ujung-ujungnya juga mendapatkan pukulan di paha.
Shazana sudah memasuki kamarnya. Ishara selaku putra semata wayang dari wanita itu memperhatikan sebaik mungkin sampai sang ibu memasuki kamarnya dengan baik. Setelah memastikan bahwa lampu kamar ibunya dimatikan, Ishara lanjut berbicara dengan Dineshcara.
Ishara sengaja tidak mematikan sambungan teleponnya karena masih ada beberapa hal yang ingin ia bicarakan dengan Dineshcara tanpa didengar ibunya. Sebenarnya, ia dan Dineshcara sudah sering teleponan. Bahkan, Shazana juga sering menyimak obrolan mereka dan mungkin dari situlah Shazana yakin dengan Dineshcara.
"Udah simpan nomor gue?" tanya Ishara membuka topik pembicaraan terlebih dahulu.
Asal kalian tahu, Ishara adalah orang yang lebih sering menelepon Dineshcara dan mencarikan topik obrolan selama ini. Jika di chat, ia mungkin terlihat cuek dan tidak terlalu niat untuk menanggapi pesan-pesan Dineshcara. Berbeda 180° apabila sedang telepon.
"Udah."
Di kamarnya, Dineshcara berpura-pura menguap agar Ishara mengira bahwa ia sudah mengantuk. Berulang kali pula gadis itu melakukan hal tersebut.
Dineshcara adalah tipe orang yang tidak terlalu suka ditelepon, tapi itu bukan berarti ia tidak menerima telepon dari siapapun.
"Kayaknya lo udah ngantuk, Din. Kita bicara besok aja, gimana?"
"Terserah Kak Ishara aja."
Dineshcara tidak mau terlalu memperlihatkan jika ia ingin segera menyudahi telepon ini. Ia sedang tidak memiliki energi lebih untuk terus berbincang dengan seseorang yang sudah membuat hari ini terasa menyebalkan.
"Besok mau gue jemput gak?" tanya Ishara menawarkan diri.
"Ke mana?"
"Sekolah lah, Din. Besok 'kan masih hari sekolah. Ohhh ... atau kalau weekend, kita main yuk!" ajaknya bersemangat.
"Kak, yang tadi siang aja—"
"Biar nanti gue bantu jelasin sama orang-orang. Lo tenang aja ya."
***
Di meja makan, Dineshcara sudah duduk di kursi yang biasa ia duduki saat makan bersama keluarganya. Harini, mamanya tampak sedang menyendokkan nasi serta lauknya untuk kedua anaknya.
Harini tersenyum lebar seraya mengusap puncak kepala Aji, adik Dineshcara. Setiap paginya mereka hanya akan makan bertiga, tanpa sosok ayah atau suami yang menemani. Tidak apa, Harini sudah mulai terbiasa.
"Berangkat sama siapa? Jalan kaki?" tanya Harini kepada Dineshcara.
"Ma, kenapa Kak Din suka jalan kaki? Dia 'kan punya teman, kenapa gak bareng temannya aja?" tanya Aji menambahi.
"Gak jalan kaki kok, Ma. Sama seseorang." Dineshcara menjawab pertanyaan mamanya.
Harini mengernyit bingung. "Siapa, Kak?"
Dineshcara tersenyum tipis saat wajah Ishara tiba-tiba terlintas di pikirannya. "Nanti Mama tau kok."
"Ma, pertanyaan Aji belum dijawab," kesal Aji mencebik sebal.
YOU ARE READING
Prolog Tanpa Epilog
Teen Fiction"Aku menunggumu hingga hari esok. Jika esok kamu belum juga kembali, maka setiap hari adalah esok." -Dineshcara Elakshi. Bercerita tentang seorang gadis yang mengagumi kakak kelasnya dan bertekad akan mengabadikan sosok kakak kelasnya itu ke dalam s...