[2] Song Playlist

65 7 0
                                    

Aku menyukai segala huruf abjad yang jika disatukan hanya akan menuliskan namamu.

***

"Lama-lama gue tulis juga nih tentang lo di novel gue, Kak. Makanya lo tuh jangan bikin seorang penulis jatuh cinta kalau gak mau abadi di dalam karyanya."

Dineshcara menghela napas berat. Sejenak kembali berpikir, kenapa juga ia harus menuliskan tentang Ishara di dalam novelnya?

Tapi, tunggu! Jika ia benar-benar akan menulis tentang Ishara, bukankah sepatutnya ia meminta izin terlebih dahulu? Agar lebih afdol. Satu hal yang Dineshcara pikirkan lagi, bagaimana cara untuk meminta izinnya?

Ah, menyebalkan. Malam ini Dineshcara harus berpikir ekstra hanya untuk hal-hal seperti ini. Ia tidak pernah menuliskan seseorang di dalam karyanya, jikapun ia menuliskannya, mungkin saja ia hanya terinspirasi dari dialog-dialog yang pernah ia temui dan pernah ia dengar di kehidupan nyata.

"Gue harus ngapain coba?" tanya Dineshcara kepada dirinya sendiri. Bingung.

Gadis itu menggigit bibir bagian bawahnya seraya terus berpikir keras. Tiba-tiba pikirannya terlintas nama sang sahabat, Minara Naladhipa.

Dari berbagai permasalahan yang pernah Dineshcara alami sebelumnya, Minara lah yang selalu membantu mencarikan solusinya. Walaupun, terkadang solusi yang diberikan Minara tidak memberikan hasil seperti yang ia mau, setidaknya bisa membuat suatu masalah itu menjadi lebih ringan.

Dineshcara membuka ponselnya dan membuka aplikasi chat untuk bisa berkomunikasi dengan Minara saat ini juga. Tanpa pikir panjang, ia lebih menekan layar yang menunjukkan telepon agar tidak usah susah payah mengetikkan pesan panjang.

Setelah menunggu beberapa saat telepon berdering, akhirnya layar menunjukkan kalau Minara mengangkat telepon darinya. Terdengar dari seberang sana suara Minara seperti tengah menahan kantuk. Memang, Dineshcara akui sahabatnya yang satu itu tidak suka begadang. Bahkan jam tidurnya di bawah jam sembilan malam.

Sekarang ini jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.10 WIB.  Pantas saja Minara sudah mulai mengantuk.

"Kenapa, Din?" tanya Minara diakhiri dengan gadis itu menguap.

"Gue mau minta saran sama lo, Nar," jawab Dineshcara.

Berbeda dengan Minara yang sudah memasang wajah lesu, Dineshcara justru saat bersemangat. Apalagi ia akan memulai sebuah projek baru untuk tulisannya kali ini.

"Gue mau nulis lagi, Nar. Tapi, buat kali ini beda dari yang sebelumnya. Gue terinspirasi dari seseorang," ucap Dineshcara mulai menjelaskan sedikit.

"Seseorang itu siapa? Gue?" tanya Minara lagi.

"Gak usah ngayal lo, Nar. Seseorang itu ... Kak Ishara." Dineshcara memelankan suaranya saat menyebutkan nama Ishara.

Di sana, Minara membelalakkan matanya. Ia segera menjauh dari keberadaan orang tuanya dan memasuki kamar.

"Lo serius?" bisik Minara tidak percaya.

"Ya menurut lo aja, Nar. Pernah gak gue bohong soal tulisan gue?"

Dineshcara menarik napas panjang nan berat. Sebenarnya ia juga masih belum terlalu yakin untuk melakukan ini di projek terbarunya.

"Terus sekarang lo mau gimana?"

Dineshcara terkekeh pelan. Justru ini yang ia bingungkan sedaritadi. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk langkah pertamanya.

"Justru gue telepon lo tuh karena mau tanyain itu, Nar. Awalnya gue berpikir, kayaknya gue harus minta izin Kak Ishara. Tapi, yang gue bingungin lagi tuh cara minta izinnya. Secara gak pernah interaksi yang intens 'kan," kekeh Dineshcara.

Prolog Tanpa EpilogWhere stories live. Discover now