[6] Nomor Tak Dikenal

44 8 0
                                    

Layaknya daun berguguran yang konon katanya tidak akan pernah membenci angin karena telah membuatnya jatuh. Bagaimana bisa aku juga tidak membencimu, setelah membuat aku berhasil jatuh hati padamu?

***

Dineshcara berjalan cepat menuju kelas sebelum Ishara dan teman-temannya keluar dari kantin. Gadis itu sudah menghapus jejak air matanya lebih dulu, takut jika Sahna atau temannya yang lain menyadari bahwa ia habis menangis.

Baru saja gadis itu membuka pintu kelas, tatapan seluruh teman-teman sekelasnya langsung terarah kepadanya. Dineshcara juga mendengar bisikan-bisikan yang tidak mengenakkan untuk ia dengar.

Dengan memberanikan diri, Dineshcara masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya. Tatapan yang Sahna berikan juga tak jauh berbeda dengan tatapan orang-orang. Ya, ia tahu jika Sahna penasaran sekarang.

Sahna menatap lamat-lamat wajah teman sebangkunya, seperti ada yang berbeda. Sedikit lebih merah dari sebelumnya saat Dineshcara bilang akan pergi ke kantin.

"Lo habis nangis ya?" tebak Sahna.

Kedua mata Dineshcara membelalak sempurna. Kedua tangannya meraba pelan setiap inci wajahnya sendiri, takut jika ada sesuatu yang aneh sampai-sampai Sahna bisa menebaknya dengan tepat.

"Lo diapain sama si Ishara?" tanya Sahna.

"Na, apaan sih? Fitnah dari mana coba kayak gitu," bantah Dineshcara masih belum mau mengakui.

Sahna berdecak kesal. Apa katanya? Fitnah? Bahkan hampir satu sekolah saja tahu faktanya.

"Semua orang di sekolah ini tuh tau lo habis makan berdua di kantin sambil bahas sesuatu yang serius. Gue sapa lo juga lo gak nyaut, 'kan? Jadi, bener? Lo nangis gara-gara Ishara?" tanyanya lagi.

"Na—"

"Lo tuh gak bisa bohong, Din. Mata lo sembab, hidung lo merah. Udah pasti nangis dan gue yakin penyebabnya itu si Ishara. Bilang sama gue, lo diapain sama dia?" pinta Sahna menyentuh pundak Dineshcara.

Sahna memang sepeduli itu terhadap orang-orang di sekitarnya. Tapi, terkadang kepeduliannya itu terkesan berlebihan. Tak apa, Dineshcara hargai kepedulian temannya itu kepadanya.

"Gue gak diapa-apain," jawab Dineshcara jujur namun Sahna masih belum percaya sepenuhnya.

"Bohong!"

"Astaga, Sahna Savrinadeya! Gue gak bohong, tadi emang lagi bahas yang sedikit sedih aja. Percaya deh sama gue."

Sahna merotasikan kedua bola matanya malas. Jika Dineshcara sudah menyebut nama lengkapnya, apa saja yang dikatakan Dineshcara pasti benar. Walaupun ada sisi yang melenceng sedikit.

"Tapi, lo beneran gak diapa-apain, 'kan?" tanya Sahna lagi untuk memastikan.

Dineshcara memeluk tubuh berisi Sahna dan menyandarkan kepalanya di pundak Sahna. "Beneran deh, gue jujur kok."

"DIN! DINESH! DINESHCARA!"

Teriakan seseorang dari luar kelas membuat Dineshcara menguraikan pelukannya dengan Sahna. Ada apalagi ini?

Prolog Tanpa EpilogWhere stories live. Discover now