Seperti biasa, Ayin akan bangun pagi mendapati sticky note di nakas samping tempat tidurnya. Hari ini sticky notenya itu tertempel pada segelas air putih. Artinya Maminya belum lama ini berangkat kerja, panggilan mendadak, seperti biasanya.
"Mami minta maaf, ada operasi mendadak. I luv u"
Dulu jika hal yang sama terjadi seperti pagi ini, Ayin akan murung sampai Maminya kembali untuk mengantar dia ke daycare. Meski dulu Archi nggak absen untuk menemaninya kalau dia libur sekolah, tetap saja, mengetahui Maminya pergi setelah bangun tidur bukan favorit Ayin untuk mengawali hari.
Tapi momen itu sudah tertinggal di tahun-tahun lalu. Ayin sudah terbiasa. Seperti hari ini, Ayin mencabut sticky note itu lalu menempelnya sembarangan di tembok setelah meminum segelas air putih yang disiapkan Jasmine. Dia berjalan ke arah meja belajar, melihat jadwalnya pagi ini.
Ada les selo sore nanti setelah pulang sekolah.
Terdengar suara pintu diketuk. Itu pasti Abangnya.
"Ayin, kamu sudah bangun, kan?"
"Iya!" Dia menyahut lantang, kesadarannya sudah terkumpul penuh.
"Abang boleh masuk?"
"Masuk aja."
Ketika masuk, Archi, kakak laki-lakinya menampilkan wajah penyesalan. Dia ingat semalam Jasmine menjanjikan masakan lezat untuk mereka berdua. Keduanya senang, tentu saja. Jarang-jarang Jasmine ada waktu menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Tapi, Kakaknya tidak mungkin menampilkan wajah bersalah untuk alasan ibu mereka tidak bisa memenuhi janji. Mereka berdua sudah terbiasa. Ayin (hampir) terbiasa untuk tidak merasa kecewa.
"Mami ada operasi mendadak."
"I know."
"Dan kamu harus sarapan dengan hasil eksperimen Abang."
"Ah...." Itu berita yang lebih buruk dibanding ditinggal Jasmine kerja.
Kalau Archi menyebut masakannya sebagai "hasil eksperimen", artinya makanan itu hampir tidak bisa dimakan manusia.
"Alright. Aku bisa numpang makan di rumah sebelah."
"Abang harap, abang juga nggak punya malu kayak kamu dan bisa sarapan masakan Tante Hana. To be honest, masakannya Tante Hana more delicious than masakannya Mami." Archi mengatakan itu dengan nada lesuh, lalu menutup pintu kamar adiknya.
Ayin menyadari sesuatu, lantas dia berlari ke arah pintu kamarnya lalu dia membuka dan melongok, melihat Archi masih di lorong menuju tangga, "Abang ngeledek aku?"
Tanpa menoleh, Archi mengangkat bahu membuat Ayin kesal karena merasa tuduhannya benar.
"Aku aduin Mami kalau abang bilang masakannya Mami nggak enak?!"
Archi melambaikan tangannya mengabaikan ancaman Ayin.
Ayin memang punya kebiasaan sejak dia mulai memasuki sekolah. Kebiasaan itu berupa datang pagi-pagi ke tetangga sebelah, menekan bel rumah dan Tuan Rumah yang beraparas cantik menyambutnya. Lalu dia akan dipersilahkan naik ke atas untuk masuk ke kamar seseorang.
Tapi kalau Jasmine tidak sempat memasak seperti sekarang dan Archi gagal dengan masakannya, Ayin terpaksa harus bersiap lebih cepat dan lebih pagi untuk menumpang makan.
"Abang jangan lupa makan." Pamitnya, sebelum dia keluar gerbang rumahnya untuk berjalan mencapai rumah sebelah.
Ayin menekan bel rumah itu, rumah minimalis dengan gaya modern dominan dengan kaca-kaca besar dikelilingi rumput hijau yang terawat. Dia hampir terbiasa dengan rumah ini, sebiasa Hana yang menyambutnya dengan kalimat,
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlite Sunshine
Teen FictionHalo, panggil gue Nana aja biar akrab. Ini cerita tentang Ayin. Gue suka dia, tapi dia nggak suka gue. Sad but gwencanna.... Trope cerita doi klise banget, tapi jujur gue yang lihat kasihan, sih. "Denial? Astaga.... Gue sama Rion itu udah kayak sau...