🐼🐨🐰 : Galau

242 41 0
                                    

"Gue kira lo kemana, taunya disini." celetuk Juna. Niatnya mau menjemur handuk malah bertemu dengan Jio diteras.

Set nya diteras mulu bukan karena gak ada set lain, tapi, karena ngadem diteras itu memang enak.

"Kenapa? Tumben lo nyariin gue?"

"Itu acara gosip lo udah mau mulai." jawab Juna. Selesai menjemur dia langsung duduk lesehan bersebelahan dengan Jio.

"Nanti aja lah. Gue nonton tayangan ulang."

"Lo, kenapa? Lemes amat perasaan." tanya Juna. Bukan apa-apa, kalau menurut Juna, Jio itu makan sahur paling banyak, jadi nggak mungkin dia lemas. Apalagi ini masih jam sepuluh pagi. Ya kecuali kalau disetorin lagi kayak Juna tiap pagi sih.

"Kalau mau cerita, ya cerita aja Ji. Gue 'kan nggak tau lo kenapa? Gue nggak bisa nebak-nebak." kata Juna lagi, soalnya daritadi Jio jawab seperlunya aja. Tau 'kan? Ini tuh bukan Jio banget. Juna tau kalau Jio udah diam begitu biasanya lagi ada masalah. Makanya dia minta Jio buat cerita langsung aja.

"Tentang kelanjutan hubungan gue sama Yola."

"Kenapa? Lo sama Yola lagi berantem?"

Jio menggeleng. "Atau putus?"

Tepat waktu Juna beres ngomong mulutnya langsung digeplak sama Jio.

"Biasa aja dong malih!" ucap Juna sewot sambil mengusap mulutnya yang perih karena digeplak Jio.

"Ya terus kenapa?!" tanya Juna lagi. Agak lumayan sewot ngomongnya. Soalnya dia masih kepo tapi kesal juga sama Jio karena seenaknya menggaplok mulutnya.

Kalau kata Juna, mulut tetangga kalau dibandingkan sama Jio, ya jelas nggak ada apa-apanya.

"Gue pengen banget ngajakin Yola ke jenjang yang lebih serius. Yola sih nggak maksa atau nyuruh gue buat buru-buru halalin dia. Tapi Jun, yang namanya perempuan itu 'kan butuh kepastian. Apalagi hubungan gue sama Yola itu kejalin bukan dalam waktu satu bulan dua bulan."

Juna mendengarkan dengan seksama. Kalau lagi begini kelakuan kurang ajarnya otomatis bakalan hilang.

"Tapi satu sisi, gue takut kalau nantinya gue gak bisa adil sama keluarga gue, Jun." tepat setelah berucap Jio menundukkan kepalanya.

Juna yang melihat itu menipiskan bibir dan sedikit menghela nafas. Tangannya terulur untuk merangkul Jio lalu mengusapi bahunya.

"Lo emang anak pertama dikeluarga. Tapi bapak sama ibu nggak pernah nyuruh lo buat jadi tulang punggung keluarga."

"Kenapa?" tanya Juna waktu Jio mau menyela ucapannya.

"Ada yang salah emangnya dari omongan gue? Title punggung keluarga yang tersemat itu karena inisiatif kita sendiri 'kan selama ini?"

"Ya masa lo mau ngerepotin bapak sama ibu terus? Kita hidup juga harus tau diri, Jun. Dari kecil kita dibiayain sama mereka, sekarang waktunya kita yang biayain mereka."

"Dengan begitu bukan berarti lo nggak boleh menikmati hasil kerja keras lo sendiri, 'kan Jio?" tanya Juna, yang membuat Jio diam.

"Kalau lo ada niat baik mau nikahin anak orang, nikahin Ji, secepatnya. Jangan nunggu cewek itu mendesak lo dulu. Ini amit-amit ya, jangan sampe kejadian di elo. Gimana kalau Yola dilamar sama anak orang duluan? Gue tau keluarganya super duper baik sama lo, nerima lo apa adanya dari segi material dan yang lainnya. Tapi nggak menutup kemungkinan juga orang tuanya bakalan setuju nerima lamaran orang yang datang kerumahnya Yola 'kan?"

"Gue tau apa ketakutan terbesar lo." sambung Juna.

Jio melirik Juna sekilas. "Apa?"

"Dean."

Siblings [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang