CHAPTER 8 || Trial Lanjutan

28 3 0
                                    

Tidak tahu mengapa, Nathalia merasa tubuhnya begitu segar bugar pagi ini. Bibir tanpa polesan lipstik itu terus melengkungkan senyuman setiap berpapasan dengan siswa-siswi lain, baik yang dikenal maupun tidak semua Nathalia sapa sesuka hati.

Satu tangannya melambai antusias, sementara tangan satunya lagi Nathalia gunakan untuk memeluk map biru yang baru diambil dari kamar asramanya. Tentu saja tingkah ekspresifnya itu mampu membuat Leon—Pacarnya, yang tadinya hanya berdiri menatap papan mading kini mengalihkan perhatian penuh padanya. Lelaki itu tampak bingung sekaligus heran.

Ada apa dengan gadis itu? pikirnya.

“Mau ke mana?” tanya Leon, yang sekarang tengah menghadang sang kekasih. Saking semangatnya, Nathalia sampai menghiraukan keberadaannya yang jelas-jelas berdiri di sini. Apa ketampanannya mulai luntur hingga Nathalia tak meliriknya sedikitpun?

Nathalia menghentikan langkah kakinya. Bibirnya masih melengkungkan sebuah senyum indah, dan itu berhasil membuat Leon keheranan sekali lagi, alih-alih terpesona layaknya lelaki pada umumnya.

“Mau ke ruang kepala sekolah,” jawab Nathalia lugas.

Leon mengernyit. “Ngapain?”

Alih-alih langsung menjawab, Nathalia justru menyengir. “Kepo ya?” tanyanya, dengan raut wajah tengil. “Ikut gue ayo!” ajaknya kemudian.

Leon hanya mendengkus meskipun sekarang Nathalia telah mengapit lengannya. Dalam benaknya selalu bertanya-tanya; kenapa bisa ia menyukai Nathalia? Kepribadian mereka jelas berbeda. Akan tetapi, Leon tak menampik jika ia bisa lebih ekspresif bersama gadis di sampingnya ini. Bukan hanya itu, alih-alih mendorong Nathalia seperti gadis-gadis yang biasa mendekatinya, Leon bahkan tak keberatan sama sekali jika Nathalia menggeretnya sedemikian rupa dan menyentuhnya sesuka hati.

“Mau ikut masuk?” Pertanyaan Nathalia menyadarkan Leon dari lamunan. Sebuah papan kayu bertuliskan ‘Headmaster Room’ bisa Leon lihat sekarang. Lelaki itu sedikit menunduk, kemudian mengusap puncak kepala kekasihnya dengan tangannya yang lain.

“Boleh?” tanya Leon kemudian.

“Boleh lah, nggak ada yang larang juga,” jawab Nathalia, disertai kedipan mata. Ia lantas masuk terlebih dulu sebelum Leon menyusulnya di belakang.

***

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Nathalia untuk bisa membuat seorang Sagara D' Andara—Kepala Sekolah sekaligus Pemilik Sekolah—memijat pelipis lantaran sakit kepala. Belum genap 10 menit dirinya dan Leon duduk di depan sang kepala sekolah, justru pria di depan mereka itu sudah ingin mengusir mereka berdua.

Ya, sebenarnya tidak heran sih, karena sikapnya memang begini—bikin orang elus-elus dada. Jadi harap dimaklumi.

Kembali lagi pada Sagara. Sekarang pria itu tengah melirik proposal dengan map biru milik Nathalia tanpa minat. Hal serupa juga dia lakukan pada Nathalia. Ia tak melirik sedikitpun gadis tomboy tersebut dan memilih menatap jam di pergelangan tangannya, membuat Nathalia sampai mendesahkan napas jengah.

“Keuntungannya gak bisa dibagi dua. Titik!” ucap Nathalia, seakan tahu jika Sagara tak akan memberikannya tempat di kantin hanya karena dirinya tidak mau memberikan pria itu 50% dari keuntungan. Well, bagaimana mungkin bisa begitu.

Lihatlah tampang Sagara sekarang, pria tua itu sungguh menyebalkan. Oh sial. Apa pria itu bermaksud membalas ketidaksopanannya beberapa waktu lalu dengan hal seperti ini? Sungguh kekanak-kanakan sekali.

“Al, jajanan kamu belum tentu laku—” Sagara belum selesai berkata-kata, akan tetapi Nathalia sudah melotot dengan kedua tangan menggebrak meja. Leon saja sampai terkejut hingga mengusap dada.

ALLEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang