-¦- -¦- -¦- 26 -¦- -¦- -¦-

23 2 0
                                    

Jalanan masih agak sepi, padahal matahari sudah agak mencuat. Harusnya jalanan yang tengah Dewa lewati macet tapi entah kenapa hari ini agak lenggang. Memar diwajahnya sudah agak mendingan, sakitnya sudah tidak begitu menggangu tinggal menghilangkan memar yang merusak wajah tampannya itu.

Selain itu jaket yang sebelumnya berlumuran tepung seperti ayam krispi sekarang sudah berkibar bersih ditubuh Dewa. Untung saja dia langsung membawa jaket naganya ini ke tempat laundry jika terlambat mungkin keadaanya lebih parah. Sebenarnya jaket ini tidak ada kenangan apapun hanya saja dia suka saja. Sudah lama dia bersama jaket ini. Malah lebih lama dibandingkan dia memiliki Noel. Tidak semarah saat Wahyu merusak Noel tapi tetap saja dia juga sensi. Sadar sudah berapa benda miliknya dirusak oleh pentolan sekolahnya itu, mungkin dia akan benar-benar mengamuk jika lain kali ada benda miliknya menjadi sasaran dari tingkah kekanak-kanakannya itu.

Jalanan cukup lenggang tapi Dewa menjalankan motornya santai menikmati udara pagi yang belum ternodai oleh polusi. Ada rasa malas untuk masuk sekolah tapi ini kewajibannya. Dia memang bisa untuk membolos tapi dia rasa belum saatnya.

Tidak lama halte tempat dimana pelajar sekolahnya terlihat itu artinya tinggal seratus meter lagi dia akan sampai. Tapi matanya malah salah fokus pada pelajar yang baru turun dari metro, berjalan sendiri begitu santai di pinggir jalan. Jangankan dari tas yang dia pakai bahkan hanya perawakannya dari belakang dia sudah tahu itu Fifi. Gadis itu memang tidak ada yang berbeda dengan gadis lain. Tapi entah kenapa dia terlihat menarik di matanya. Dewa mempercepat kendaraannya melipir mengikuti gadis itu di sampingnya. Membuat Fifi sadar dan memilih diam mengabaikannya.

"Baru nyampe?" tanya Dewa.

Fifi berdecak ketus. "Menurut lo?"

"Cepet naik." katanya masih terus menyamakan diri.

Fifi agak tercengang tapi dia kontan menggeleng. "Nggak usah, lo duluan aja."

Dewa menghela napas, dia memutar gasnya sontak membelokan stir motornya, melalang jalan gadis itu. "Gue minta maaf!" sosornya tiba-tiba.

Gadis itu langsung melihat cowok di depannya curiga. Heran dengan permintaan maaf yang tiba-tiba itu. "Buat?"

"Buat yang kemarin, di kantin. Sorry, ngelibatin lo." kata Dewa. Dia menghela napas. "Jujur aja kemarin gue emosi banget sama si Wahyu."

Fifi memang tidak tahu secara jelas apa yang terjadi soal kejadian di video itu. Penyebab pasti pertengkaran gila mereka juga kenapa dia jadi orang yang dilibatkan. Tapi melihat betapa mengamuknya Dewa kemarin dia mengerti cowok ini pasti sudah kehilangan kesabarannya. Entah apa yang terjadi tapi melihat dia melontarkan kata maaf di pagi hari ini dia akan katakan yang kemarin adalah karena dia sedang hilang akal. Lagipula itu juga bukan masalah besar baginya, selagi dia tidak diskorsing. Justru dia menikmati tontonan kemarin. "Ya, lupain aja yang udah terjadi. Asal jangan bawa-bawa gue lagi aja kalau lo berdua berantem nanti."

Dewa menganguk. "Sebagai permintaan maaf, gue anterin lo sampai gerbang."

Karena malas berdebat gadis itu akhirnya pasrah menerima ajakan itu. Lagipula lumayan juga mengirit sedikit tenaganya. Dia naik cukup kesulitan dengan rok sekolahnya. Tapi akhirnya dia bisa duduk di belakang. Berbeda dengan terakhir kali saat kerja kelompok, Dewa membawa motornya dengan normal. Tidak ada kebut-kebutan yang sampai rambut juga bajunya berkibar seperti waktu itu. Jujur Fifi mengharapkan hal itu tapi dia tahu Dewa tidak akan melakukannya di jalanan ramai orang begini. Duduknya agak canggung, ditambah dia diam-diam mencubit sedikit bagian tas milik Dewa sebagai pegangannya.

Karena tidak jauh jaraknya, tidak butuh lama mereka sampai ke sekolah. Dewa terus masuk ke dalam menuju tempat parkir sekolah. Tapi belum sampai sepenuhnya Dewa sudah lihat Wahyu di sebelah sana yang sedang memarkirkan motor yang asing dimatanya itu. Membuat seringainya tertarik entah untuk alasan apa. Terlebih saat dia sengaja memarkirkan motornya tepat di sebelah Wahyu. Pentolan sekolahnya itu langsung berubah tidak senang.

How To Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang