-¦- -¦- -¦- 38 -¦- -¦- -¦-

18 2 0
                                    

Wahyu menepis kedua tangan Dewa dari kerah bajunya. Perasaannya mulai berubah jelek. Butuh waktu lama untuk dia merencanakan malam ini, dia pikir akan lancar tanpa hambatan. Harusnya dia tidak banyak berharap.

"Mau apa si lo?" tanya Wahyu sensi. Dia melirik pada gelas minuman di bawah yang sudah tumpah berceceran. Berdecak kesal. "Gue lagi nggak mau ngomong sama lo sekarang. Gue sibuk."

"Gue tahu lo lagi sama si Fifi!" sosor Dewa.

"Trus kenapa?" balas Wahyu lemas.

Dewa mendorong pundak Wahyu. Bicaranya pedas. "Gue udah bilang sama lo jauhin si Fifi! Kenapa lo malah berduaan sama dia?! Kencan lagi?!"

Dorongan itu tidak sekeras. Hanya saja perlakuan itu membuat emosinya jadi naik. Harga dirinya juga itu tersenggol. Kesal kenapa banyak sekali orang yang menggangu kehidupan pribadinya. Lagipula kenapa si pembalap ini jadi sok ikut campur?

Ah, ngomong-ngomong soal Dewa. Dia sebenarnya sedang bosan. Hari liburnya minggu ini jadi membosankan karena tragedi penyerangan di tempat balap. Dia terpaksa menutup tempat itu sampai keadaan membaik. Entah kapan. Makanya dia jadi tidak punya kegiatan. Niatnya hanya memutar mencari angin, bertemu pasar malam yang belum pernah dia datangi. Tapi malah menemukan pasangan tidak asing. Melihat Wahyu dan Fifi berduaan seperti tambang bensin yang bocor ke emosinya. Dia terbakar membara.

Sejak awal dia mengikuti keduanya, bermain lempar gelang, bermain kora-kora, biang lala. Semua dia ikuti, diam-diam memperlihatkan mereka, memata-matai keduanya. Tapi saat di biang lala dia sempat tertahan karena waktu untuknya berputar masih dua kali lagi. Dan begitu dia turun, dia kehilangan Wahyu dan Fifi. Sempat kesal bukan lain dan hampir pulang. Malah dia berniat mengambil motornya di tempat parkir. Namun, secara kebetulan dia melihat Wahyu di pedagang kaki lima. Lalu di sinilah mereka.

"Gue lagi nggak mau ribut sama lo sekarang." ucap Wahyu. Dia mendorong Dewa dari jalannya. Tapi berhenti begitu si pembalap melayangkannya pertanyaan.

"Lo ada masalah apa sama si Iksan?"

Wahyu menoleh bersama alisnya yang berkerut. Reza juga mengatakan hal yang sama tentang Iksan. Bertanya-tanya bagaimana Dewa bisa tahu tentang orang itu? "Gimana---"

"Tempat balap gue kemarin diserang." ungkap Dewa. "Sebelum itu terjadi. Si Iksan, Abim dan Gema itu dateng bikin masalah. Gue emang nggak tahu ada masalah apa antara 08 sama 07 tapi terakhir kali Iksan dateng dia bahas soal lo."

Wahyu tertarik, dia memilih mendengarkan. "Soal?"

"Mereka minta gue buat ada dipihak mereka."

"Dipihak buat?"

"Buat tawuran 08 sama 07 terjadi."

Bola mata Wahyu memutar malas. Mungkin dia sudah lelah mendengar kalimat itu berulang kali. Perlu mereka semua tahu saja, sejak awal, sejak sepupunya diserang dia sudah menahan diri agar tidak terjadi bentrok. Tapi semakin lama rasanya dia seperti di desak. Laki-laki bernama Iksan itu tampaknya tergesa-gesa juga antusias sekali agar 08 dan 07 bentrok. Dia belum tahu siapa orang itu. Namanya belum pernah terdengar ditelinganya. Tapi yang jelas dia pasti bajingan. "Trus lo ada dipihak mereka sekarang?"

Dewa menarik singgungnya. "Nggak. Tapi bukan karena gue ada dipihak lo. Gue nggak mau ikut campur masalah antar dua sekolah."

"Trus lo mau apa?" desak Wahyu geram.

"Heh, lo itu tolol atau apa si? Jelas-jelas gue kasih tahu lo sekarang itu. Gue memperjelas, masalah lo itu masalah gede. Gue suruh lo jauhin si Fifi bukan apa-apa. Dia itu nggak tahu apa-apa, lo lupa udah berapa kali dia terlibat gara-gara masalah lo?" omelnya. "Sadar, Yu! Sampai sejauh mana lo mau egois? Sampai ada apa-apa?"

How To Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang