OD || 06 - Sebuah Pertanyaan

425 51 5
                                    

74 hari, setelah perceraian.

"Sakura, kau datang?"

Suara lemah seorang wanita paruh baya baru saja menyambut kehadiran Sakura. Gadis itu tersenyum, mengangkat sebuah tas plastik belanjaannya yang cukup banyak. Meski tak lagi tinggal bersama ibunya, Sakura sering berkunjung ke rumah sederhana ini. Biasanya ia membelikan bahan makanan atau sekadar memastikan keadaan Mebuki. Ibu dan anak itu cukup dekat, setidaknya sebelum Sakura harus sibuk dengan kuliah kemudian pekerjaannya.

"Bagaimana?"

"Hmm?" Sakura menoleh sekilas, ketika tangannya sibuk menata bahan makanan itu di kulkas.

"Rasanya menjadi istri orang?"

"Hee? Aku tak menyangka pertanyaan itu dari ibu."

"Aduh! Dasar anak kurang ajar! Kau ingin menyinggung ibumu yang ditinggal pergi suaminya, eh?"

Sakura menutup kulkas. Dia pergi membuka jendela, kemudian mengisi ulang pengharum ruangan.

"Ibu tak bisa mengharapkan banyak dari pernikahanku. Setidaknya untuk tahun pertama. Kami masih harus saling mengenali. Sasuke-kun dan aku juga sama-sama sibuk, jadi kami jarang punya waktu untuk bicara berdua."

"Benarkah?" Mebuki menepuk sofa di dekatnya. Mengisyaratkan putrinya untuk duduk setelah selesai dengan kegiatan. "Bukan kau yang terlalu menyibukkan diri, Sakura?"

"Bu, menjadi seorang dokter itu memang sibuknya luar biasa," jawabnya. Apa memang insting seorang ibu selalu setajam ini?

"Ibu tahu, Sayang. Biar bagaimana juga, Sasuke adalah pria yang baik. Hanya dengan melihat matanya, ibu tahu."

Sakura menjatuhkan bokongnya sedikit kasar. Dia membuang napas panjang. "Dari mata? Maksud Ibu mata tajam itu adalah milik pria baik?"

Dan mata mesumnya, imbuh Sakura dalam hati.

"Tentu saja. Ibu sangat ingat ketika hari pernikahanmu. Dia menatapmu begitu lembut. Juga, tatapanmu padanya masih sama."

"Sama?" sahut Sakura, secara refleks.

"Hmm, ya. Sama. Kau begitu tertarik padanya."

Sekarang aku benci, Bu.

Pada akhirnya, Sakura hanya tersenyum. Dia berdiri dengan dalih ingin membuatkan ibunya makan malam. Pada waktu dia sibuk di dapur, Sakura sempat mendengar telepon rumah ini berdering. Dia tahu ibunya pergi menerima panggilan, sehingga Sakura bisa fokus untuk memasak. Dia selalu memperhatikan apa yang ibunya makan. Seminggu lalu, Haruno Mebuki memang baru keluar dari rumah sakit, dia ingin pulang karena tubuhnya terasa bisa bergerak dengan leluasa. Meski sebenarnya, wanita itu hanya sedang rindu dengan rumah, yang penuh kenangan dengan putri tercintanya.

"Makanan siap, Bu. Ayo kita makan!"

"Sakura, kau terlalu sering datang ke tempat ibu, apa tak masalah? Bagaimana dengan keluargamu di sana?"

"Ibu bicara apa? Bukankah ibu juga keluargaku? Lagipula Sakura sudah izin pada Sasuke-kun."

Maaf, Bu. Hari ini aku lupa belum meminta izin padanya, oceh Sakura dalam hati.

Mebuki tersenyum. Dia duduk di kursi, lalu mulai mengambil sendok. Sakura menyerahkan sebuah piring berisi nasi dan beberapa mangkuk. Dia yang mengatur porsi makan ibunya. Setiap hendak pulang, Sakura akan sekali lagi mengingatkan bagaimana ibunya harus makan. Hal itu, semenjak ibunya menderita gagal ginjal, Sakura selalu melakukannya hingga Mebuki hapal.

Ting! Tong!

Sumpit di tangan Sakura ditaruh kembali. "Astaga, siapa yang bertamu saat aku hendak makan!" omelnya seraya berdiri lalu menuju pintu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Day [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang