OD || 02 - Obat

448 67 2
                                    

"Sasuke-kun, ayo kita cerai?"

Saat itu juga Sasuke membeku. Sakura bergerak menuruni ranjang. Seakan dia baru saja mengatakan hal yang wajar. Si pria tersadar pada kenyataan ketika mendengar suara air yang teredam dari arah kamar mandi. Dia baru mengerti bahwa setelah mengajaknya bercerai, Sakura melakukan aktivitas dengan damai. Di kamar ini, Sasuke yakin bahwa semalam Sakura masih menunjukkan padanya seberapa tertarik gadis itu dengan si bungsu Uchiha. Bahkan hangatnya pelukan Sakura masih tersisa dalam ingatan. Dia tiba-tiba dibuat bingung atas ajakan Sakura beberapa menit lalu.

"Sakura, kau demam?" Sasuke langsung menyambut dengan pertanyaan begitu gadis itu keluar kamar mandi.

"Maafkan aku," kata Sakura pelan, sambil membuang muka. "Sebenarnya aku sudah tak lagi mencintaimu. Aku selesai dengan perasaan itu pada hari kelulusan kita di SMA. Karena berita soal cinta yang aku miliki untukmu terlanjur menyebar, aku menjadi bingung. Suatu hari orang tuamu datang ke rumah dan berniat melamarku untukmu."

"Apa?"

"Mereka bilang aku harus merahasiakan hal itu jika jawabanku tidak."

"Pada akhirnya kau mau."

"Aku terpaksa!"

Sasuke tak terlalu memahami bagaimana perasaan perempuan berubah dengan cepat. Barusan wajah gadis di depannya masih tampak dingin saat berucap panjang lebar, seakan pernah mengubur dendam untuknya. Tapi kini mimik wajah Sakura memilukan, bahkan sepasang manik indahnya mulai berurai air mata. Lalu, gadis itu berbicara dengan suara yang bergetar.

"Prognosis ibu hanya sampai enam bulan. Gagal ginjal akutnya baru aku sadari setengah tahun lalu. Dia selalu menyembunyikan penyakitnya tanpa keluarganya di kampung tahu. Apa kaupikir aku berhasil menjadi dokter? Tidak! Aku merasa gagal! Andai saja aku belajar lebih giat pasti aku bisa sekolah di luar negeri dan lulus lebih cepat!"

Sakura, ia baru saja berjongkok dan menenggelamkan wajahnya pada kedua lutut. Dia mulai sesegukan, tetapi masih mencoba berbicara. Satu tangan Sasuke terangkat dengan ragu, ingin menggapai gadis itu.

"Aku ... sangat ingin membahagiakannya. Jika bukan karena kerja kerasnya, kami tak mungkin bertahan hidup tanpa seorang ayah. Keluarga ayahku bahkan sampai sekarang menolak keluarga kami. Jika ibu tak ada, aku tak tahu untuk apa aku hidup. Hari itu ... saat orang tuamu datang melamarku ... ibuku terlihat sangat bahagia. Hampir semua orang di kota ini mengenali keluarga Uchiha. Kaa-san bicara padaku setelah mereka pergi. Dia mengira bahwa jika putri semata wayangnya menjadi bagian dari keluarga Uchiha, maka dia bisa pergi dengan tenang."

Tangis Sakura pecah. Dia terisak tertahan, berusaha tak mengeluarkan suara terlalu keras. Akibatnya, dadanya makin terasa sesak. Sesungguhnya, apa yang membuatnya berurai air mata bukan hanya perkara ibunya.

"Ibu ... menolak tinggal di rumah sakit sebelum aku menikah denganmu. Aku selalu bertanya harus bagaimana menolakmu. Aku tak punya pilihan lain, jika memang menikahimu membuat ibuku tak mengkhawatirkanku lagi. Aku pikir pilihanku bisa membuatnya tak terlalu banyak berpikir."

Sasuke menaruh gelas berisi susu itu ke meja. Dia mendekati Sakura, kemudian ikut berjongkok dan merengkuh tubuh mungil istrinya. Banyak yang melintas di benak pria itu. Mulutnya enggan berbicara selain mendekap gadis di depannya dan mengusap punggungnya pelan.

Setelah itu, tak ada percakapan serius sampai seminggu mendatang, kecuali seribu pertanyaan yang bersarang di kepala raven Sasuke.

✧✧

38 hari, setelah perceraian.

Tok! Tok!

"Sasuke? Aku datang mengantarkan calon aktris baru yang waktu itu kubicarakan."

One Day [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang