Bab 6

151 14 2
                                    

Dari satu sudut terasa hening, meninggalkan sisi lain yang lebih ceria. Bailian dan Tiberias menatap aneh ke sudut itu. Kerumitan demj kerumitan terjalin dalam Pikirannya. Ini adalah kali pertama mereka melihat Raja Baldwin lebih hidup. Hanya dengan berdiam diri, duduk menatap tangan Jinny membolak-balik daging di atas wajan datar, dia terlihat memiliki nyawa yang menari.

Apakah dia masih Raja Baldwin yang dikenalnya? Baldwin dengan Lepra. Baldwin raja yang hanya akan duduk di balik pintu, menutup dirinya dalam pengasingan?

"Cukup! Ini terlalu banyak, aku tidak bisa menampung semuanya." kata Baldwin mendorong piring dengan daging dan sayuran di atasnya.

Jinny mendengus, dia mengambil satu sendok penuh daging dan jagung rebus yang di serut."ayo satu suapan lagi. Aku tidak akan membiarkan satu orang pun keluar dari kamar ini sebelum satu suapan terakhir mu." ancam Jinny menatap Baldwin tajam.

Baldwin menatap kedua pria di sekitar, dan menghela nafas panjang. Dia pada akhirnya menyerah. Entah kenapa, dia sangat sulit menolak perintah Jinny dari waktu ke waktu. Seolah Jinny telah menjadi morfin untuknya. Begitu terikat. Tanpa bisa di tolak dan membuatmu menjadi bodoh.

Setelah suapan itu tertelan, Jinny membuka botol obat, dia memberikan obat juga satu gelas air padanya (Baldwin).

Tiberias bersiap meraih obat itu tetapi Baldwin menghentikan dengan tatapan tajam nya.

Baldwin menyerahkan gelas pada Jinny sebelum berdiri hendak meninggalkan kamar untuk menghadiri persidangan menteri di aula utama. Jinny menghentikan langkah Baldwin. Dia membantunya menyesuaikan jubah Baldwin agar terlihat rapi. "Ambil istirahat saat kamu merasa mengantuk. Jangan paksakan  diri untuk bekerja terlalu keras. Tidak ada yang lebih penting dari kesehatan mu."

"Dimengerti." jawab Baldwin bersedia mengikuti instruksi istrinya.

"Jika ada masalah yang menurutmu sangat sulit ditangani, simpan sementara, ayo kita diskusi kan bersama. Kembali saat siang, atau kamu akan membawa obatmu untuk siang hari?" tanya Jinny mengingatkan jadwal Baldwin untuk mengkonsumsi obat nya.

Betapa hebat nya ini, dia memiliki Seseorang yang akan mengingatkan detail hidupnya. Sangat dipedulikan. Dia menyukainya. "Aku akan kembali saat siang. Ini hanya di ruangan lain di rumah ini. Tidak seperti aku akan berkeliaran di alam liar." gerutu Baldwin merasa sangat dimanjakan oleh sikap Jinny.

"Bahkan jika itu di rumah ini. Aku tidak tahan untuk tidak melihatmu di pandanganku. Aku merasa sangat terancam. Bagaimana jika seorang pelayan yang manis berjalan di depanmu dan kamu tergoda? Baldwin jika kamu berani memanjat dinding di belakang ku (berselingkuh) aku akan mencongkel matamu." ancam Jinny dengan sangat kasar.

Tiberias tidak tahan lagi. Meskipun dia wanita sang raja, namun perlakuannya sangat tidak pantas.

Tetapi sekali lagi Baldwin menghentikannya. "Setelah kamu pergi, aku akan menyelinap keluar dari Yerusalem. Aku akan pergi ke Damaskus."

Mendengar hal itu, seketika ekspresi semua orang menjadi buruk. "Kenapa kamu pergi ke sana?" Tanya Baldwin masih berusaha bersikap tenang.

Jinny merapikan kearah Baldwin. "Aku ingin memastikan tidak ada hal buruk terjadi. Sebelumnya ada wabah yang aku temukan, aku ingin melihatnya jika dibutuhkan, aku akan membantu."

"Damaskus bukan wilayah Yerusalem, kenapa kamu harus terlibat?" tanya Tiberias sarkas.

Mata Jinny melebar. Dia memberi tatapan mencela kepada Tiberias. "Terlepas dari aku wanita seorang raja Yerusalem, aku adalah manusia, dan mereka yang menderita wabah tidak berbeda denganku. Kami memerlukan udara untuk bernafas. Makanan untuk sumber energi, dan orang lain untuk melengkapi Kehidupan sosialku. Kenapa aku tidak bisa pergi membantu hanya karena aku adalah istri dari Raja mu?apakah dengan aku membantu orang lain, kaum lain, lantas membuat suamiku jatuh miskin? Atau kah dia akan jatuh dari Tahta nya? Kemanusiaan lebih tinggi dari kursi yang dia duduki. Mata rakyat tidak semuanya buta. Untuk menjadi seorang raja, kamu tidak memerlukan mahkota untuk dikenali, tetapi (Jinny memukul dadanya) rakyatmu akan mengenali mu sebagai raja dari hati mereka. Bahkan jika Baldwin bukanlah seorang raja. " sergah Jinny menatapnya tajam.

Bibir Tiberias tertutup rapat. Kata-kata nya telah dibungkam. Dia melihat Baldwin dan Jinny secara bergantian. Dia menunggu Baldwin mengatakan sesuatu untuk menghentikan Ratunya tetapi kata-kata lain yang keluar.

"Apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?" Tanya Baldwin.

Tiberias bergerak hendak menghentikan Baldwin tetapi kesekian kalinya dia di hentikan.

Jinny menatap Baldwin dengan senyuman teduh. "Baldwin, aku mengatakan nya hanya untuk memberitahumu. Dan aku meminta ijinmu sebagai suamiku."

"Bagaimana jika aku tidak mengijinkan mu pergi?"

"Aku tidak akan pergi. Meskipun aku patah hati. Aku bersumpah di bawah sebuah kitab saat pendidikan ku menjadi dokter telah berakhir. Aku berjanji akan menyelamatkan banyak nyawa dengan ilmu yang telah ku miliki. Tidak membedakan kasta, ras, agama, dan konflik yang terjadi. Selama ilmu ku dibutuhkan di sana aku akan berada. Tetapi jika ijin mu, suamiku, tidak aku dapatkan, semua tidak akan berguna. Tuhan tidak akan menyertai setiap langkah yang aku ambil saat itu."

Mendengar hal ini hati Baldwin bergetar. Jinny Benar-benar mengakuinya sebagai suami dengan begitu serius. "Aku akan pergi denganmu."

"Yang Mulia!" sergah Tiberias keberatan.

"Ini bukan perjalanan tanpa tujuan. Aku berharap dengan bantuan yang kita berikan, Yerusalem dan kaum muslimin akan memiliki hubungan yang lebih baik. Kerjasama terjalin di kemudian hari. Akan lebih baik jika kaum muslimin bisa menjadi teman untuk Yerusalem. Salahuddin bukan teman yang buruk." Ujarnya mengingatkan Tiberias.

Tiberias berjalan mendekati Baldwin, dia berkata dengan sangat lembut. "Yang Mulia kondisimu..."

"Aku memiliki kereta yang sudah ku siapkan untuknya Pergi berlibur. Ayo kita mencoba kereta ini. Kamu tidak akan kelelahan dan aku akan merawatmu dengan lebih baik lagi." mengabaikan Tiberias, Jinny meyakinkan Baldwin bahwa perjalanan kali ini, dia akan baik-baik saja.

Tiberias meraih lengan Baldwin. "Yang Mulia biarkan aku dan Bailian ikut pergi bersamamu."

Jinny yakin, Baldwin akan menolak nya. "Ini akan sangat bagus. Ayo kita pergi bersama. Kamu dan Bailian bisa menggunakan gerobak barang. Aku juga sudah memilih beberapa wanita dan pemuda untuk membantu."

"Apa?" Tiberias terkejut. Wanita ini terlalu lancang. Dia bahkan sudah berani membuat rencana dibalik punggung sang raja.

"Aku memilih wanita muda tunggal dengan orang tua korban perang. Beberapa budak yang dijual, aku mengambilnya. Kupikir aku akan memberi mereka pekerjaan dan memberi upah di setiap bulan. Akan ada bahan pangan di setiap minggu nya jadi mereka yang bekerja padaku tidak akan memiliki pikiran yang terbelah. Bagaimana pendapat mu, suamiku?" tanya Jinny bersemangat.

"Ide yang bagus. Kamu sangat bijaksana."

Tentu! Ketahui lah, ini adalah kebijakan di era modern dan hal ini sangat lumrah untuk dilakukan. Cemoohnya di dalam hati, seolah telah berhasil mengelabuhi Baldwin.

Bailian berbeda dengan Tiberias, dia terus berdiam diri dan mengamati ratu mereka. Ada perasaan yang sangat rumit. Dia begitu pintar dan cantik. Jika itu raja lain, bukan Baldwin IV dengan Lepra, tentu pertanyaan tidak akan pernah muncul, tetapi ini adalah raja Lepra. Sebagian dari wajahnya telah terkikis.

"Sebaiknya kalian pergi dan bicarakan wacana ini kepada mentri-mentri mu dan ingat, jangan libatkan aku di dalamnya. Aku tidak ingin terseret dengan hal-hal yang merepotkan." gerutu Jinny mendorong Baldwin keluar dari kamar. Namun sebelum ketiga nya pergi, Jinny sekali lagi menghentikan Baldwin. Mengecup sedikit Bibirnya dan memasang topeng besi yang tertinggal.

Semakin banyak makanan anjing yang disuguhkan, semakin banyak pertanyaan.

Bagaimana rasanya mencium raja Baldwin?

STAY WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang