Jinny, Baldwin, Tiberias dan Bailian menarik kekang kuda dan melaju dengan cepat. Mereka melewati gerbang kota Yerusalem, melewati padang gurun yang gersang. Tiberias tidak merasakan kepuasan di sepanjang perjalanan, dia terus menatap wanita dengan jubah naga hitam begitu dingin.
"Nyonya Ku, bukankah kamu menjanjikan kereta nyaman untuk Rajaku, perjalanan ini sangat berisiko jika kita terus melangkah maju."
Jinny mengabaikan Tiberias, dia hanya terus memacu kudanya lebih cepat sembari mengaitkan lengan Baldwin melingkari tubuhnya. Dia seolah tuli, tidak memperdulikan komentar sarkas yang di lontarkan oleh orang-orang Baldwin. Dia hanya terus mengukir senyumnya dan berbicara dengan lembut. "Di depan kita akan berhenti. Tetaplah di luar sebelum aku mengijinkan mu untuk masuk."
Keempat-nya berdiri di depan gudang tua tidak terpakai di tengah gurun, dibawah pohon kurma tua. Dia menali kudanya sebelum pergi memasuki gudang.
Tiberias yang tidak mengetahui tentang rencana Jinny, terus menaruh kecurigaan.. Wanita ini terlalu aneh. Begitu tiba-tiba muncul di sekitar sang raja. Bukan dia menghina fisik dari pemimpin mereka tetapi menggunakan logika yang sehat, jenis keindahan seperti Jinny terlalu boros untuk wajah kehancuran Baldwin. Kecuali jika mereka memiliki maksud busuk dibalik lengannya. "Yang Mulia, sejak kapan anda menjadi begitu lunak dan ceroboh? Mengendorkan kewaspadaan mu terhadap sekitar. Kita tidak mengenali nya (Jinny) dia terlalu aneh. Maksud yang ia miliki tidak murni...."
Wajah Baldwin tidak pernah bisa di tebak oleh siapapun dan Pikirannya bukan sesuatu yang bisa mereka raba. "Jadi maksudmu aku tidak layak mendapatkan seseorang di dekat ku?"
Nafas Tiberias mandek, mendengar pertanyaan ini secara langsung dari Raja nya. Bagaimana mungkin dia memiliki nyali menyebutkan hal itu. Tidak ada niatan buruk tentangnya sama sekali. Kata-kata yang terlontar adalah salah satu kecerobohan dari bentuk kepeduliannya. Dia perduli! Dia sangat melindungi Baldwin. "Tidak! Bukan seperti itu..."
Baldwin memiringkan kepalanya, dia menarik satu alis, bertanya padanya. "Jadi seperti apa?"
Bailian masih diam tanpa ingin terlibat. Dia tahu bahwa dirinya adalah orang baru, terlalu ikut campur hanya akan membuatnya terlihat usil. Dia mengamati keduanya, bergantian. Mendengar kan dengan seksama untuk mempelajari dua karakter terdekat.
Tiberias begitu tertekan. Demi Tuhan dia tidak memiliki niatan untuk menilai rendah fisik Baldwin tetapi hubungan Baldwin memang tidak bisa dilakukan dengan sembrono karena itu akan mempengaruhi kelangsungan negara mereka untuk kedepannya. Dia terus menggelengkan kepalanya dengan frustasi. Dia menyesal. Dia merasa sangat buruk.
Ketegangan di luar gudang tidak pernah diketahui oleh Jinny. Wanita itu terus melenggang dengan nyaman saat memasuki gudang. Dia melihat pria muda kering berlari ke arahnya dengan senyuman lebar. "Kakak perempuan, kamu sudah datang." seru nya menyambut Jinny.
Jinny merangkul nya, "Tentu aku akan datang. Bagaimana persiapannya?" tanya Jinny bersemangat.
Seseorang yang lain, yang lebih tua datang menghampiri dengan lengan terentang. "Ya leluhurku, kamu telah datang. Lihatlah, kami telah membuat permintaan mu dengan luar biasa.
Jinny mengerutkan Bibirnya, dia memberi tatapan menyipit ke arahnya. " Ethan, kamu menjadi seseorang yang tidak tahu malu. Jangan meniupkan kentut pelangi padaku, aku akan muntah."
"Kakak Jinny, ide mu bukan sesuatu yang bisa kita anggap remeh. Ini adalah mahakarya. Hanya seorang leluhur yang dapat memikirkan emas ini." sembut Ethan tidak ingin di anggap penjilat ulung.
"Hey berhenti dengan omong kosong nya. Ayo kita pergi. Atau Raja akan menemukan kita dalam waktu singkat." mendengar Kata-kata itu, Ethan dan pria kecil Abraham seketika menciut.