Bab 13

70 4 0
                                    

Duduk di tangga teras. Jinny memangku  Husein dan Baldwin merawat Hasan. Pria kecil ini berusia sekitar lima tahun, sangat menggemaskan.

Salahuddin duduk di tangga lebih rendah, mengamati sepasang ini dan sesekali ikut terlibat di dalam obrolan.

"Ayo panggil aku ibu." seru Jinny mencubit pipi tirus  Husein.
Bayi Husein hanya memandangnya. Dia bukan ibunya Bagaimana dia akan memanggil Jinny sebagai ibu?

"Tidak? Tidak ibu? Husein sekarang adalah bayi ku, mulai sekarang hingga ke depan, Husein dan Hasan akan memanggilku ibu, dan Raja Baldwin sebagai ayah, oke." bujuk Jinny memeluk lebih erat bayi di dalam pangkuannya.

Hasan yang di sebutkan namanya segera menoleh. Banyak makanan di dalam mulut kecil itu. Hasan yang lebih besar terlihat lebih dewasa. Dia sepertinya memahami situasi atas dirinya sendiri.
"Ibu? Ayah?" tanya Hasan menatap keduanya bergantian.

"Ya tentu Hasan ku harus memanggil kami seperti itu." saat menyebutkan hal-hal ini Jinny mencium bibir dan kening Hasan yang berada di pangkuan Baldwin.

Putranya sudah mati bahkan sebelum dia bisa melihat dunia. Dan sekarang dia memiliki Hasan juga Husein. Seolah dunia ini memang di ciptakan untuknya.

Ada keluhan di hati Baldwin saat melihat istrinya begitu lembut dan sayang kepada Hasan bahkan tidak ragu-ragu wanita ini untuk memberinya ciuman.
"Ayo lakukan! Panggil aku ibu."

"Ibu!"

"Panggil dia ayah."

Hasan tidak langsung melakukannya. Dia mendongak untuk melihat Baldwin lebih jelas. Saat Baldwin mengulurkan tangan dalam perban untuk mengusap wajah kecil Hasan, kemudian bayi itu berseru. "Ayah!"

Hati Baldwin meleleh, mendengar seseorang memanggilnya ayah. Ini benar-benar di luar apa yang pernah dia pikirkan. Beginikah rasanya menjadi seorang ayah? Menjadi orang tua? Dengan terhalang sehelai masker, Baldwin mencium pipi Hasan.

Jinny tertawa melihat reaksi Baldwin. Dia terlihat sangat kaku dan kaku.

Husein terdiam ada perasaan masam di hatinya melihat Hasan mendapatkan dua ciuman dari orang tua baru mereka. Dia kemudian mengulurkan lengannya memeluk Jinny. "Ibu.. Ibu... Ibu.." dia meneriakkan panggilan itu berulang kali dengan penuh semangat.

Tentu Jinny memiliki reaksi lebih gila. Dia memeluknya lebih erat lagi. Mencium sembari menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Agh bayi ku Husein.. Ibu akan mencintaimu.. Ibu akan menyayangi mu... Ayo beri ayahmu pelukan yang sama." dia mengajarinya cara untuk adil? Kasih sayang yang mereka dapatkan akan setara.

Husein turun dari pangkuan Jinny, beralih mendekati Baldwin. Takut jika bayi kecilnya tergelincir, Baldwin melingkari tubuh kecil Husein dan saat bayi itu melakukan sesuatu yang tidak terduga (membuka masker nya) dia hendak menarik tangannya. Tetapi kembali dikejutkan, Husein tidak takut melihat wajah rusak Baldwin. Malah sebaliknya, pria kecil itu memeluk juga mencium Baldwin. "Aku akan menyayangimu, ayah."

Mendapatkan perlakuan seperti ini hati Baldwin semakin rumit. Dia benar-benar menangis, menyembunyikan wajahnya di pundak kecil sang bayi. Sementara Salahuddin, dia ikut Merasakan sembab.

Abraham berlari menghampiri mereka. Dia dengan suka cita  memberikan manisan yang di buat oleh Jinny. "Keponakan ku, aku akan membagi manisan ini denganmu." katanya menyerahkan dua potong manisan.

"Tidak... Tidak.. Tidak.. Hasan dan Husein sudah memakan banyak makanan manis hari ini. Jika dia menampung lebih banyak gula, giginya akan rusak." Jinny merebut manisan dan menjejalkan ke mulut Baldwin dengan kasar.
"Tuhan!" Pekikan Baldwin nyaris terjungkal karena Jinny mendorong manisan ke dalam mulutnya dengan banyak kekuatan.

Abraham jatuh terpingkal-pingkal bersama Salahuddin. Jinny benar- benar wanita tanpa rasa takut sama sekali. Suaminya adalah Baldwin Raja dari Yerusalem tetapi dia terlihat seperti laki-laki biasa pada umumnya yang akan  takut dengan kemarahan istri mereka.

"Masyaallah... Aku tidak bisa berhenti tertawa. Wahai raja Baldwin aku sangat salut dengan kesabaranmu. Tidak semua pria mampu di injak karena dia seorang raja tetapi kamu bahkan tidak pernah terdengar meninggikan suara mu saat berbicara dengan istrimu." Salahuddin menepuk pundak Baldwin salut.

Jinny menatapnya dengan heran. "Apanya yang salah? Jika dia berpikir bahwa pria yang mampu membentak  istrinya disebut keren, kalian salah besar. Pria pendiam saat istri memarahi mereka adalah sesuatu yang luar biasa. Ketahuilah kalian para pria, surga kalian, kekayaan, kemakmuran berada pada ke ikhlas seorang istri. Dan surganya para istri ada pada ijin suami. Bukankah itu juga ada pada ajaran mu, Sultan Salahuddin? Dan ku pikir hal itu di Benarkah. Jadi, Baldwin suamiku, jangan pernah membuatku tidak bahagia."

"Aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang membuatmu tidak senang."

"Itu bagus. Dan kamu (menatap tajam ke arah Abraham) ingatlah untuk menghormati dan memuliakan wanita. Jika ada seorang janda di sekitar kampung mu cobalah untuk mengambil tanggung jawab suaminya menghidupi mereka. Tidak harus menikahi hanya ambilah tanggung jawab itu. Pergi belikan kebutuhan sehari-hari untuk di makan, maka Tuhan mu akan mencintaimu tanpa kamu bisa menyadarinya. Mungkin hidupmu di dunia penuh dengan cobaan bahkan seolah kematian terus berusaha menangkap mu tetapi kamu tidak akan tahu apa yang kamu miliki di akhir setelah kematian mu."
"Tentu. Aku akan mengingat semua yang kamu ajarkan padaku. Kakak perempuan apa yang selama ini kamu katakan padaku, kehormatan wanita, bakti seorang anak, kebaikan, ketulusan, selalu aku kemas baik di dalam pribadi ku. Aku tidak mengabaikan nya. Apa yang kamu katakan terasa masuk akal untuk ku. Tidak ada yang perlu diragukan untuk di lakukan." kata Abraham bersungguh-sungguh.

Salahuddin tertegun mendengar pelajaran ini keluar dari bibir Jinny. Dia mengajari orang terdekatnya dengan baik. Dia mengajarkan norma-norma dalam hidup sosial. Bagaimana menciptakan  kedamaian hati juga perdamaian dalam diri sendiri. Jinny mengajarkan keberadaan tuhan yang nyata.


STAY WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang