4. Mama, kok adek adek bayinya nendang?

99 18 0
                                    

Tidak terasa waktu begitu cepat, dari pagi ke siang, siang ke malam benar-benar seperti satu kedipan mata. Pun juga dengan kandungan Revi yang sudah memasuki bulan ke-sembilan. Usia matang untuk melahirkan ini begitu sangat rentan, maka tak heran jika Doni menjaga istrinya begitu ketat, sampai-sampai pria itu rela mengambil cuti selama lima hari demi menemani Revi yang sebentar lagi melahirkan. Prediksi dokter dua sampai empat hari ke depan bayi-bayi di dalam perut Revi akan segera menyapa dunia.

Sikap perhatian Doni mampu membuat Revi tersentuh, suaminya itu memang pria yang tepat untuk menjadi teman hidupnya. Doni terlalu baik, tanggap, dan juga perhatian. Bertanggung jawab itu pasti, serta tingkah nyeleneh nya juga mampu membuat Revi terbius akan pesonanya.

Membicarakan soal Doni, ibu mertuanya dan juga mama kandungnya tak kalah perhatian. Sudah satu minggu lebih mereka berdua kompak datang bergantian setiap hari hanya untuk memberikan banyak makanan. Seperti di jadwal, kemarin mamanya yang datang, maka hari ini Mayang---ibu mertuanya yang datang.

"Revi, gimana perasaan kamu, hm?" Pertanyaan Mayang mampu membuat Revi meringis. Orang yang paling terlihat intimidasi itu ibunya Doni. Wanita sebaya dengan mamanya itu memiliki aura tegas, wajahnya sedikit galak walau sebenarnya hatinya lembut.

Dulu, Revi sempat ketakutan ketika Mayang memintanya untuk sering mengunjungi rumah beliau. Niat Mayang baik, agar calon menantunya lebih akrab lagi karena seringnya interaksi. Namun, Revi terlalu takut padanya. Alasannya cukup klise, aura judes dan cara bicaranya yang sedikit jutek itu membuat mental Revi terguncang.

Terkesan lebay, namun itu pada kenyataannya. Revi terlalu cepat mengambil asumsi akan penilaiannya terhadap apa yang ia lihat sebentar. Padahal belum tentu apa yang dilihat itu benar dengan kenyataannya.

"Deg degan Bu," balas Revi pelan. Meski sudah menjadi menantu Mayang kurang lebih enam tahun, tak bisa terelakkan jika Revi sedikit tak nyaman ketika raut wajah ibu mertuanya terlihat datar. Tapi, ketika Mayang tersenyum saat itu juga hati Revi tenang sekali.

"Bukan hal pertama buat kamu juga, tapi wajar sih kalo deg degan."

"Iya ma, apalagi bayinya ada tiga."

Mayang tersenyum tipis, "ibu enggak nyangka loh kalo kamu bisa ngandung tiga anak sekaligus. Padahal keluarga ibu enggak ada keturunan kembar."

"Mama bilang juga sama, Bu. Enggak punya gen kembar. Tapi, mungkin ini udah jadi takdir aku," ucap Revi tersenyum tipis.

"Ibu selalu doain kamu, supaya proses lahirannya lancar. Ibu wanti-wanti Doni supaya bisa terus jaga kamu," jelas Mayang.

Mata Revi membulat. "Loh, jadi ibu yang ngusul mas Doni cuti?" tanyanya penasaran. Bukan apa-apa, suaminya itu gila kerja. Kadang di rumah pun masih sempat-sempatnya memikirkan soal kerjaan. Hal yang mengagetkannya adalah ketika putra Mayang itu mengambil cuti lima hari lamanya demi dirinya.

Mayang menggeleng, "enggak. Ibu enggak nyuruh dia cuti, mungkin itu inisiatifnya aja. Ibu cuma ngingetin supaya lebih ekstra jaga kamu dan bayi-bayi kalian."

"Bu, padahal pas hamil Mahesa mas Doni enggak terlalu memaksakan diri ngambil cuti. Takut deh mas Doni dimarahin atasannya," cicit Revi.

Mayang memutar kedua bola matanya. "Kamu ini suka banget pikun, kalo atasan Doni itu si Septa, abangnya. Enggak usah khawatir gitu deh." Revi meringis. Ia lupa akan satu fakta tersebut, bahwa atasan suaminya di kantor tempatnya bekerja itu Septa---abang iparnya Doni.

"Hehehe, lupa, Bu."

"Yaudah, mending kamu tidur siang aja. Habis keliling komplek pasti capek," titah Mayang. Wanita itu mulai membereskan piring-piring bekas makan si menantu. Tadi sebelum ngobrol-ngobrol, Mayang menyuruh Revi segera melahap kue buatannya.

"Bu, biar Revi aja yang beresin."

"Enggak, kamu sana tidur. Biar Ibu aja. Perlu ibu antar ke kamar?" Wajah judes Mayang mampu membuat Revi tak berkutik.

"I--iya, Bu."

***

Mahesa mengerjapkan mata berulang kali, ketika dirinya merasakan sesuatu. Tangan mungilnya tengah mengusap-usap perut besar Revi yang tengah pulas tertidur. Dibuat terkejut merasakan sesuatu yang menendang-nendang dari dalam perut mamanya.

"Kenapa ya?" gumamnya pelan.

Tadi, Mahesa mencari keberadaan Revi lalu bertanya pada Neneknya yang sibuk mencuci piring. Kata beliau kalau Revi tengah tidur di kamar, untuk itu segeralah Mahesa mendatangi kamar mamanya dan ikut berbaring di sebelahnya.

"Ihh, kok nendang-nendang? Mama kok enggak sakit?"

"Ihhh kelasa banget!" pekik Mahesa keras membuat Revi terkejut. Wanita itu membuka matanya, lalu tatapannya mengarah pada sang putra yang tengah membekap mulutnya sendiri.

"Esa, ada apa, sayang?"

"Ma, maafin Esa, buat mama bangun." Ada nada sesal dari suara Mahesa.

"Enggak apa-apa."

"Selius enggak apa-apa?"

Revi mengangguk. "Sekarang mama tanya, kamu kenapa teriak, terus tiba-tiba di samping mama."

"Esa kangen mama! Sehalian Esa cuma main sama papa. Oh ya, Esa ngelasain adek-adek Esa di pelut mama belantem."

"Berantem?"

"Iya, soalnya nendang-nendang."

Revi terkekeh gemas. Walau masih mengantuk, tak bisa menampik jika putranya mampu membuatnya perlahan mengusir rasa kantuk.

"Bukan berantem, mereka cuma nunjukin ke kamu kalo mereka bisa ngerasain kehadiran kamu, sayang."

"Mama, kok adek-adek bayinya nendang pelut mama? Apa enggak sakit pelutnya?"

Revi kembali terkekeh. Lucu sekali Mahesa.

We are SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang