Tiga hari telah berlalu, Revi dan keluarga sudah pulang ke rumah setelah dua hari di rumah sakit. Seluruh anggota berkumpul untuk menghadiri syukuran sekaligus memberi nama untuk para putra pasangan Revi dan Doni.
Setelah berdoa bersama, para anggota keluarga bersantai di teras rumah Doni yang lumayan luas. Mereka berbincang sambil menikmati hidangan prasmanan yang telah disiapkan sedemikian rupa.
Sebagiannya lagi tengah berkerumun di sekitar box bayi. Mereka melingkar, menatap gemas pada tiga bayi-bayi kembar tak seiras itu. Ya, putra kembar Revi tak seiras, jadi tak perlu repot-repot untuk membedakan satu sama lain. Karena wajah mereka berbeda.
Nama mereka bertiga itu simpel. Rionald putra Maheswari, Reza putra Maheswari, dan Riki putra Maheswari.
"Masyaallah, ganteng-ganteng banget. Jadi pengin nambah anak," celetuk Tante Revi. Beliau adik dari Widuri, namanya Anggun.
"Aduh, kamu tuh latah ya. Liat bayi cakep, mendadak pengin produksi lagi," timpal Yuli--- kakak Widuri.
Fyi, mamanya Revi itu tiga bersaudara. Perempuan semua lagi, dan Widuri sebagai anak tengah hanya bisa menggeleng melihat tingkah dua saudarinya itu.
"Hehehe, habisnya lucu mbak. Revi nih, pinter banget dapet tiga anak sekaligus."
Mendengar itu Revi tersenyum kecil. Tidak sedikit yang ngomong seperti itu padanya. Kadang, Revi ingin menyombongkan diri. Apalagi visual anak-anaknya sangat luar biasa. Mungkin karena menurun dari visual papanya. Ya, Doni memang setampan itu.
"Woahhh! Mama adek-adek Esa lucu banget," ujar Mahesa. Anak itu berdiri tak jauh dari neneknya. Siapa lagi kalau bukan Mayang.
Mata bulatnya berbinar menatap adik-adiknya itu. "Mama, Esa mau main sama adek bayi!"
"Sabar dong, adek-adek kan masih bayi, belum bisa duduk, berdiri, ngomong. Nanti aja kalau udah sedikit besar," balas Yuli. Mahesa mengerjapkan matanya, "begitu ya?"
"Iya."
"Yaudah deh, Esa mau ke papa dulu, dadah!" Mahesa benar-benar pergi menuju Doni yang sedang asyik mengobrol.
"Revi, kamu kan udah punya empat anak sekaligus. Kamu bisa enggak buat membagi kasih sayang mereka? Kasian loh masih kecil-kecil semua, Tante harap sih kamu bisa menghandle nya."
Tiba-tiba Tante dari pihak Doni berkata demikian, membuat susana mendadak canggung. Apalagi sorot remeh itu membuat Revi tak nyaman.
"Dewi, udahlah. Itu kan urusan Revi, kalo ada apa-apa ya pasti bilang sama aku. Asal kamu tahu ya, walaupun janda aku tetep bisa memberi wejangan untuk menantuku sendiri, tanpa kamu bilang pun Revi paham akan tugasnya." Mayang memasang wajah datarnya. Telinga mama Doni itu mendadak panas, apalagi sosok adik perempuan satu-satunya itu selalu bertingkah seenaknya.
Dewi mendengkus mendengar ucapan Mayang. Dengan cepat wanita itu berlalu menuju teras, suaminya berada.
****
"Haii!"
Mahesa mendongak, menatap sosok pria yang tidak asing dimatanya. Keningnya mengerut ketika pria tersebut memilih duduk di sebelahnya yang sedang asyik menonton kartun di tablet.
"Lagi ngapain, Esa?" tanyanya lembut.
"Lagi nonton Spongebob, om."
"Asik banget, om mau dong liat."
Mahesa memandang Septa lucu. "Om mau?" Septa jelas mengangguk antusias.
"Tapi om, mending beli sendili. Om kan punya banyak uang, sampe satu lumah. Jadi gampang kalo mau beli tablet," oceh Mahesa.
Septa terkekeh singkat. Pria itu mengabaikan pembahasan tadi, yang menjadi titik fokusnya saat ini adalah mengajak ngobrol Mahesa lebih intens.
"Esa, tau enggak kalo punya adik itu--"
"Selu!" pekik Mahesa memotong pembicaraan Septa.
"Loh, om belum selesai ngomongnya."
"Oohhh. Hehehe. Emangnya om mau ngomong apa?" tanya Esa penasaran.
Septa menghela napasnya sesaat. "Esa seneng enggak sih, punya adik tiga?"
Tanpa pikir panjang, Mahesa menjawab, "senenglah! Kata mama papa kalo punya adek, Esa jadi ada temennya. Kalo main enggak sendilian lagi. Kan papa kelja jadi enggak telus-telusan main sama Esa."
"Bener?"
"Benel!"
"Enggak sedih kalo liat mama sama papa lebih sayang adek-adek?"
Mahesa terdiam sejenak. "Tapi, mama sayang semua. Sayangnya mama itu lata, enggak sedikit tapi banyak sayangnya!" balas Mahesa menggebu.
"Oh ya?"
"Ini beneran loh, mama sama papa bakal lebih sibuk ngurusin adek-adek karena masih bayi. Kalo Esa kan udah gede, udah bisa sendiri."
"Tapi mama sama papa sayang Esa juga, banget!"
Septa mengangguk samar.
"Kalo ada apa-apa, cerita sama om, ya!"
"Hmmm." Mahesa bergumam saja. Anak itu kembali fokus pada tabletnya, mengabaikan kalimat dari Septa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
We are Siblings
Fiksi Remaja[17+] Mahesa tidak ingin memiliki adik, apalagi adiknya ada tiga. Mahesa enggak mau! Menjadi seorang kakak itu tidaklah mudah, akan ada banyak rintangan yang menghampiri, pun dengan segala konsekuensi. Awalnya berat, tapi mau bagaimanapun garis tak...