9. Masuk TK

157 18 6
                                        

Mahesa tersenyum lebar, menatap pantulan cermin di depannya. Seragam sekolah taman kanak-kanak sudah melekat di tubuhnya. Anak laki-laki yang sebentar lagi memasuki usia genap lima tahun itu berdecak kagum betapa kerennya dirinya memakai seragam serapih ini.

"Woahh, Esa udah keliatan ganteng banget!" pekiknya senang. Diusapnya rambut yang tertata rapih itu, senyumnya tak pernah luntur apalagi keinginan untuk segera berangkat sekolah sudah menggebu-gebu sejak subuh tadi.

Ya, Mahesa mendadak jadi bocah rajin yang sudah bangun di adzan subuh. Melakukan salat, mandi, serta berdandan. Dan yang pastinya dibantu dengan Revi, mama Mahesa itu seperti tak kenal lelah, setelah baru saja membuat salah satu si kembar terlelap harus kembali berkutat untuk merapihkan si sulung.

"Mama! Esa udah enggak sabal sampai sekolah Esa," ujar Mahesa dengan penuh semangat.

Revi terkekeh kecil. Sambil menguap wanita itu menanggapinya, "bagus kalo udah enggak sabar. Itu artinya Esa akan jadi anak pintar."

"Itu halus lah ma! Esa kan pintel kaya papa."

"Oh ya? Jadi cuma papa doang yang pintel? Mama enggak gitu, iya?" pancing Revi sedikit menjahili si sulung.

"Ihh, enggak. Bukan gitu. Mama pintel kok, pintel banget!"

"Kenapa mama pinter banget?"

Mahesa terlihat berpikir sejenak. Lalu tersenyum tulus, "mama pintel banget, soal nya mama pintel ngulus Esa, Papa, Adek-adek, sama jago masak! Esa kalo pengen makan mie, mama selalu buatin untuk Esa. Dan mie yang mama buat itu enaaakk banget!"

Revi tersenyum. Kantuknya mendadak hilang, rasa lelahnya pelan-pelan sirna hanya karena mendengar pujian sang putra. Revi memeluk putranya yang masih berdiri di depan cermin besar. "Mama sayang banget sama kamu, bang."

"Abang?" beo Revi.

"Iya, kenapa? Padahal udah dari lama mama sama papa panggil kamu Abang."

"Bukan, maksud Esa mama kulang manggil Esa-nya."

"Hah, gimana?"

"Abang ganteng. Mama halus panggil Esa gitu, kan sekalang Esa sudah sekolah. Kalo udah sekolah itu jadi cowok ganteng!" Dengan percaya diri anak itu berpose mengangkat dua jarinya di depan pipi.

Revi tertawa. "Astaga, kamu ih. Diajarin siapa, sih? Kok bisa narsis gitu," katanya benar-benar tak habis pikir.

"Siapa lagi kalau bukan papa, muehehehe."

Wanita itu geleng-geleng. Bukan hal tabu lagi jika besar nanti Mahesa akan sangat narsis. Kan duplikat papanya sekali.

***

Taman kanak-kanak Pelangi putra. Itulah nama dari sekolah TK Mahesa. Anak itu dibuat kagum dengan gedung sekolahnya, ada banyak permainan di sekitarnya. Kira-kira ada ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, mangkok putar, besi panjat dan banyak lagi. Siapapun pasti ingin sekali bermain di sana. Seperti yang Mahesa rasakan, ia ingin cepat-cepat pulang. Ia ingin menghabiskan waktu untuk bermain, pokoknya.

Namun kenyataannya Mahesa harus masuk kelas terlebih dahulu. Setelah masuk dan duduk di kursi yang kebetulan sudah diisi dengan anak gadis, Mahesa sepertinya sedikit canggung. Apalagi tidak saling mengenal satu sama lain.

Mahesa melihat bi Yaya yang berdiri tak jauh dari jendela kelas, wanita tua itu menatapnya teduh seolah memberinya semangat lewat tatapan tersebut. Faktanya Mahesa pergi ke sekolah di hari pertamanya bersama dengan bi Yaya. Tidak mungkin bersama Revi yang saat ini sedang sibuk-sibuknya mengurus si kembar. Bisa saja menyewa baby sitter untuk menghandle semuanya. Namun, Revi tak rela jika putra-putranya akan kebergantungan dengan baby sitter bukan dengan dirinya. Apalagi banyak sekali berita tentang bagaimana jahatnya baby sitter terhadap anak majikan. Revi tidak mau menjadi korbannya.

Doni? Pria itu mendadak sangat sibuk akhir-akhir ini. Pekerjaannya seperti dua kali lipat, walau sedikit janggal Doni tetap melakukan semua tugas yang diberikan oleh atasannya. Bahkan, dua hari lalu ia menjadi perwakilan untuk mengunjungi di beberapa pabrik elektronik naungan perusahaannya.

Jadi, apa boleh buat jika hari ini dan ke depannya bi Yaya yang akan menemani Mahesa bersekolah.

"Hallo anak-anak semuanyaaa!" sapa Bu guru yang biasa di panggil Miss Mega.

"Halooo."

"Selamat datang di TK pelangi putra, semoga anak-anak semuanya betah belajar di sini." Miss Mega tersenyum. "Karena hari ini pertama masuk, alangkah baiknya kita saling berkenalan."

Miss Mega menyuruh siswa-siswinya untuk maju ke depan menggunakan absen. Sampai akhirnya, tibalah giliran Mahesa. Keringat dingin mulai bercucuran di area wajah, leher, dan tangan Mahesa.

Lagi, Mahesa melirik ke arah bi Yaya. Wanita tua itu memberinya semangat melalui ucapannya yang sayang sekali tidak Mahesa dengar, mengingat bi Yaya berada di depan kelas.

"Haloo," sapanya gemetar.

"Namaku Mahesa, umulku satu bulan lagi lima tahun. Punya tiga adek kembal, dan makanan kesukaannya mie."

***

Senyum Mahesa luntur ketika ia sampai rumah tak mendapati sang mama. Mencari-cari di mana keberadaan Revi, Mahesa dibuat kelimpungan mencarinya.

"Mama kok enggak ada?" lirihnya sedih.

Bi Yaya datang menghampirinya yang masih menggunakan seragam. "Den, ganti baju, yuk. Besok masih harus di pakai lagi, soalnya."

"Tapi, mama sama adek-adek kok enggak ada, bi?" tanya Mahesa heran.

"Nyonya sama adek kembar aden sedang pergi," balas Bi Yaya santai.

"Pelgi?" cicit Mahesa.

Bi Yaya mengangguk. "Iya, den. Nyonya sempat memberi kabar pada saya jika nyonya Revi sedang pergi ke rumah nyonya Widuri."

"Widuri? Maksud bi Yaya, Oma??"

"Iya den. Sekarang ganti baju, ya? Bibi juga udah menyiapkan makan siang untuk den Esa."

Dengan sedikit murung, Mahesa menuruti ucapan bi Yaya. Mengganti pakaian dan makan siang. Entahlah, Mahesa merasa kosong. Keberadaan Revi serta adik-adiknya sangat berpengaruh untuknya.

"Padahal Esa mau celita-celita banyak sama mama, tapi telnyata lagi pelgi jalan-jalan." Mahesa terdiam beberapa detik. Menatap bi Yaya yang sibuk menyiapkan makan siangnya di meja makan.

"Nanti malam deh, kalo mama enggak bisa, halus sama papa! Iya, hehehe. Esa akan celita menyenangkan saat di sekolah," desisnya sumringah. Kadang, manusia teraneh itu tidak melulu soal mereka yang memiliki gangguan jiwa. Lebih tepatnya anak kecil. Mood mereka benar-benar maju mundur dan lebih mudah berganti suasana.

***

Tbc

We are SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang