BAB 6 : JALAN TAKDIR

9 2 0
                                    

BISMILLAH...

"Takdir Allah itu seperti bayangan, sekuat apapun kau berlari untuk menghindarinya, maka dia akan terus mengikutimu, sampai tiba saatnya semuanya menjadi gelap gulita dan kau tak bisa lagi melihat dunia ini, saat itulah takdir itu akan berhenti dan menghilang dengan sendirinya."

Haura Farhanah

*****

Sebuah mobil terparkir dihalaman rumah tiga lantai berwarna abu-abu dipadukan dengan sedikit warna ungu Lilac dan putih.

Dua orang wanita berbeda usia keluar dari dalam mobil tersebut, mereka adalah Haura dan Fathimah.

Haura sempat terdiam sejenak memperhatikan sebuah rumah yang ada dihadapannya, menurutnya rumah tersebut sangatlah indah dan terkesan estetik, dengan halaman yang luas dan terdapat sebuah taman yang dipenuhi oleh berbagai macam bunga didalamnya, dihalaman samping terdapat beberapa rumah-rumah kecil dengan warna senada dengan rumah besar yang kini ada dihadapannya.

"Yuk sayang kita masuk" ajak Fathimah ketika melihat Haura hanya diam berdiri ditempatnya.

"I-iya Bun" kemudian ia melangkah mengikuti langkah sang bunda memasuki rumah.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam" jawab serempak ayah dan Luhan yang sedari awal memang menunggu kedatangan bunda dan Haura.

"Bunda apa kabar?" tanya Luhan seraya meraih tangan kanan sang bunda lalu mengecupnya singkat.

"Bunda baik kok," jawabnya, "o iya kenalin ini ayahnya Luhan dan mulai sekarang jadi ayah kamu juga" ucapnya beralih pada Haura.

"Hai Haura kenalin saya Alex ayahnya Luhan"

"I-iya om a-aku Haura" ia hanya menunduk karena gugup.

"Jangan gugup gitu dong, biasa aja, anggap aja rumah sendiri" Alex sedikit terkekeh karena melihat tingkah Haura yang gugup "o iya satu lagi, jangan panggil saya om, panggi ayah aja sama kayak Luhan, karena mulai sekarang kamu juga anak saya dan saya adalah ayah kamu, oke?!"

"Iya om, eh ayah maksudnya" Haura masih belum terbiasa dengan panggilan ayah tersebut.

"Nggak apa-apa, nanti lama-lama terbiasa kok" ucap bunda mengelus singkat bahu Haura "yuk bunda antar ke kamar kamu" ajaknya kemudian, dan dibalas anggukan oleh Haura.

*****

"Ini kamar kamu" ucap bunda sesampainya mereka di sebuah kamar yang sangat besar bagi Haura, bernuansa abu-abu dan pink dan ada sedikit warna lilac dan putih "gimana suka nggak? eh kok nangis? kamarnya nggak bagus ya? ada yang kurang? atau warnanya nggak sesuai?" Fathimah terkejut karena melihat Haura yang tiba-tiba menangis

Haura tak menjawab, ia hanya menangis dan langsung memeluk Fathimah.

"Kamu kenapa sayang? coba cerita sama bunda," ia berusaha bertanya pada Haura tapi Haura benar-benar tak membalas "kemarin waktu renovasi kamar kamu bunda nggak tahu kamu suka yang gimana jadi bunda dekor kayak gini."

"Makasih bun, makasih banget." ucapnya masih dengan posisi memeluk Fathimah dan dalam keadaan menangis "aku bersyukur banget, ternyata Allah itu sayang banget sama aku, disaat Dia mengambil kedua orang tuaku, yang membuatku selalu mengeluh padanya, namun Dia mengirimkan bunda yang selalu sayang dan cinta padaku membuatku merasakan seperti memiliki orang tua lagi"

HAURA FARHANAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang