"Rindou?! Kamu ngapain ke sini?"
Sesudah membaca pesan Rindou yang paling terakhir, (Name) sontak melihat keluar jendela dan bergegas ke bawah. Untung saja, dari ruang tamu terlihat Asaki dan Makoto yang berada dalam kamar, rusuh sendiri bermain game. Dengan begitu, ia lekas menemui Rindou.
Jika adik dan sepupunya mengetahui tentang ini, sudah pasti heboh kepalang. Baru juga diperingati, eh, orangnya malah datang.
"Mau lihat Kakak aja."
"Kamu tau rumahku dari mana?"
"Gampang, tinggal nyari doang."
(Name) membisu. Ucapan dan perilaku Rindou terlihat lumayan menyeramkan di matanya. Fakta bahwa interaksi mereka hanya sekedar sapa menyapa dan Rindou yang tiba-tiba datang ke rumah, mendapat nomor dan alamat (Name) entah dari mana itu mengakibatkan (Name) untuk mundur selangkah.
"Jangan-jangan dari si Ran, ya?" (Name) menggaruk tengkuk. Teringat sewaktu kelas 10, Ran dan teman sekelasnya pernah mampir untuk melakukan kerja kelompok di rumahnya.
Sebenarnya Rindou mengetahuinya sendiri. Seminggu yang lalu ia melihat (Name) pulang dengan kondisi larut malam dari sekolah, jadi ia buntuti hanya untuk memastikan keamanannya. Bertanya kepada Ran juga tidak mungkin, abangnya yang satu itu saja sudah tidak memberi restu. Tapi karena takut dicap jauh lebih mengerikan, jadi diiyakan saja oleh Rindou.
"Ohhh, gituuu." (Name) berusaha memanjang-manjangi jawabannya.
Tentu Rindou tidak bodoh. Ia bisa dengan cepat membaca ketakutan, kecanggungan, kebingungan, dan segala mimik bercampur aduk yang terpadu di paras (Name).
Jawaban (Name) yang terakhir kemudian diikuti oleh keheningan. Rindou menyawang mata (Name) dalam-dalam. Dengan cepat, (Name) menunduk, berusaha menghindari tatapan Rindou. Namun, sesaat setelahnya, entah keberanian dari mana, sang gadis kembali mengangkat kepala. Netra keduanya berpadu dominasi dalam keheningan yang canggung dan intens.
"O-oh... iya, aku tadi mampir mau ngasih ini ke Kak (Name)."
Rindou kalah telak.
Tatapan (Name) jauh lebih tajam dan ia mengaku kalah dengan menunduk; mengalihkan topik.
"Kurang ajar, kok malah gue yang mutus kontak mata si. Gue kan CWK."
"Dasar CWK."
Rindou meraih paper bag dari motornya dan menyodorkannya pada (Name). Ia berusaha mengaitkan kontak mata, tapi begitu mata (Name) bertabrak tatap dengan miliknya, Rindou kembali menunduk. (Name) lantas mengintip ke dalam paper bag yang mengepulkan asap. Matanya berbinar seketika.
"Taiyaki?!"
Rindou terkekeh. "Heboh banget, Kak. Taiyaki doang."
"Heh, aku tuh lagi kepengen taiyaki belakangan. Tapi ga sempet beli. Emang rejeki ya." (Name) tersenyum lebar. Rindou memalingkan wajah untuk beberapa detik. Jujur, ia ingin meledak sekarang juga.
"Ya udah, Kak--"
"Eh! Tunggu dulu."
(Name) berderap ke dalam, meletakkan taiyaki di atas meja belajarnya. Usai memastikan bahwa pintu kamar adik dan sepupunya tertutup, juga terdengar kesibukan dari teriakan heboh mereka perkara game. Ia mengambil kotak makan dan memasukkan kue buatannya.
Sementara, Rindou yang menunggu, akhirnya melihat (Name) keluar dari pintu. Ada sebuah plastik berisi kotak makan di dalamnya. "Ini apa Kak?" Tanyanya kala (Name) ganti menyodorkan sesuatu.
"Kakak barusan manggang kue. Baru aja, kayaknya masih anget sih. Sebagai ganti aja buat taiyakinya."
"Seriusan??? Wahh, makasih ya, Kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐀𝐂𝐊𝐒𝐓𝐑𝐄𝐄𝐓 ; haitani rindou ✓
Fanfiction"Kak (Name), emang boleh ya secakep itu?" ::_ age gap setahun itu bukan masalah. macarin kakak kelas juga gak bersalah. yang jadi ancaman adalah jika gebetanmu ternyata adalah saudara dari ketua geng yang jadi musuh gengmu selanjutnya. tapi bagi rin...