Kabur 2

101 3 0
                                    

Dava tersenyum begitu mendapati Alana baru keluar dari lift. Langkah cepatnya mendekati pacarnya itu, tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba dia merasakan tangannya ditarik cepat dan dihempas pelan agar menjauh.

Dava mendongkak dan mendapati pria bertubuh kekar yang tengah menatapnya dengan dingin. "Mohon maaf, jangan terlalu dekat dengan Nona Alana," ujar Edwin.

Alana yang menyaksikan itu memutar bola mata malas. "Dia pacar gue. Masa pacar juga gak boleh deket-deket? Aneh banget!" Dia mendekat dan menarik tangan Dava agar pergi lebih dulu meninggalkan kedua pria itu.

"Sekarang kamu dijaga sampai di dalam sekolah, Sayang?"

Alana menaikkan bahu dengan malas. "Gak tahu tuh. Intinya aku gak suka sama mereka."

"Oh iya, kamu jadi kan nonton aku balapan?"

"Jadi dong, Sayang." Alana sedikit salah tingkah lantaran tengah berpikir keras cara untuk kabur nantinya. "Besok malam, kan?"

"Iya, Yang. Mau aku jemput?"

Alana salah tingkah sebelum menoleh sebentar ke belakang tepat ke arah dua pria yang tengah berjalan tak jauh di belakangnya itu. Dia tak yakin bisa dijemput oleh Dava untuk kegiatan balapan, apalagi jadwalnya sudah diatur dan dipantau oleh dua pria menyebalkan itu.

"Aku ke sana sendiri aja, ya, Sayang. Kamu kan harus siapin tenaga buat balapan. Aku pasti tepat waktu kok." Dia memamerkan senyum palsunya agar Dava tak curiga.

Dava tersenyum. "Aku tunggu, Sayang. Bye."

Mereka berpisah ketika sudah di depan kelas Alana. Secepat kilat Alana berlari ke arah Vanessa dan Aura yang sudah datang lebih dulu.

"Pokoknya bantuin gue untuk kabur besok malam dari istana!" Alana tak mau tahu.

Vanessa memutar bola mata malas. "Kenapa lo gak izin aja sih sama dua pengawal lo itu? Siapa tahu mereka izinin dan lo bisa nonton balapan dengan penjagaan gak apa-apa lah daripada susah-susah kabur."

Aura mengangguk setuju. "Lo tahu sendiri, terakhir kali lo mencoba kabur aja mereka bisa tahu cepet banget lho. Bahkan mereka hampir aja ngejar gue dan Vanessa yang mau bantu lo buat kabur. Mereka itu paspampres, Al, paspampres. Prajurit terlatih yang direkrut dari pasukan elit di tiap matra di TNI yang masuk ke paspampres pun melalui proses seleksi ketat lagi. Acara kabur dan main kucing-kucingan gak level buat mereka mah."

Alana tak menyerah. "Kan baru sekali gagalnya. Coba lagi deh dengan rencana yang lebih mateng. Karena gue gak mungkin izin sama mereka dan mereka gak bakal izinin, apalagi buat nonton balapan. Bayangin aja sekarang jadwal keseharian gue aja diatur ketat sama mereka."

"What?" Aura dan Vanessa kompak terkejut.

"Are you serious? Lo dikawal atau sebenarnya sedang digembleng jadi orang bener sih?" Vanessa heran sendiri.

Alana kesal. "Lo tanya aja sama mereka. Gak ngerti gue."

"Mau nanya sama Mas ganteng ah." Aura memasang gaya centilnya yang membuat Alana muak melihatnya.

"Tapi nih, ya, kalau lo mau kabur, lakuin dari sekolah, jangan pas udah di istana. Karena itu gak mungkin. Penjagaan berlapis-lapis di istana. Kita gak mungkin berhasil," ujar Vanessa.

Alana tampak berpikir. "Jadi gimana?"

Aura tersenyum. "Gue punya ide."

****

Alana tak mungkin melewatkan balapan Dava. Dia adalah cowok paling tampan di sekolah mereka dan anggota geng motor terkenal. Mendapatkan hati Dava saja butuh perjuangan, meskipun Alana sering khawatir dan cemburu pada Dava yang kerap digoda banyak perempuan.

"Pokoknya gue harus dateng ke balapannya si ayang. Gimana pun caranya." Tekadnya kuat walaupun tengah khawatir dengan keberhasilan strategi yang telah disusun oleh kedua sahabatnya itu.

Lantaran terlalu pusing memikirkan cara kabur, dia tak fokus dan terlihat melamun saat berjalan di samping lapangan basket.

Sebuah bola melayang ke arah kepalanya dan hanya menghitung detik, dipukul keras oleh seseorang yang membuat bola itu kembali ke tempatnya.

Prak

Alana terkejut sebelum menoleh berusaha memahami apa yang barusan terjadi.

Sejenak dia menoleh ke belakang mendapati Harits cukup dekat di belakangnya. Keduanya saling pandang dengan tatapan datar sebelum perhatian Alana beralih ke arah Dava yang mendekat dengan khawatir dan masih mengenakan baju basketnya.

"Yang? Are you okay?"

Alana sedikit kikuk. "Ya ... ya ... i'm okay."

"Aku udah negur, Dimas. Dia harusnya lebih hati-hati." Dava menarik tangan Alana ke arah tribune agar keduanya dapat berbincang sejenak.

****

Hari yang ditunggu pun tiba. Alana dan kedua temannya sudah melakukan segala persiapan yang diperlukan untuk kabur.

Sejak pagi Alana sudah merubah gaya rambutnya dengan poni menutupi dahi dan memakai masker putih untuk menutupi sebagian wajahnya.

"Nona tidak apa-apa?" tanya Edwin saat tengah menyetir ke sekolah.

"Ya," jawab Alana singkat.

Sepanjang pelajaran dan selama di sekolah, dia selalu menggunakan masker dengan alasan polusi sampai alergi. Segala macam alasan agar dirinya tak disuruh melepaskan masker.

Begitu bel pulang berbunyi, Alana merapikan buku-bukunya dengan gerakan tenang agar tak mencurigakan sama sekali.

"Gue mau ke perpus buat kembaliin buku yang dipinjam," ucapnya pada dua pengawalnya dengan gaya cuek sebelum berlalu begitu saja. Harits dan Edwin sigap mengekorinya.

Saat sampai di perpustakaan dia mengembalikan bukunya dan berlalu di balik sebuah rak. Harits dan Edwin kembali sigap mengekorinya. Begitu mereka sampai di rak yang dimaksud, mereka melihat April, siswi beasiswa yang sudah didandan sedemikian rupa agar perawakannya mirip dengan Alana. Gadis itu tengah mencari buku dan berusaha agar tetap tenang menjalankan perannya, karena sudah dibayar untuk itu. Sedangkan Alana bersembunyi di balik rak. Harits dan Edwin belum curiga, lantaran semua terjadi sangat cepat.

Begitu kedua tentara itu fokus mengawasi April, Alana berjongkok dengan hati-hati keluar dari persembunyiannya sampai di dekat pintu keluar perpustakaan. Saat sudah keluar dari wilayah perpustakaan, secepat kilat dia berlari kencang ke arah tempat parkir.

Vanessa sudah membuka pintu mobil agar Alana mudah untuk masuk. "Cepet, cepet, cepet."

Alana masuk dengan cepat ke dalam mobil sebelum Aura tancap gas meninggalkan lingkungan sekolah.

"Demi lo, gue sampai beli mobil baru yang modelnya sama kayak punyanya hampir kebanyakan siswa tahu gak."

Alana merunduk saat melewati dua anggota paspampres yang tengah berjaga di pagar.

Tak lama mereka berhasil melewati penjagaan tanpa dicurigai sama sekali.

"Hahahahahahahahahaha ...." Ketiganya tertawa puas saat sudah cukup jauh dan lolos dari penjagaan.

"Kita berhasil, Al." Vanessa tak percaya.

"Yuhuuuuu ... bebaaaaaaas ...." Alana sangat gembira.

Mengejar Tuan PaspampresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang