BAB III

949 115 4
                                    

Paul mengetukkan jemarinya di kemudi mobil, menimbang-nimbang apakah ia harus pulang ke rumah orang tuanya atau tidak dengan memberikan berbagai macam alasan.

Ia ingin sekali pulang bertemu dengan ibunya yang sudah lama tidak ia temui secara langsung. Bohong kalau ia bilang tidak merindukan suasana rumah, apalagi ibunya. Bohong juga jika ia bilang makanan di restoran termahal itu adalah makanan terenak, karena nyatanya makanan ternak versinya adalah masakan sang ibu.

Tapi di sisi lain ia takut akan bertemu lagi dengan wanita dari masa lalunya. Teman kecilnya, cinta pertamanya, juga hancur pertamanya.

Paul tidak mau waktu tujuh tahunnya untuk menata kembali hati dan hidupnya berakhir sia-sia hanya karena pertemuan tidak sengaja saat dirinya belum sepenuhnya yakin. Paul merasa pertahanannya belum sekuat itu.

Tujuh tahun ia pergi meninggalkan Jakarta, meninggalkan orang tuanya untuk pindah ke Surabaya. Melanjutkan pendidikan di sana juga belajar mengurus kantor cabang milik papanya.

Bukan hal mudah untuknya bertahan di kota orang. Selain ia harus beradaptasi dengan lingkungan, Paul juga harus menata kembali hidupnya yang hancur karena sakit hati.

Paul yang saat itu masih berusia delapan belas tahun, pulang dari sekolah setelah acara kelulusan. Siapa sangka hari bahagianya lulus dari bangku SMA juga menjadi hari buruknya saat sampai di rumah.

Dia yang saat itu sedang berbahagia karena sudah menyelesaikan pendidikan SMA nya, tidak sabar menceritakan pada kekasihnya. Paul ingin bercerita bahwa ia lulus dengan nilai sangat memuaskan dan akan mendaftar di universitas impian kekasihnya juga. Walaupun jurusan yang diminati oleh Paul tidak ada di sana, ang terpenting mereka bisa selalu bersama.

Nara, ia yang berusia satu tahun di bawah Paul. Gadis cantik yang banyak diidolakan oleh siswa di sekolah mereka. Selain cantik, Nara juga termasuk siswi yang pintar. Beberapa kali ia mewakili sekolahnya untuk mengikuti olimpiade sains.

Paul dan Nara bersahabat sejak kecil, selalu bersama bahkan bersekolah di sekolah yang sama dari taman kanak-kanak hingga SMA. Kebersamaan itu membuat mereka menyadari bahwa ada rasa yang lain tumbuh di hati mereka, bukan hanya sebatas sahabat.

Di tahun pertama Paul SMA, saat itu Nara baru masuk kelas tiga SMP, mereka memutuskan untuk berpacaran. Hari-hari mereka lalui seperti biasa, selalu bahagia. Walau kadang ada sedikit pertengkaran kecil, namun bisa mereka lewati.

Sayangnya di hari kelulusan SMA Paul saat itu, Paul mendapati Nara bersama seorang laki-laki di ruang tamu rumah Nara.

Melihat Nara yang sedang berada dalam pelukan laki-laki lain, membuat Paul geram. Namun hal tak terduga terjadi begitu saja. Paul bukan lagi geram, Paul marah. Ia tidak menyangka, tidak terima, sakit, dan hancur saat itu juga. Melihat Nara-nya, kekasihnya melakukan hal yang tidak pantas dengan laki-laki yang sialnya adalah teman Paul sendiri.

Ponsel Paul berdering nyaring, membuatnya tersadar dari lamunan masa lalunya yang sebenarnya tidak ingin ia ingat kembali. Atau jika ia bisa memilih, ia akan memilih untuk tidak mengingat apapun tentang wanita itu.

Nama mamanya muncul di layar ponsel, memanggil. Segera saja ia menyalakan mesin mobil, sambil mengangkat telepon dari mamanya.

Ia akan pulang ke rumah. Apapun dan siapapun yang akan ditemuinya nanti, biarlah jadi urusannya nanti. Yang terpenting adalah mamanya. Mamanya pasti sudah memasak banyakmakanan kesukaannya, berharap dirinya pulang. Ia tidak akan tega melihat mamanya menampilkan wajah kecewa hanya karena anaknya tidak mau pulang. Apalagi hanya dengan alasan menghindari perempuan itu.

---o0o---

Salma mengambil tasnya yang tadi dititipkan di loker khusus pegawai cafe yang kebetulan kosong. Kalau kalian kira akan ada pertemuan yang dramatis antara Salma dan Rony, kalian salah. Karena nyatanya Salma maupun Rony hanya saling memandang sesaat dan bersikap seolah tidak mengenal satu sama lain.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang