BAB XIV

234 39 3
                                    

"Tolong, Nab. Tolong jangan pernah pergi walalupun itu saya yang minta."

Suara Paul terus saja terdengar dalam kepalanya. Ucapan lelaki itu yang meminta Nabila untuk tidak meninggalkannya. Mungkinkah Paul sudah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya saat ia kehilangan kedua orang tuanya? 

Kalau memang sudah tau ia akan menyakiti Nabila, mengapa tidak sekalian diberi peringatan? Sehingga pikiran untuk benar-benar pergi itu tidak terlintas di kepalanya. 

Andai sudah tau, Nabila tidak akan melepaskan pelukannya saat itu. Atau membiarkan Paul menyendiri untuk menenangkan diri. Ya, Nabila hanya perlu bersabar bukan?

Abangnya tak perlu memukuli tubuh tegap itu hingga tak berdaya.

Dan dirinya tidak harus menahan diri untuk menemui Paul seperti saat ini.

Nabila memetik senar gitar di pangkuannya asal. Sejak pulang sekolah tadi Nabila langsung duduk di kursi balkon tanpa repot-repot mengganti seragamnya. Pikirannya penuh dan perasaannya tidak tenang. Memikirkan apakah laki-laki itu baik-baik saja? Apakah hari ini ia sudah makan? Siapa yang mengurusnya? Siapa yang menemani Paul? Apakah luka di tubuhnya sudah sembuh?

Bukan Nabila tidak mau berkunjung ke rumah Paul untuk melihat keadaannya secara langsung, tapi karena Rony melarang keras Nabila menemui Paul. Dan untuk memastikan itu, Rony kembali mengantar dan menjemput Nabila sekolah. Rony tidak ingin kejadian tempo hari terulang lagi yang hanya akan menyakiti adik perempuan kesayangannya. Ia tidak rela adiknya diperlakukan seperti itu. Rony bahkan memercayakan masalah di kantor cabang di Surabaya pada sekertarisnya. Ia tidak ingin kecolongan. Lagi pula masalah di sana sudah hampir rampung, jadi tidak masalah kalau Rony hanya memantau dari jauh.

Rony tau dan ingat betul bahwa saat Nabila sendiri, Paul yang menjaga adiknya. Ia juga tahu bahwa selama itu Nabila tetap merasa bahagia dan aman. 

Tapi, apa yang sudah dilakukan Paul terhadap Nabila saat itu membuat kepercayaan Rony tergerus banyak hampir tak bersisa. Sebagai seorang kakak, Rony ingin adiknya aman. Maka dari itu ia mengambil keputusan tegas untuk membatasi pertemuan Nabila dengan Paul.

Sudah seminggu berlalu sejak pemakaman. Selama itu pula Nabila hanya bisa mengandalkan Anggis untuk tahu bagaimana keadaan Paul. Keluarga Anggis rutin mengunjungi Paul sejak meninggalnya sang mama dan papa. Walaupun tidak menginap setiap malam, mama Anggis selalu memastikan kondisi keponakannya itu aman. Ya, walaupun tidak bisa dikatakan baik, setidaknya Paul tidak sampai mencoba mengakhiri hidupnya seperti beberapa waktu silam.

Setelah kejadian Rony yang terpancing emosi hingga memukul Paul tempo hari, Paul hanya diam di dalam kamar tanpa ingin diganggu, mengunci pintu rapat. Walau begitu, setidaknya Nabila merasa lebih tenang karena Paul tidak menolak untuk diobati dan akhirnya mau membuka mulut untuk makan walau hanya tiga suap.

Biasanya Anggis rutin mengabarinya tanpa diminta satu atau paling lama dua jam setelah mereka pulang sekolah. Anggis sangat mengerti Nabila yang belum bisa tenang sebelum mengetahui keadaan Paul. Entah hanya mengabari bahwa Paul masih betah menyendiri melalui chat, atau jika memungkinkan Anggis akan sekaligus mengirim foto Paul. Walau foto itu diambil dari kejauhan, Nabila merasa bahagia sekali hingga betah berlama-lama memandangi foto Paul.

Tapi hari ini, sudah hampir tiga jam Nabila menunggu pesan balasan dari Anggis yang belum juga ia terima. Bosan dengan kegiatannya yang hanya duduk memainkan gitar sambil menunggu kabar, Nabila memutuskan untuk bangkit. Ia meletakkan gitarnya, mengecek sekali lagi ponselnya yang ternyata masih belum mendapat notifikasi dari Anggis, Nabila memutuskan untuk membersihkan tubuhnya karena hari sudah semakin sore dan akan memasuki waktu sholat.

Tak butuh waktu lama Nabila sudah menyelesaikan ritual bersih-bersihnya sekaligus ibadahnya. Masih dalam balutan mukena, Nabila dikagetkan dengan suara dering ponselnya, ada panggilan masuk dari Anggis. Kedua mata Nabila berbinar senang karena akhirnya sahabatnya itu memberi kabar, namun juga khawatir takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, karena biasanya Anggis menelepon hanya jika ada hal-hal mendesak saja.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang