Jayde

1K 103 12
                                    

Jayde saat ini sedang jatuh cinta dengan seseorang, ia hendak melamar sang kekasih hari ini. Meski ia tahu bahwa ia masih memiliki seorang istri di rumah.

Jayde berhenti di depan toko cincin hendak membeli cincin untuk melamar kekasihnya nanti di kantor. Sebelum ia turun, Jayde melihat dari balik kaca mobilnya mobilnya, Veitch, sang istri, keluar dari toko peralatan bayi sembari membawa paper bag berwarna pink lucu di tangan kanannya.

Mungkinkah? Batinnya

Terakhir Jayde meniduri Veitch adalah ketika malam natal, saat menggelar acara dengan karyawan kantor sehingga ia mabuk dan memicu rutnya
Yang memang sudah dekat.

Setelah itu ia sama sekali tidak pernah bertegur sapa dengan Veitch, dan ini sudah lima bulan setelah itu semua. Memang, setelah Jayde perhatikan kembali perut Veitch terlihat lebih besar dan langkahnya menjadi lebih lambat.

Veitch sedang berjalan dengan santai saat tangannya di tarik paksa hingga membuat tubuhnya berbalik oleh seseorang. Jayde bisa melihat orang itu adalah Levin, pria omega mantan kekasihnya dulu.

Jayde melihat mereka berdebat dari kejauhan. Tidak, lebih tepatnya Levin terus-menerus berteriak pada Veitch sedangkan Veitch hanya diam dengan pandangan kosong.

Hingga akhirnya, Levin mendorong tubuh Veitch ke jalan dan tepat di saat itu mobil pribadi berwarna hitam tanpa plat nomor kendaraan melintas dengan kecepatan penuh. Mobil itu sempat mengerem. Namun, Veitch tetap tertabrak dengan keras.

Jayde terbelalak, tangannya yang menggenggam setir mobil gemetar hebat. Ia bergegas turun dari mobil berlari ke tubuh Veitch yang telah tergeletak di aspal.

"Veitch!" Teriaknya. Kerumunan mulai terbentuk di sekitar mereka, tapi Jayde mengabaikan semua itu.

Darah yang mengalir dari luka gores di kaki dan tangan Veitch, hatinya begitu terluka melihat itu.

"Kyaaa! Selangkangannya! Selangkangannya berdarah!" Teriak seseorang membuat Jayde terbelalak, ia menoleh ke bagian kaki Veitch dan benar saja darah mengalir, menggenang di area kaki Veitch.

"Aku sudah menelfon ambulans! Mereka dalam perjalanan!" teriak seseorang lagi.

Jayde terdiam, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya memeluk Veitch sembari menggumamkan kata maaf dan tunggu sebentar.

Veitch membuka matanya, bulu matanya bergetar tampak begitu kesakitan. Tubuhnya lemas karena rasa sakit yang menusuk di perutnya. Sudah tidak dapat ia kenali siapa orang yang memeluknya saat ini karena fokusnya hanya mengarah pada satu tempat.

"Aku... Kehilangannya.... Lagi...." Gumamnya sebelum kembali jatuh pingsan. Jayde terdiam seribu bahasa, terlalu shock untuk mengatakan sesuatu.

Tak lama ambulans tiba, Jayde langsung menggendong Veitch untuk masuk ke dalam ambulans.

Akhirnya... Akhirnya mereka berangkat ke rumah sakit, semuanya akan baik-baik saja. Begitulah pikir Jayde.

Veitch dimasukkan ke UGD, Jayde berjalan mondar-mandir di depan pintu UGD sembari menggigit jarinya. Rasa khawatir yang memuncak membuatnya tidak tenang bahkan hanya untuk duduk sekalipun.

Di bajunya masih ada bercak darah milik Veitch, bau amis darah itu tidak bisa hilang dan adegan tabrakan itu terus berputar di kepala Jayde

Tiba-tiba telfonnya berdering, nama sang ibu muncul di sana dan Jayde segera mengangkatnya.

"Halo?"

"Ibu" gumam Jayde

"Hei, apa yang terjadi? Ibu dengar dari Freya kau dan Veitch bertengkar, benarkah itu?" Suara ibunya terdengar khawatir.

Apa itu? Kenapa ibunya tiba-tiba bertanya hal seperti itu? siapa yang mengatakannya pada ibunya? Freya?

"Itu tidak benar, ibu. Veitch baru saja mengalami kecelakaan dia sedang di rumah sakit sekarang" ujarnya dengan suara serak.

"Apa?! Di mana? Ibu ingin datang juga!"

Jayde memijat pelipisnya sembari menghela nafas panjang "tidak, aku akan mengurusnya sendiri" ujarnya lalu mematikan telefon.

Selang cukup lama dokter akhirnya keluar, wajahnya tampak penuh rasa kekecewaan dan rasa bersalah. Dokter itu mendekati Jayde dan menepuk bahunya pelan.

"Ibunya selamat, tapi kami tidak bisa menyelamatkan bayinya"

Jayde terdiam, pupil matanya gemetar dan dadanya terasa seperti tertusuk ribuan jarum. Dokter itu paham dengan keterkejutan Jayde, itu wajar. Ayah mana yang tidak sakit hati saat mengetahui anaknya meninggal bahkan sebelum ia sempat menggendongnya?

Dokter itu menepuk lembut bahu Jayde, menyadarkan sang empunya dari lamunannya "Kami akan memindahkan istri anda ke bangsal, apa ada keluhan, tuan?"

Jayde menggeleng. Namun, ia segera mengangkat kepalanya menatap dokter itu "bangsal terbaik" ucapnya.

Dan dokter itu mengangguk kemudian kembali memasuki ruang UGD, Jayde mengeluarkan telfonnya dan menelfon seseorang.

"Halo?" Suara lembut nan manis di sebrang terdengar, wanita ini hendak ia lamar hari ini dan juga hari ini ia hendak menyerahkan surat perceraian pada Veitch. Namun, siapa sangka?

"Freya, tolong urus administrasi di rumah sakit xxx" ujarnya singkat sebelum mematikan telfon secara sepihak.

Veitch akhirnya di pindahkan ke bangsal VVIP di lantai empat rumah sakit itu. Jayde dengan setia duduk di samping ranjang Veitch sembari mengupas buah apel untuk ia makan.

Beberapa saat yang lalu Freya datang untuk mengurus administrasi rumah sakit Veitch ia juga membawakan pakaian baru untuk jayde. Freya ingin menetap bersama Jayde sebelumnya. Namun, Jayde mengusirnya dengan memberinya tugas untuk melaporkan Levin sebagai tersangka.

Langit telah berubah menjadi gelap. Malam ini bintang dan bulan tidak terlihat karena tertutup mendung. Guntur sudah bergemuruh. Namun, sepertinya langit enggan untuk menumpahkan hujannya.

Jayde telah mengganti pakaiannya dengan celana hitam panjang dan kemeja putih biasa. Wajahnya terlihat kutu dan pucat, Jayde telah melewatkan makan siang dan makan malamnya sehingga membuatnya semakin terlihat menyedihkan.

Veitch akhirnya membuka matanya, manik hazel itu tampak kosong tak bernyawa menatap ke langit-langit putih rumah sakit. Jayde yang menyadari itu segera mendekat dan bertanya "apa ada yang sakit?"

Veitch tidak menjawab pertanyaan Jayde, ia malah menatap Jayde dengan penuh kewaspadaan.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Veitch mengeluarkan suara seraknya, ia hendak bergerak. Namun, Jayde segera menghentikannya.

"Jangan bergerak, kau sedang terluka!" Pekiknya tanpa sengaja.

Veitch akhirnya menghentikan perlawanannya, ia membaringkan kembali tubuhnya yang tentu saja di bantu oleh Jayde.

"Aku muak denganmu" ucap Veitch dengan tegas membuat dada Jayde terasa tertusuk.

"Aku muak dengan sepuluh kehidupan bersamamu!" Veitch berteriak, air matanya mengalir membasahi pipinya.

Jayde kebingungan dengan kondisi ini.  Sepuluh kehidupan apa? Jayde tidak mengerti. Ia hendak menyentuh tangan Veitch untuk menenangkannya tapi tangannya segera di hempasan oleh Veitch.

"Sepuluh kehidupanku.... Dari awal sampai sekarang tidak pernah sekalipun aku melihat bayiku dengan benar! Kau! Sekertarismu itu! Dan Vincent! Kalian semua bajingan!" Teriaknya dengan penuh amarah. Ia bangkit dengan tergesa-gesa dan mencengkram kerah baju Jayde.

Jayde tampak sangat terkejut, ia bahkan lupa bahwa Jayde tidak bisa terlalu banyak bergerak agar luka operasinya tidak terbuka.

"Di kehidupan pertamaku, kau....!"

Sebuah gambaran muncul di kepala Jayde, gambaran tentang kondisi Veitch persis seperti yang dia katakan.

Apa ini? apakah ini benar-benar nyata?

The Ten Failed Lives Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang