xxvi

102 10 2
                                    

Suzy menatap nisan dihadapannya dengan pandangan penuh rasa bersalah. Andai dia tidak memilih keputusan ini sebelumnya, mungkin penyesalan sebesar ini tak pernah menghantuinya.

ia merasakan usapan di pundaknya, seorang lelaki tersenyum padanya. "dia udah tau dan aku rasa dia gak marah kalo suatu hari nanti kamu nerima ku lagi dalam hidup kamu. Sebelum dia pergi justru dia yang minta aku buat cari kamu."

Tangan lain menggenggam tangannya, sang putri tersenyum padanya, meski belum sepenuhnya pulih, Bae meminta untuk ikut mereka mendatangi makam mendiang Lisa. Tak hanya mereka bertiga, Lily juga ikut sedari tadi dia disamping Bae, merangkul tangannya takut jika tiba tiba gadis ini kehilangan keseimbangannya.

"Lily udah setuju. Suzy, kamu mau nerima aku lagi? Kali ini aku ikat kamu dalam hubungan yang resmi dan direstui semua orang. Aku akan tebus semua kesalahan aku ke kamu, aku janji."

Suzy memadang putrinya meminta jawaban, Bae tersenyum tipis "selama ibu bahagia."

Disisi lain, seorang gadis memandang keluar jendela dengan tatapan sendu, rumah di sebelahnya nampak sepi. Dadanya berdenyut, bukankah ini yang dia inginkan? yang harus dia lakukan sekarang adalah kembali ke tempatnya pernah berdiri, memang harusnya begitu, tapi kenapa hatinya sakit?

Membayangkan seseorang yang sangat ia sukai kehadirannya, seseorang yang perhatiannya menjadi candu, kini itu bukan lagi miliknya karena ulahnya sendiri.

Semenjak Jiwoo mulai menerima Bae, gadis itu tak pernah datang dan membuat rumah besar yang dingin ini hangat lagi.

"Sesakit itu ya kehilangan?"

Sullyoon menoleh, "padahal itu kan yang lo mau?" Jini berjalan kearahnya dan satu porsi makanan tersaji dihadapannya "makan, nyesel juga butuh tenaga"

"Thanks."

Jini mengangguk dan duduk di kursi sampingnya "lo cukup nekat buat lepasin orang yang lo suka dalam kurung suka juga sama lo cuma demi bahagiain orang lain."

"Dia satu satunya sodara yang gue punya Jin."

"Gue akuin lo emang baik Yoon, tapi sampe ngorbanin perasaan menurut gue bagong banget. Disini bukan lo doang yng sakit, tuh bocah juga galau parah setelah tau lo punya pacar."

"Seenggaknya dia bisa tau siapa orang yng tulus buat dia. Gaada orang yang setulus Bae ke dia."

"Tapi gue liat liat sodara lo itu juga mulai cuekin dia. Dan lo masih yakin banget sodara lo itu masih mau sama dia?"

Sullyoon mengangguk sebagi jawaban. Jini berdecih tawa "lo bisa seegois ini juga ternyata."

"Bae punya alasan, jauh dalam hatinya dia juga mau Jiwoo."

"Terus berasumsi. Satu satunya hal yang ngecewain lo nanti cuma ekspetasi lo sendiri. bukan orang lain."

Sullyoon menghela nafasnya dan kembali memandangi jalanan yang digenangi air karena baru saja turun hujan. dia yakin persaan Bae tidak akan secepat itu berubah. Jika iya, tidak mungkin ia mau datang dan menghibur gadis itu di hari ulang tahunnya yang menyedihkan itu.

Semoga...

o0o

"Jiwoo."

Bae berbalik membelakangi Suzy "aku mau istirahat Bu."

Suzy mengernyitkan keningnya, tak biasanya Bae menolak kedatangan Jiwoo. Sedangkan Jiwoo, gadis itu cukup teriris begitu mendengar penolakan itu. Apa dia begitu terlambat?

"Sol, gak sopan ya nolak tamu gini."

"Bu tolong ya, aku butuh istirahat. Semalam gak bisa tidur." balasnya tanpa berbalik badan dan memandang sang ibu.

Suzy menghela nafasnya, "Sol!"

"Udah tante, jangan dipaksa. Kak Bae butuh istirahat kayaknya. Jiwoo titip ini aja, maaf ya udah ganggu."

Suzy mengangguk dan menerima buah tangan yang Jiwoo berikan. "Maaf ya." ujar Suzy seraya membelai kepalanya.

"Gapapaa Tante, kalo gitu Jiwoo sama Kyu pulang dulu ya,"

Jiwoo mengajak Kyujin untuk kembali pulang dengan perasaan kecewa karena tidak bisa bertemu Bae.

"Ayo Kyu."

"Loh? gak jadi ketemu?"

Jiwoo menggeleng, meski dia menunggu semalaman pun jika Bae tak mau menemuinya maka semuanya akan sia-sia. Menoleh lagi untuk memastikan, berharap Bae berubah fikiran dan memeluknya penuh rindu seperti apa yang ingin ia lakukan hari ini, tapi rasanya itu mustahil, Bahkan sejak hari dimana Jiwoo mendapat kabar jika Bae sudah siuman dia belum penah bertemu dan melihatnya secara langsung lagi.

Didalam ruangan, Bae meremas selimutnya seerat mungkin, sayatan dalam dadanya begitu pedih. ia menyembunyikan rasa sedihnya dibalik punggung sendiri, enggan memandang gadis itu karena ia tahu jika ia memandang mata Jiwoo lagi, ia akan kembali terjatuh semakin dalam padanya.

"Maaf."

Tak jauh berbeda dengan ketiga orangg disini, Haewon yang sudah beberapa hari mengurung diri di kamarnya hanya memetik gitarnya asal dengan wajah murung.

Ucapan Sullyoon tempo hari begitu mengenai hatinya,

"Bukannya kita sama Kak? Sama-sama cari pelarian? Bedanya gue disukai balik aja."

Ia tak dapat menghindari fakta itu. Perasaanya pada Bae yang tak kunjung terbalas memang sudah menjadi jawaban dari semua pertanyaan yang ia pertanyakan selama ini. Hanya saja dia terlalu naif dan denial, ditambah lagi dengan semua yang dia lakukan pada Lily, ia menarik orang tak bersalah pada permainannya dan sama-sama terjebak didalamnya. Haruskah dia menyerah sekaraang dan membiarkan Bae bahagia dengan cintanya yang kini sudah terbalas?

Tapi bukankah Bae sendiri yang mengatakan jika ia menyerah pada Jiwoo tempo hari? Bukankah ini watu yang tepat untuk menggantikan posisi Jiwoo dihati Bae? namun mengapa hatinya terasa begitu mengganjal?

Ia mengusap wajahnya dengan gelisah. sepertinya ibunya benar, dia ikut turnamen E-sport aja. Berdiam diri dirumah dalam waktu lama hanya akan membuatnya stres dan kepalanya botak.

Mereka bertiga berada dalam posisi yang sama, Haewon yang menyayangi Bae dengan apa adanya, Sullyoon yang memutuskan pilihan dengan semestinya, dan Jiwoo yang membalas perasaan Bae dengan seharusnya.





Dan pesan moralnya adalah?

COOL [ℭ𝔬𝔪𝔭𝔩𝔢𝔱𝔢𝔡]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang