dua lima

154 8 0
                                    

Renjun menunggu raina dilobi. Tadi pagi ia mendapat notif pesan masuk diponselnya dari chenle yang dikirim tadi malam.

Chenle menyuruhnya untuk mengantar raina ke kantor polisi hari ini. Jadilah sekarang dirinya berada dilobi gedung apartemen ini.

Semua fasilitas yang mereka beri untuk raina tentu saja atas perintah haechan. Renjun mana berani menolak, bisa jadi samsak nanti.

Raina berlari kecil menghampiri renjun.
"Lama ya?"
Renjun menggeleng.
"Guekan baru datang juga. Yuk langsung berangkat aja"
Raina mengangguk lalu berjalan beriringan memasuki mobil renjun.

"Btw, lo hari ini kontrol ke psikiater kan? Sama gue aja, sekalian habis dari kantor nanti" usul renjun.

Raina menoleh.
"Kok lo tau?"
"Hm? Apanya?"
"Kok tau kalo hari ini gue cek up?" Ulangnya.
"Ooh. Dari haechan, di ngasih tau gue terus bilang sekalian anter ke rumah sakit juga. Gak papa kan kalo gue yang anter?"

Raina tercenung, rasa bersalah hadir dihatinya. Dirinya sudah sejahat itu pada haechan, tapi pria itu masih tulus memperhatikannya.

"Raina? Lo oke kan?" Tanya renjun sembari menatapnya sekilas dengan khawatir.
"Enggak papa kok" kata raina sedikit menunduk lesu.

Renjun mengangguk, mobil yang mereka tumpangi akhirnya berhenti diparkiran kantor polisi.

Renjun menyusul raina yang sudah keluar lebih dulu.
Keduanya segera masuk dan langsung diantar menuju sebuah ruangan.

Pintu dibukakan oleh petugas sambil mempersilahkan raina untuk masuk, sedangkan renjun menunggu diluar ruangan menatap mereka dari balik dinding kaca.

Raina masuk dengan langkah pelan, menatap papa haechan yang juga tengah menatapnya dengan senyum tipis.

Ia duduk disamping papa haechan setelah dipersilahkan, dihadapannya ada sofia yang menatapnya sinis.

Papa haechan menyodorkan sebuah map dihadapan raina.
"Kamu bisa liat ini dulu"

Raina mengangguk sembari membuka satu persatu lembar map itu.

Foto dirinya saat babak belur dengan baju compang camping, visum pemeriksaan saat diperiksa rumah sakit, surat pernyataan dirinya mengalami trauma dan psikis, serta bukti bukti pesan ancaman yang sering dikirim sofia untuknya.

Semua benar benar terkumpul, raina meneguk ludahnya kasar. Ini benar benar saatnya ia bergerak untuk menghukum mereka.

Raina menatap papa haechan, lalu mengangguk.

"Apa benar saudari sofia sudah menyuruh para pelaku untuk melakukan tindak asusila kepada mu?" Tanya papa haechan memulai pertanyaan.

"Iya, benar"

"Apa benar saudari sofia melakukan pengiriman pengiriman pesan ancaman?"

"Iya, benar"




Renjun menatap tegang dari luar ruangan. Beberapa kali juga ia mengusap wajah khawatir, takut raina tak bisa angkat suara karena tatapan intimidasi dari sofia.

Setelah menunggu beberapa saat, raina sudah diperbolehkan keluar.

Sofia juga terlihat sedikit memberontak ketika dikawal menuju ruang tahanan sementara.

Renjun menghampiri raina yang bersama papa haechan.
"Gimana? Lo bisakan?" Tanya renjun.

Raina tersenyum tipis.
"Bisa. Lumayan deg degan sih, gue udah kayak mau dibunuh aja sama dia tadi, tatapannya itu loh" jawab raina.

Renjun menghela nafas lega.
"Syukur deh"

Raina menoleh pada papa haechan.
"Makasih pa, udah bantuin sebanyak ini. Raina minta maaf untuk... untuk yang mutusin haechan" ucap raina sedikit takut mengatakan kalimat yang terakhir.

Pria paruh baya tersebut tersenyum.
"Bisa papa pertimbangkan. Tapi ngomong sama orangnya dulu"

Raina menoleh kearah dimana papa haechan menunjuk kearah anaknya yang baru datang.

Hati raina bergemuruh ketika melihat haechan lagi setelah beberapa hari.

Pria itu berhenti disamping renjun, melirik sekilas raina lalu menatap papanya.

"Udah pa? Aku mau pergi dulu soalnya"
"Udah. Papa tinggal dulu" pamitnya sembari menepuk kepala raina pelan.

Haechan merangkul bahu renjun.
"Thanks ya, gue cabut dulu"

Haechan langsung berbalik pergi setelah mengatakan itu. Raina menatap punggung haechan ragu. Namun renjun segera menyuruhnya untuk menyusul haechan.

Dengan cepat raina berlari keluar mengejar haechan yang sudah duduk diatas motornya hendak memakai helm.

"Lee haechan!"

Tangan haechan terhenti, ia menoleh kearah raina yang berlari menghampirinya.

Haechan menatap gadis itu lekat, semua tak terlewat dari penglihatannya.

Raina berhenti tepat disamping motor pria itu.

"Haechan.."
Raina menghela nafas pelan, mengatur jantungnya yang berdetak kencang.

"Makasih banyak buat semuanya. Gue minta maaf udah buat lo kecewa, gue gak bermaksud buat lo kayak gitu"

"Gue terlalu takut, takut lo bakalan menjauh dan ninggalin gue. Gue takut lo buat kericuhan dan lo kenapa napa"

"Gue minta maaf karena milih buat mutusin lo. Gue gak tau kalo cara gue ternyata salah. Berharap semua baik baik aja, tapi malah bikin lo merasa gak berguna"

Raina diam sejenak, lalu menatap mata haechan dalam.

"Tolong jangan menjauh. Gue gak mau lo pergi"

Haechan yang sedari tadi diam mengamati gadis itu berbicara, menunduk sesaat.
Raut wajahnya melunak, ia menepuk bahu raina pelan.

"Hari ini cek up kan? Dianter renjun ya"

Raina menatap sedih haechan.
"Lo gak mau anter gue?"
"Gue ada urusan"

Setelah mengatakan itu, haechan kembali memakai helmnya dan menyalakan motor.

Raina menahan lengan haechan.
"Lo belum jawab omongan gue"

Haechan menoleh, melepaskan pelan tangan raina.
"Gue gak pernah kemana mana. Gue cuma perlu waktu"

Setelahnya haechan menurunkan kaca helm dan meninggalkan raina yang menatapnya sakit.







Next?

Heart Bond- LEE HAECHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang