end

347 17 4
                                    

Aula sudah ramai dengan mahasiswa mahasiswa serta keluarga masing masing.

Setelah acara wisuda, mereka mendatangi satu satu keluarga yang menghadiri.

Raina berjalan kearah bundanya. Bunda raina langsung memeluk anaknya dengan erat.

"Selamat sayang, udah wisuda aja" kata bundanya.
"Makasih bun, aku belum bisa ngasih apa apa selain ini"

Bunda raina melepaskan peluknya, lalu menangkup wajah putri tunggalnya itu.

"Ini lebih dari cukup. Bunda bahagia banget liat kamu sukses. Jangan merasa terbebani ya"
Raina mengangguk tersenyum lebar.

Dari arah belakang bundanya, raina melihat jaemin dan teman temannya yang lain melambai padanya.

"Bun, temen aku tuh" kata raina membuat bundanya menoleh.

Mereka semua menyalami bunda raina.
"Loh jaemin gak wisuda juga? Bukannya kalian samaan ya?" Tanya bunda raina, jaemin hanya nyengir menggaruk kepalanya.

"Diakan preman, tante. Makanya ditunda skripsi" sahut renjun meledek.

Bunda raina tampak paham dengan maksud ucapan renjun. Wanita yang umurnya hampir kepala empat itu mengusap bahu jaemin.

"Maaf ya, kamu jadi diundur gini" kata bunda raina dengan wajah bersalah.

Yang lain langsung menggeleng lalu menyikut renjun.

"Enggak kok tante. Lagian cuma ditunda doang, gak masalah masih bisa dikejar" ucap jaemin menenangkan bunda raina.

Sedangkan raina, menatap sekitar. Mencari keberadaan haechan yang tidak ada bersama teman temannya ini.

Perasaan sedih menjalari hatinya. Mungkin memang sudah tidak bisa berharap lagi.

Walaupun mungkin bisa kembali, tapi tentu saja semua sudah tidak sama lagi seperti awal.

Raina melamun, tanpa sadar dirinya mulai beberapa kali terdorong orang karena padatnya aula.

Seketika raina tersadar, ia menatap sekitar dengan linglung. Kemana bunda dan teman temannya tadi?

Kepalanya menoleh cepat mencari keberadaan mereka. Kakinya juga bergerak tak tentu arah sembari melongokkan kepala disela sela orang.

Sebuah tangan menahannya, membuat raina berhenti dan berbalik.

Matanya melebar lalu mengerjap pelan seperti masih mencerna apa yang terjadi.

Pikirannya juga masih melayang mencari bunda dan temannya yang lain. Membuat ekspresi raina terlihat lucu.

Haechan menatap wajah raina yang memakai riasan tipis. Tampak lebih dewasa dan anggun, padahal belum setahun mereka berpisah tapi tanpa disadari raina membawa perubahan pada dirinya.

"Boleh pinjam waktu lo sebentar?" Tanya haechan.

Raina seperti kembali tersadar. Ia menatap haechan dihadapannya dengan gamang, ia tak bisa memungkiri bahwa dirinya merindukan pria tan dihadapannya ini. Kepalanya mengangguk pelan, kemudian haechan menarik lembut tangan raina keluar dari aula yang ramai menuju taman kampus.


Keduanya hening, duduk berjarak di bangku taman. Raina menunduk menatap tangannya diatas pangkuan, sedangkan haechan menatap lurus kedepan, namun pikirannya melayang.

Raina melirik pria itu, lalu menunduk kembali.
"Kenapa? Gue gak punya waktu banyak"

Haechan mengerjap.
"Ah..eem gimana kabar lo?"
Lo ngapain goblok! Nanya yang bener elah. Gerutunya dalam hati.

"Baik. Lo?"
"O-oh gue juga baik"
Haechan mengulum bibirnya merasa bodoh.

"Tadi ada bunda?" Tanya haechan.
Raina mengangguk.
"Yang lain juga tadi ada"

Haechan membulatkan mulut. Setelahnya, mereka kembali hening.

Raina menggigiti bibirnya geram, merasa tak tahan dengan suasana aneh disekitarnya.

Ia menolehkan kepala kearah haechan dengan wajah serius, membuat haechan ikut menoleh dan menatap bingung wajah raina.

"Lo mau ngomong atau gak?" Tanya raina menatap haechan gemas.
"Hah?"
"Ck. Gue pergi deh"
Raina bangkit, membuat haechan panik dan menahan lengan gadis itu.

"Eh.. bentar. Gue belum ngomong"
Raina kembali berdecak.
"Cepetan"

Haechan jadi bingung sendiri, ia menggaruk kepalanya.
"Anu...ee.. lo gak kangen gue?"

Haechan nyaris mengumpati diri mendapati wajah datar raina, namun ia menelan semua makiannya kembali saat raina menubruk tubuhnya.

Gadis itu memeluk erat haechan, ia sudah gemas sendiri dari tadi karena haechan yang takut takut ingin mengutarakan maksudnya.

Haechan membalas pelukan raina dengan wajah bodoh.
"Jadi, lo ini kangen atau enggak?" Tanya haechan. Sedetik kemudian ia melepaskan pelukan raina sambil mengusap pinggangnya yang terasa pedas.

"Lo masih nanya?! Gue udah meluk lo seerat itu masih nanya gue kangen apa gak?! Ngeselin banget! Apa gara gara skripsi lo ditunda bikin lo frustasi sampe sebego ini?!" Kesal raina.

Raina jadi malu sendiri karena haechan malah bertanya.

Sedangkan haechan terkekeh menatap wajah memerah raina. Dengan gemas ia kembali menarik gadis itu kepelukannya.

"Maaf ya, pasti kangen banget. Gue kelamaan ya? Gemes banget gueee" ujar haechan menggoyangkan tubuh raina ke kanan dan kiri.

Raina mendongakkan kepala menatap haechan yang ikut menunduk.
"Cuma bilang kangen doang?"

Haechan tersenyum lebar.
"Ya balikanlah. Udah pelukan gini"

Raina tertawa sambil menepuk pelan punggung haechan.

"Maafin aku ya haechan" ujar raina menatap mata cerah cowok itu. Haechan mengangguk.
"Kita ngulang lagi gak papakan?"

Raina juga mengangguk sambil tersenyum.
"Asal sama kamu"

Haechan menengadahkan kepala tertawa geli.
"Cringe banget, na"

Raina kembali menepuk punggung haechan.
"Ck. Malesin haechannn"



















Wahh! End ya readers sekalian. Terima kasih banyak yang sudah membaca dan ngevote cerita gak jelas ini T_T.
Terharu banget! Gak nyangka ternyata banyak yang baca. Duh senengnya💚🎉🎉.

Aku mau bilang maaf untuk cerita ini yang enggak jelas. Aku mengakui itu hehehe. Karena sebenarnya cuma mau menuliskan ide yang muncul aja wkwk.

Tapi ya sudahlah.. aku gak maksa kalian untuk menyukai work akuu👋.
Senyamannya aja. Kalo suka silahkan baca, kalo gak suka silahkan keluar.

Biar jelek jelek gini jangan dihujatT_T.

Baik, karena cerita pertama ku selesai. Mari kita fokus ke jenrina.

Hoho aku juga lagi buntu gara gara pengen cepet nyelesaikan ini.

Sekali lagi terima kasih readers🤗🎉.

Heart Bond- LEE HAECHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang