tiga

235 11 0
                                    

Terhitung empat hari raina dirawat, dokter sudah memberinya izin pulang hari ini. Gadis itu masih duduk diatas ranjang pasien menatapi kekasihnya yang tengah menyimpun pakaian serta obat obatan dan beberapa barangnya yang haechan bawakan.

Sekelebat bayangan hari itu masih menghantui raina. Tentu saja kejadian itu membuatnya trauma berat.

"Putusin pacar lo dalam seminggu ini. Kalo gue denger lo belum putus, kita bakal gilir lo"

Dadanya sesak seketika, membuatnya seperti lupa caranya bernafas. Raina menepuki dadanya berusaha tenang.

Mendengar raina terengah, haechan menolehkan kepalanya dan mendekat panik mendapati gadisnya itu sesak nafas.

"Na, sayang, hei tenang. Tarik nafas pelan pelan. Calm down sayang, kamu aman sekarang" ujar haechan menangkup wajah pucat raina.

Raina menatap setiap sisi wajah haechan. Seakan ia ingin mengumpulkan banyak banyak wajah kekasihnya didalam memori kepalanya.

Haechan berdiri dari tumpuan lututnya untuk memeluk tubuh tak bertenaga raina. Raina membalas pelukan haechan tak kalah erat, benar benar tak ingin kehilangan. Raina tahu bahwa dirinya sangat mencintai sosok haechan.

Walaupun banyak yang mengatakan lebih baik ia putuskan saja kekasihnya ini. Karena haechan terkenal laki laki brengsek yang suka gonta ganti pasangan.

Nyatanya tidak, buktinya saja hubungan raina dan haechan sudah berjalan dua tahun lamanya. Haechan pun tidak seperti yang orang bilang, laki laki yang ia peluk sekarang justru sangat amat menyayangi dirinya.

Dirasa sudah tenang, haechan melonggarkan pelukannya dan kembali berlutut. Ia tersenyum lembut dengan kedua ibu jari yang mengelus punggung tangan raina dalam genggamannya, berharap ketakutan dimata raina yang ia tak tahu alasannya menghilang.

Raina menatap senyuman teduh haechan dengan mata berkaca. Perasaan bersalah menghantui dirinya. Lalu matanya melirik pada jari manis haechan dan jari manisnya yang tersemat cincin couple hasil pertunangannya tiga bulan lalu. Bagaimana mungkin ia memutuskan pria dihadapannya ini, bahkan hubungan mereka sudah hampir pada jenjang lebih serius.

Haechan bangkit, lalu meraih tasnya yang berisi pakaian kekasihnya itu. Kemudian merangkul pundak raina untuk di tuntun berdiri.

"Mau langsung pulang atau mau jalan jalan dulu?" Tanya haechan.
"Pulang aja" jawab raina pelan.
"Mau pake kursi roda gk?"

Raina hanya menggeleng, dengan bantuan haechan mereka keluar dari ruang rawat gadis itu. Memang hanya haechan yang selalu menemaninya selama dirumah sakit. Karena raina melarang haechan untuk memberitahu orang tua mereka, ia hanya tidak ingin membuat bundanya dan mama haechan menjadi khawatir.

Setelah memastikan gadisnya duduk dengan aman, barulah haechan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah sakit.

Sesekali haechan melirik pada raina yang terus diam dengan pandangan kosong menatap kedepan. Tangannya tak berhenti mengelusi punggung tangan gadisnya itu untuk menenangkan. Dipikirannya, mungkin saja raina tegang menaiki mobil karena rasa trauma akibat kecelakaan itu.

"Pulang ke apartemenku aja ya?" Ajak haechan.
"Apartku aja, aku mau istirahat" tolak raina.
"Diapartemenku kan kamu juga bisa istirahat"
"Gk, aku mau pulang" kukuh gadis itu.
"Na kamu disana sendirian, klo butuh apa apa gimana? Diapartemenku kan aku bisa mantau dan bantuin kamu" jelas haechan masih membujuk raina yang mendadak keras kepala.
"Aku cuma memar chan bukan patah tulang"
"Iya, tapi-"
"Fokus nyetir aja, bangunin kalo sudah sampai" potong raina sembari menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata, bahkan ia pun menarik tangannya dari genggaman haechan, membuat haechan menghela nafas berusaha memaklumi.








Next?

Heart Bond- LEE HAECHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang