Raina hanya mengaduk kopi yang ia seduh sedari tadi. Mata sembabnya memandang kosong kearah gelas.
Kegiatan itu sudah dilakukannya sejak lima menit lalu. Pikirannya benar benar berantakan, ia menyesali keputusannya namun ia juga merasa sudah tidak pantas lagi bersama haechan.
Raina juga tidak sanggup menghadapi amukan haechan jika dia tau apa yang terjadi. Bagaimana ketika nanti pria itu memandangnya dengan ekspresi jijik yang ditunjukkan kepadanya. Bagaimana ketika nanti ia dibuang begitu saja. Bagaimana nanti pandangan kedua orang tua haechan kepada dirinya. Ditambah dengan ekspresi kecewa bundanya.
Raina benar benar frustasi memikirkan itu semua. Bahkan setelah kejadian dikafe hari itu, ia benar benar tidak bisa memejamkan mata sampai terbit matahari.
Pikiran dan perasaannya saling bertolak belakang. Otaknya mengatakan 'ini sudah benar' sedangkan hatinya seakan memaki keputusannya 'pilihan bodoh yang paling bodoh!'.
Raina mengusap wajahnya kasar. Berusaha sadar dari pikiran berkecamuknya.
"Gue bisa beneran gila" gumamnya, lalu menelungkupkan kepalanya diatas meja pantri.
Ini sudah hari keempatnya lost kontak dengan haechan dan keluarganya. Bahkan ia tidak tahu keadaan haechan sekarang dan sedang dimana dia.
Ponsel juga lebih sering dimatikannya jika tidak ada sesuatu yang penting. Raina juga hanya akan mengurung diri didalam apartemennya, ia hanya keluar untuk kuliah dan kesupermarket saja, setelah itu kembali pulang.
Raina mengangkat kepalanya, ia menengadahkan kepala menatap langit langit dapurnya.
Ia berusaha menguatkan diri sendiri untuk lebih semangat dengan kesendiriannya tanpa bayang bayang haechan lagi dihidupnya.
Raina bangkit dari duduknya, lalu melangkah menuju kamar. Ia mengambil hoody miliknya, lalu matanya melirik kearah jam dinding yang menunjukkan jam dua siang. 'Masih sempat' batinnya.
Dengan cepat ia keluar dari apartemennya dan mencari taxi untuk perjalanan yang lumayan lama untuk ditempuhnya nanti.
Tujuan luar kota, dimana makam ayahnya yang selalu rutin ia kunjungi setiap akhir pekan bersama haechan.
Namun hal itu sudah tak pernah lagi dilakukan sejak ia masuk rumah sakit waktu itu.
Matanya menatapi jalanan yang tidak terlalu ramai dalam diam. Sampai tidak terasa ia memejamkan mata.
Suara gemuruh petir membangunkan raina yang tak sengaja terlelap. Matanya menatap jalanan yang mulai memasuki area sepi. Lalu taxi itu berhenti tepat didepan pagar besi makam.
Supir taxi itu menoleh padanya.
"Bener kesini kan neng?"
"Iya pak, eum bapak punya payung gk?" Tanya raina.
"Ada neng, dibawah jok kursinya neng itu warna hitam"Raina segera meraih payung dibawah kakinya.
"Saya pinjam ya pak"
"Iya pake aja neng" ujar supir taxi itu.Sebelum raina keluar ia sudah berpesan agar sang supir menunggunya sebentar.
Lalu dengan perlahan ia memasuki makam dengan hujan yang lumayan deras. Dengan langkah hati hati ia sudah bisa melihat makam sang ayah dari jaraknya saat ini.
Namun bukannya terus berjalan mendekati makam ayahnya, justru kini ia terdiam menatap kearah seseorang yang sangat tidak asing tengah duduk bersimpuh disamping makam ayahnya.
Dengan keadaan basah kuyup, pria itu terus menunduk disamping makam ayah raina.
Raina mengernyitkan kening bingung namun juga tak dipungkiri bahwa hatinya teriris menatap punggung haaechan dari jauh.
Kakinya perlahan mundur lalu berputar balik meninggalkan makam. Air matanya luruh begitu saja saat menyadari bahwa haechan mengunjungi makam ayahnya untuk mengadu.
Begitu pula dirinya, tujuan raina jauh jauh kesini hanya ingin melepas rindu sembari mengadu dan berkeluh kesah bersama ayahnya.
Namun ternyata haechan sudah mendahuluinya.
Next?
![](https://img.wattpad.com/cover/356357963-288-k335759.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Bond- LEE HAECHAN ✔
أدب الهواةLee haechan_ #10 in exboyfriend #8 in exboyfriend #6 in exboyfriend #4 in exboyfriend🔥 #12 in exboyfriend #43 in leedonghyuck #20 in posesive Thank you💚