Banyak hal yang sejatinya Naresh simpan sendirian, nggak dia bagi ke siapapun, bahkan papi.
Salah satunya, alasan dia nggak jadi masuk kedokteran, padahal cita-cita Naresh dari dulu adalah jadi dokter yang keren, yang bisa jadi perantara Allah buat membantu orang-orang, papi tahu betul hal itu, lantas sewaktu tiba saatnya memilih jurusan buat tes sbmptn, Naresh justru beralih ke jurusan manajemen, jurusan yang baru dia temukan kurang lebih 4 hari persis sebelum penutupan pendaftaran SBMPTN sewaktu ngubek-ubek pilihan prodi di laman pencarian.
Papi awalnya mau diam saja, dia menghormati pilihan Naresh, tapi papi nggak tahan buat nanya, jawaban naresh waktu itu "nggak mau ah, jadi mahasiswa kedokteran banyak sibuknya, naresh nggak suka", papi lantas mencoba percaya saja, karena beliau tahu seberapa mager anak tunggalnya itu. Jawaban yang sama juga diberikan Naresh sewaktu Jevan atau teman-teman yang lainnya tanya.
Tapi, kalau boleh jujur, sampai menginjak semester 5 ini, Naresh masih suka halu gimana kalau dia jadi dokter, Naresh juga masih suka membayangkan gimana wujud dia kalau pake scrub dan stetoscope di leher. Sering Naresh tepis pikiran-pikiran itu, dan mencoba buat enjoy dengan jurusan yang dia jalani sekarang, karena dia sadar betul itu pilihannya sendiri, bahkan waktu itu papi nggak ada maksa naresh buat masuk jurusan tertentu, ja yaudah Naresh berusaha to do his best di jurusan ini.
Lalu, ada banyak hal yang menjadi tangis Naresh sewaktu malam-malam menyapa, Naresh ini tipe-tipe overthinker sejati. Banyak hal yang menjadi rumit dan berisik di kepalanya, banyak hal yang menjadi ketakutan dalam kepalanya, sampai-sampai dia merasa berat.
Rahasia lainnya, Naresh suka sendirian, tapi dia nggak suka kalau nggak ada orang yang bisa dia ceritain hari-harinya, karena bakalan end up dia merasa sendirian di dunia yang ada banyak manusia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
rumah
General FictionNaresh itu sayang papi, papi juga sayang Naresh, sayang banget, tapi mereka berdua sama-sama punya gengsi plus ego yang tinggi.