Naresh termenung, lagi-lagi menyalahkan diri untuk semua yang sudah terjadi, Naresh mengalami cedera saraf tulang belakang, hal ini sebenarnya sudah agak lama dia rasakan, tapi dia abaikan, Naresh piker itu sakit punggung biasa, dampaknya, cedera yang dialami Naresh sudah memasuki tahap serius dan perlu waktu cukup lama untuk pemulihan.Papi menatap anak semata wayangnya tiu, dunianya, di mana kehidupan Papi berpusat, nggak bisa dia lihat anak yang biasanya pulang malem sok sibuk itu harus diem di rumah sakit begini, Papi mau coba ajak ngobrol naresh tapi dia sendiri nggak tahu harus ngomong apa buat memulai pembicaraan, akhirnya mereka asyik sama lamunannya sendiri.
“Pi, mau minum”
Papi cepet-cepet ambil minum dan dia bantu naresh buat minum, udah kayak adegan drama atau sinetron yang sering kejadian, tatap mata mereka bertemu, Papi lihat ada bulir-bulir air mata di mata Naresh.
“Hai, jagoan papi, kalau mau nangis, nangis aja, jangan ditahan”.
Naresh yang dari tadi emang udah berusaha buat nahan tangis, nggak tahan lagi, dia keluarkan semuanya, banyak sekali ketakutan uang muncul dalam pikirannya, mulai dari urusan kuliah, organisasi dan lain hal, dia takut akan bagaimana cemooh orang kalau semester ini dia ambil cuti, kalaupun enggak ambil cuti juga mau gimana, dia harus terapi buat beberapa bulan.Papi yang lihat Naresh nangis, nggak tahan, dia raih naresh dalam dekapannya, Naresh yang emang pada dasarnya hatinya tu lembut, dipeluk bagitu, yam akin kejerlah dia, Papi juga ikutan netesin air mata, lihat anak semata wayangnya terpurk gino, buat dia merasa terpuruk juga, hari itu, di sepinya rumah sakit jam 9 malam lebih 12 menit, mereka berdua larut dalam hangat peluk masing-masing.
Naresh udah tidur, Papi lihatin muka anaknya yang sembab habis nangis kejer, salah satu hal favorit papi yaitu lihatin muka anaknya pas tidur, Naresh kalau lagi tidur itu adem, kayak orang nggak punya masalah,anteng, dia ingat sewaktu dulu Naresh lahir ke dunia, dia sampai nggak percaya kalau bayi yang ada di dekapannya adalah buah hatinya, harapan terbesar yang tersemat waktu itu adalah, semoga anaknya ini sehat dan bahagia selalu, tapi ternyata, mungkin dirinya adalah faktor terbesar anaknya sering menangis.
*******
Halooo semuaa, makasiii banyak yaa yang udah mau votee huhuhuu, maaf jugaaa kalo ceritanya nggak ngefeel, jujur, akuu udah lupa jalan ceritanya kayak gimana😭😭🙏💖
KAMU SEDANG MEMBACA
rumah
General FictionNaresh itu sayang papi, papi juga sayang Naresh, sayang banget, tapi mereka berdua sama-sama punya gengsi plus ego yang tinggi.