Pelajaran terakhir hari ini pun sudah berakhir, aku sudah tidak sabar untuk pergi dengan niall. Semoga saja tidak ada halangan.
Sesampainya dirumah aku bersiap-siap. Sudah bolak-balik aku mencari baju yang tepat, aku merasa seperti akan kencan dengannya. Padahal ini bukan pertama kalinya kami pergi bersama. Tapi tetap saja aku merasa nervous. Akhirnya pilihan ku jatuh kepada dress berwarna putih yang di belikan bibi liz minggu lalu.
Sudah jam 7, tapi niall belum juga datang, padahal aku sudah siap dari jam 6. Tapi lebih baik dari pada dia harus menungguku.
"Emilyyyy, temanmu akhirnya sudah datang Sayang. Cepat turun"
Tiba-tiba Bibi liz teriak dari lantai bawah.Mengapa Bibi liz mengatakannya seperti itu? Itu terkesan seperti aku sangat menunggu Niall. Walapun kenyataannya memang seperti itu. Tapi tetap saja itu mebuatku malu.
Sekali lagi aku melihat pantulan diriku di cermin, do i look ok? Semoga saja.
Aku keluar dari kamarku dan pergi ke lantai bawah menemui Niall.
"Hey, kau sudah siap? Bibimu bilang kau sudah menungguku dari 1 jam yang lalu? Im really sorry mil sudah membuat mu menunggu." ujar Niall.
Oh Bibi liz??? Yang benar saja?! Mengapa dia mengatakannya? Aku jadi tidak enak dengan Niall. Apa yang harus ku katakan?
"Hah? Mm.. Mm... Tidak-tidak juga kok"
"Ayo kita pergi sekarang" lanjutku.Bibi liz hanya tersenyum kegirangan menahan tawa.
"Bibi liz, aku pergi dulu. Aku janji akan mengantar emily sebelum pukul 9." Ujar niall.
"Baiklah, tidak usah terburu-buru. Santai saja hahahaha" bibi liz membalasnya dengan tawa yang licik.
"Have fuuun" Bibi liz sekali lagi teriak sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah kami.
Kami pun membalasnya sambil pergi meninggalkan halaman rumahku menuju mobil niall, Lalu niall menancapkan gas mobilnya menuju toko buku di pusat kota london.
"Apa yang kau cari?" Ujarku sambil melihat-lihat buku yang terjejer rapih di barisan depan. "Aku mencari buku," ujar niall dengan polosnya sambil memandangku, tatapan yang dia berikan benar-benar membuatku seakan tersetrum. "Aku juga tau, maksudku buku apa?"
"Hmm apa ya? Aku lupa namanya."
"Jenis buku apa? Biar aku katakan kepada penjaganya untuk mencarinya."
"Filsafat"
Apa Niall suka buku semacam ini? Atau dia ingin sekolah filsafat nantinya? Aku tidak menyangka orang seperti dia suka hal seperti ini. Dia memang sangat multitalenta, dia bisa bermain alat musik, memiliki suara bagus, dia juga bagus di bidang sport, akademisnya juga tidak kalah bagusnya. Jadi aku yakin pasti dia juga hebat di bidang ini.
"Apa kau ingat siapa penulisnya? Biar aku tanyakan kepada penjaganya."
"Tidak, pokonya sampulnya berwarna merah dan tebalnya segini" ujar Niall sambil meragakan seberapa tebal buku yang dicarinya.
"Baiklah, aku akan bertanya pada penjaganya."
Aku pergi meninggalkan Niall dan pergi ke arah seorang lelaki berambut cepak berwarna hitam memakai baju seragam dari toko ini. Juga terdapat name tag di dada kirinya bertuliskan Christopher. Dia terlihat sangat sibuk membaca buku yang ada di tangannya itu.
"Permisi..?"
"Oh iya nona, ada yang bisa ku bantu?" Ujar penjaga toko buku itu.
"Aku mencari buku filsafat yang berwarna merah dan tebalnya kira-kira setebal ini." Ujarku sambil meragakan apa yang diperagakan oleh Niall.
"Apa kau tau siapa penulisnya?"
"Hm maaf aku lupa"
"Baiklah, ikuti aku ke arah sini nona"
Aku mengikuti penjaga toko buku ke arah yang ia tunjukan, kami menemukan beberapa buku tentang filsafat berwarna merah. Lalu aku membawanya ke tempat Niall mencari bukunya tadi Bukunya cukup banyak sehingga aku sedikit kesulitan karena keberatan.
Aku sampai di depan lorong tempat Niall mencari buku nya tadi. tapi sekarang Aku lihat dia tidak sendiri, dia bersama seorang gadis cantik yang rambutnya di cat warna-warni seperti gulali. Mereka terlihat sangat dekat, bahkan jarak antara wajah mereka hanya beberapa inci. Aku pun berjalan menghampiri mereka sambil menebak-nebak siapakah gadis yang bersama Niall itu. tapi langkahku langsung terhenti saat aku melihat mereka berciuman.
Itu sangat menyakitkan, dadaku seakan diremas hingga rasanya sulit untuk bernafas. Tidak berpikir panjang aku langsung memutar tubuhku pergi meninggalkan mereka. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan tangisanku lagi. Tangisan ku pun meledak saat hendak pergi.
Hari ini sangat dingin dan aku hanya mengenakan dress putih pendek dengan potongan lengan pendek, I'm cold. I'' really cold.
Aku menyusuri jalan menuju halte bus terdekat, di luar benar-benar dingin hidungku sampai memerah.
*TIIINN* *TIIINN* oh yang benar saja? Bisakah hari ini menjadi jauh lebih buruk lagi?! Aku menoleh, dan ternyata itu adalah Harry dengan mobilnya. "Apa yang kau lakukan diluar-di hari yang dingin ini?" Ujar Harry. Aku hanya menatapnya penuh kesedihan dengan air mataku yang tidak terbendung, sambil menggosok-gosokan lenganku ke tubuhku mengharapkan kehangatan. "Kau dengan siapa?" Aku tetap terdiam di tempat dengan isakan tangisanku yang semakin kencang. Harry pun turun dari mobilnya dan membungkus diriku dengan jaketnya seraya memelukku lalu menggiringku masuk ke dalam mobilnya.To be continue!
I Know this Chapter is pretty lame (just like the Fanfic), gue tau gue ga jelas ok. But i wont stop. Ahahhaha please Vomments, nulis itu ga gampang loh.All the love. A😄😁
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRINCE CHARMING
FanficThis is my very first fan fiction, I'm really sorry if you guys are unsatisfied. Sorry for the typos and all the bad stories. And also im insipired by one of my favorite ever movies The Perks of Being A Wallflower. This fan fiction might be bad, bu...